Pahit Menjadi Manis
Sukacita dan dukacita sering berjalan seiring. Seperti bangsa Israel yang merasakan getar kemenangan di Laut Merah, tetapi tiga hari sesudahnya menjumpai air yang pahit di Mara (Keluaran 15:22,23), sukacita kita pun dapat segera berubah menjadi kemarahan.
Di Mara, Tuhan menyuruh Musa melemparkan sepotong kayu ke dalam air, sehingga air itu menjadi manis dan bisa diminum (ayat 25). Satu "potongan kayu" lain yang "dilemparkan" ke dalam berbagai situasi pahit hidup kita dapat mengubah situasi itu menjadi manis. Potongan kayu itu adalah salib Yesus (1 Petrus 2:24). Pandangan kita akan berubah pada saat kita merenungkan kematian-Nya yang penuh pengurbanan dan penyerahan diri-Nya pada kehendak Allah (Lukas 22:42).
Kita dapat menderita karena dibenci orang lain, atau lebih buruk lagi, karena mereka tidak peduli. Namun, Tuhan mengizinkan hal itu terjadi. Kita mungkin tidak memahami alasannya, tetapi Bapa dan Sahabat kita yang tidak terbatas kebijaksanaan serta kasih-Nya yang menghendaki hal itu.
Ketika kita berkata "ya" kepada Allah pada saat Roh-Nya menyatakan rencana-Nya kepada kita melalui firman-Nya, situasi pahit dalam hidup kita berubah menjadi manis. Kita tidak perlu berkeluh kesah tentang kejadian yang telah diizinkan Tuhan. Sebaliknya, kita harus melakukan segala perintah-Nya. Yesus berkata bahwa kita harus memikul salib kita setiap hari dan mengikuti Dia (Lukas 9:23).
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama publikasi | : | e-Renungan Harian (e-RH) 27 Januari 2004 |
Penulis | : | David Roper |
Alamat URL | : | http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2004/01/27 |