Mengapa Belajar Alkitab? Fondasi Kepemimpinan Kristen
Sumber: SABDA Live
Mengapa kita harus belajar Alkitab sebagai dasar kepemimpinan Kristen? Apakah yang disebut sebagai pemimpin? Sering kali orang memahami pemimpin itu berbeda-beda, ada yang menganggap pemimpin itu adalah orang nomor satu, orang yang statusnya dihargai, menjadi panutan, sesepuh, dan lain sebagainya. Secara umum, definisi pemimpin itu ada ratusan dan semuanya sepakat bahwa, pemimpin adalah orang yang punya pengaruh, atau punya daya, tetapi belum tentu punya status. Seorang pemimpin mempunyai pengaruh untuk menghasilkan sesuatu, istilah bahasa Inggrisnya make things happen. Sesuatu akan terjadi kalau dia hadir, jadi kalau seorang pemimpin ada tapi tidak menghasilkan apa-apa, tidak ada perubahan, tidak ada perbaikan, bisa jadi dia hanya memiliki daya kepemimpinan yang sangat kecil sekali. Seorang pemimpin punya pengaruh yang besar dalam mencapai sesuatu. Namun, tidak hanya tercapai, yang dicapai tersebut juga harus memberi manfaat dan ada dampaknya bagi Kerajaan Allah. Kerajaan Allah makin nyata di tengah kita, suasana, keadaan, kasih Allah, kemurahan-Nya, kemuliaan-Nya, keadilan-Nya, dan segala hal indah tentang Kerajaan Allah, dapat dirasakan oleh orang percaya maupun yang bukan.
Jika pemimpin yang demikian hadir di tengah-tengah gereja, seberapa besar dampaknya? Apakah dampaknya seperti garam dan terang? Garam dan terang tentunya harus keluar dari lingkungan dan cahayanya terpancar pada orang-orang sekitar kita. Sehingga pemimpin tersebut bisa mendapatkan sumber daya, pengaruh dari orang-orang yang memercayainya dan punya dampak bagi kemuliaan Tuhan. Seseorang boleh saja pintar dan memiliki banyak gelar, tetapi jika orang lain melihat, bahwa dia tidak memiliki kelebihan, tentu mereka tidak akan percaya untuk memilih kita menjadi pemimpin. Kelebihan seperti apakah yang dimaksud? Yang dimaksud kelebihan di sini, tergantung pada seseorang tersebut dan tergantung pada bidangnya masing-masing. Kita dapat menganalisa apa yang menjadi kelebihan dari orang percaya. Contohnya kita bisa melihat ketika memberi pendapat, kalau ada masalah dia mau mendengarkan pendapat orang lain atau tidak, bagaimana dia merangkum, menawarkan solusi, dan lain sebagainya.
Apa yang menjadi peran seorang pemimpin?
Yang pertama adalah, seorang pemimpin harus beda dari yang lain. Beda yang dimaksud di sini adalah, kalau orang lain sering tenggelam dalam urusan sehari-hari tetapi melupakan visi dan misi, pemimpin harus punya visi dan misi yang terencana dan mau berjuang untuk mencapai visi misi tersebut. Contoh seorang pemimpin dapat kita lihat dari Nabi Musa, yang Tuhan perintahkan untuk membebaskan Bangsa Israel dari tanah mesir. Dalam mencapai visi dan misinya, seorang pemimpin harus bisa menginspirasi orang lain, karena orang tidak akan mau ikut berjalan bersamanya, jika dia tidak bisa menjadi inspirasi. Jika pemimpin memaksa orang untuk mengikutinya dan bukan karena terinspirasi, itu bukan visi misi bersama. Pemimpin harus bisa menjadi inspirasi, dan itu bisa dimulai dari rumah. Seorang pemimpin juga harus mampu, ketika berjalan dengan orang menuju impian yang ingin dicapainya, dia harus dapat mengedukasi orang-orang yang disekitarnya tersebut. Karena sebagian besar orang itu punya impian yang berbeda-beda dan kebiasaan yang berbeda pula. Di sinilah peran pemimpin harus mengedukasi mereka. Tentu kita masih ingat ketika Musa membawa orang Israel berjalan, walaupun ada tiang awan dan tiang api, tetap saja Bangsa israel yang dipimpinnya tersebut bersungut-sungut, dan perlu terus menerus diedukasi. Tidak berhenti sampai disitu saja, ketika pemimpin sudah punya rencana mau mengedukasi, pemimpin juga harus bisa mengeksekusi rencananya. Karena sebagus apapun rencana tersebut, tetapi kalau eksekusinya tidak beres, pelaksanaannya juga pasti tidak beres. Justru eksekusinya inilah yang paling penting karena banyak mencakup hal detail-detail dan tanpa eksekusi, nanti secara operasi akan banyak kesalahan.
Sering kali, Tuhan membawa kita pada kondisi harus mendaki, turun lembah, dan banyak masalah lainnya di tengah perjalanan hidup kita, supaya kita dapat belajar. Di sini pemimpin harus bisa beresolusi, yaitu menawarkan penyelesaian masalah. Yang menjadi masalahnya, sering kali banyak pemimpin beresolusi sendiri, dan dia makin pintar, tetapi orang sekitarnya jadi tidak pintar. Seharusnya, pemimpin yang baik akan mengajak orang bersama mencari solusi, mencari solusinya antara lain, mereka bersama-sama berdoa mencari kehendak Tuhan, setelah itu tugas si pemimpinlah yang akan menyimpulkannya. Itu bisa kita ambil menjadi salah satu contoh.
Pemimpin juga harus secara berkala mengadakan refleksi, merenungkan, menggali makna, bertanya kenapa terjadi, Tuhan ingin apa, kenapa demikian? dll.. Contohnya seperti Petrus. Kalau kita lihat kitab Kisah Rasul pasal 16, ketika Petrus hendak berjalan mendatangi gereja-gereja yang dia sudah bangun, didirikan untuk perjalanan kedua. Melalui roh kudus, Tuhan melarang dia untuk melakukan perjalanan tersebut. Sampai akhirnya dia berjalan terus, awalnya hanya ingin ke sekitar Turki dan sekitarnya, tetapi ia sampai ke pinggir Laut dan di ujungnya ada kota Makedonia yang sudah ada di Eropa. Dan ternyata Tuhan menghalangi dia, hanya bermain di Asia. Agar ia menyeberang ke Eropa, membawa injil sampai kesana. Melalui mimpi, Tuhan mengingatkan Petrus supaya menyeberang. Petrus menghayati, mengerti, dan menyimpulkan bahwa memang roh kuduslah yang menyuruh dia. Dia juga memaknai apa yang terjadi, bahwa Tuhan memperbolehkannya ke sini, karena Tuhan punya tujuan. Seorang pemimpin jika tidak berefleksi secara teratur, tidak akan dapat mengajak orang yang di pimpinnya berefleksi juga, dia akan tenggelam dalam rutinitas saja. Dan terakhir, pemimpin juga harus bisa melakukan selebrasi atau perayaan bersama. Banyak hal baik yang Tuhan berikan, mari kita merayakannya, baik itu kemenangan-kemenangan besar atau kecil. Inilah kelebihan dari seorang pemimpin. Tapi apakah ini sudah menjadi intinya? Tidak, ini masih tampilan luarnya saja. Tampilan dalamnya apa? Tampilan dalamnya adalah, fondasi dibalik ini.
Mengapa seorang pemimpin harus belajar Alkitab?
Seperti yang sudah dibahas diatas, pemimpin harus menyalurkan pengaruhnya dan jadi inspirasi bagi yang di pimpinnya. Bagaimana supaya bisa menyalurkan pengaruh dan menjadi inspirasi? Ada satu hal modern yang Alkitab sudah ajarkan, pemimpin adalah orang yang di berkati. Seorang pemimpin juga merupakan pemimpin di keluarga, pemimpin menjadi orang yang di berkati, karena apa? Karena dengan berkeluarga, pemimpin dapat di ubah oleh keluarganya. Sepanjang perjalanan, banyak pemimpin ingin mengubah gerejanya, sekolahnya, keluarganya, orang lain, pekerjaannya, negaranya, bahkan terkadang ingin mengubah Tuhan. Tapi mereka lupa bahwa itu tidak mungkin terjadi, apalagi ingin mengubah Tuhan, padahal kita sendiri pun tidak mau berubah. Pemimpin akan menjadi orang yang sangat di berkati, jika dalam pelayanannya, ia mau di ubah terlebih dahulu. Begitu panggilan untuk menjadi pemimpin itu datang, dia harus benar-benar memberikan dirinya untuk di ubah oleh Tuhan. Kita dapat melihat contohnya dari kepemimpinan Yusuf, Yusuf selalu berhasil dengan apa yang ia kerjakan, karena Allah selalu menolongnya. Jadi, dia berhasil bukan karena kekuatannya, tapi karena Allah turut bekerja di dalam segala hal yang ia kerjakan. Dia bukan hanya berhasil dengan Allah, tapi ketika orang lain melihat keberhasilannya tersebut, nama Tuhan dipermuliakan. Dan hal Itu dapat terjadi apabila seorang pemimpin mau di ubah. Di sini peran Alkitab sangat besar, mengubah kita. Kita dapat mengistilahkannya, seorang pemimpin harus leading in, memimpin kedalam diri dan tidak hanya memimpin keluar.
Petrus adalah seorang yang ingin menonjol, ia ingin selalu terlihat prakarsa dan hebat, tetapi ia adalah seorang yang mau di ubah. Hanya dengan satu kata, ketika dia mengkhianati Yesus. Kata "Apakah kau mengasihi Aku?" yang di ucapkan sebanyak tiga kali di Alkitab, mengubahkan Petrus. Kata-kata Tuhan saat itu, merujuk bukan pada prestasi dan pencapaian, tetapi seberapa intim relasi kita dengan Tuhan. Hal tersebutlah yang paling menarik, leading in adalah bagaimana kita dapat memimpin diri kita sendiri, sebelum memimpin keluar, itulah yang dinamakan pemimpin sejati. Kelebihan pemimpin sejati adalah, mengalami jamahan Tuhan, urapan Tuhan, sentuhan Tuhan, dan pengalaman diubah oleh Tuhan, itu semua berbicara keintiman khusus dengan Tuhan, dan itulah yang utama. Yang kedua, Alkitab mengajarkan juga mengajarkan hal modern.
Pemimpin dikatakan berhasil, apabila yang di pimpin bertumbuh, dan ada pemimpin baru yang dapat menggantikannya. Inilah yang dinamakan leading down. Contohnya Musa, ketika Musa pergi, Yosua sudah siap menggantikannya Dan banyak lagi contoh-contoh di Alkitab, yang bisa memberikan penjelasan bagaimana seharusnya menjadi pemimpin. Pada tahun 1970, seorang bernama Robert Green Leaf, salah satu direktur RnD (Research and development), dari American Telephone and Telegraph company, pada sekitar umur 55 dia berhenti bekerja dan menulis satu booklab Servant Leadership, pemimpin hamba. Di dalam buku tersebut, beliau tidak menceritakan bahwa semua isi bukunya di ambil dari Alkitab, tetapi buku tersebut langsung di pakai di berbagai negara. Salah satu ajarannya adalah pemimpin hamba. Di dalam buku tersebut dikatakan bahwa, yang nomor satu itu adalah hamba, dan yang kedua adalah pemimpin. Di sana juga dikatakan, kita berhasil menjadi pemimpin apabila kita dapat menghasilkan pemimpin baru yang bisa lebih baik dari kita dan yang berani mengkritisi kita.
Pemimpin yang baik adalah, pemimpin yang rela di pimpin oleh orang yang di pimpin sebelumnya, Musa adalah salah satu contoh yang mengalami hal tersebut. Alkitab juga mengajarkan kenapa ini penting untuk kepemimpinan. Pemimpin bekerja di dalam team, dan itu dinamakan leading acros, yang artinya tidak bekerja sendiri. Jadi tidak one man show, tidak sendirian, tidak berpusat pada diri, melainkan bersama-sama. Istilah leading in, leading down, leading acros ini diambil dari buku Max Well dan Alkitab juga mengajarkan ukuran-ukuran keberhasilan kita adalah apa yang di capai, manfaat dan dampak untuk Tuhan.
Kalau pemimpin tidak berubah, itu artinya dia juga tidak diberkati. Nah, apa yang perlu diubah? Tentunya ada banyak hal yang harus di ubah, tetapi yang paling utama adalah perilaku dan ini merupakan hal yang sangat sulit. Perilaku di sini mengarah pada, apakah kita meninggalkan hal-hal yang sangat kita sukai dan tidak berkenan dihadapan Tuhan? Tentunya secara daging, ini sangat sulit. Perilaku dapat berubah, jika visi dan misi kita mau diubah terlebih dahulu oleh Tuhan dan mau mencari kehendak Tuhan. Pemimpin juga harus mau mengubah pandangan tentang dirinya sendiri atau self images, bahwa kita itu berharga dimata Tuhan. Apalagi kalau kita sering gagal, sakit, lalu orang mengataka kalau kita kena kutukan, hingga akhirnya menyalahkan Tuhan, di sinilah cara pandang kita sebagai pemimpin sangat disoroti. Terutama pandangan kita tentang Tuhan, jangan lihat Tuhan sebagai sipir, tetapi lihatlah DIA sebagai sahabat, maka sudut pandang tentang hidup kita berubah. Peranan Roh Kudus sangatlah kita butuhkan untuk menghibur, mendidik, mengawal, dan membimbing, ketika kita menjadi seorang pemimpin. Kita harus menjadi manusia baru, tujuannya adalah kita tidak hanya tahu, tetapi juga kita rasakan di dalam setiap hal yang kita kerjakan.
Sebagai seorang pemimpin, kita harus punya visi yang kuat terlebih dahulu. Istilahnya adalah GPS (Global Postioning), yang kalau kita kemana menggunakan aplikasi tersebut. Dan Tuhan memberikan Alkitab, sebagai pedoman buat kita menuju visi tersebut, tetapi ketika dalam perjalanan, mendaki dll., kita tidak memakai GPS tersebut. Sering kali, kita tidak mampu menentukan arah, tapi tidak segera berseru kepada Tuhan dan beranggapan bahwa kita dapat menghadapinya sendiri. Kenapa Alkitab sangat kita butuhkan sebagai GPS kita? Karena, seperti yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, untuk mendidik orang dalam kebenaran." Jadi, kalau kita tidak akrab dengan Alkitab, kita tidak bisa diajar oleh Roh Kudus, tidak mau dikoreksi, tidak mau disempurnakan, dan tidak mau berjalan dalam kebenaran Firman-Nya. Selain itu, seperti yang tertulis dalam Ibrani 4:12, Firman Allah hidup dan kuat lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun, yang menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa, roh, sendi-sendi, dan sumsum. Salah satu hal yang penting yang harus di miliki seorang pemimpin adalah dapat memeriksa inner motivation, motivasi terdalam yang ada dalam diri kita. Kalau semua yang ingin dicapai tidak tercapai, tetapi setiap hari mendapat hal baru dari Alkitab, dan merasakan sentuhan Roh Kudus, itu merupakan hal luar biasa untuk disyukuri, karena itu merupakan relasi kita dengan Tuhan.
Seorang pemimpin harus leading up looking. Leading up di sini maksudnya, punya rasa aman. Rasa aman berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan demikian, kita dapat merasakan kasih karunia Tuhan. 1 Yohanes 2:5, siapa yang mengikuti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh ada sempurna kasih Allah. Dengan demikian kita tahu, kita ada di dalam Dia dan kita tidak berjalan sendiri. Salah satu persoalan terbesar dalam kehidupan seorang pemimpin, dia merasa semakin besar bebannya, semakin tidak ada orang yang mengerti dirinya, tidak ada tempat share beban, dan merasa kesepian, dan ini sangat berbahaya. Itulah sebabnya ada pemimpin yang jatuh kedalam relasi yang salah dengan orang lain, punya hobi yang salah, dan habit yang salah. Oleh karena itu, Alkitablah yang dapat menolong kita, Alkitab dapat memberikan arah, menjadi kompas, mendidik, menolong, membedah, dan membuat kita merasa aman dalam perjalanan kita.
Apa yang menjadi rintangan kita dalam membaca Alkitab?
Seperti yang kita ketahui orang kristen itu ada 4 macam, Yang satu tipe aktivis secara spiritual, yang satu mistis, yang satu afektif, dan yang satu lagi pemikir. Banyak orang sibuk melayani, aktif menolong orang yang susah, dan apa saja tindakan moral, semuanya dikerjakan, tetapi tidak merenungkan Alkitab. Dia berpikir kalau dengan melayani sudahlah cukup, padahal di dalam Alkitab ada banyak hal indah, yang Tuhan mau berikan, dan kita melewatkan itu semua. Alkitab itu bagaikan ATM, kita dikasih kartunya, tetapi kita tidak pernah menggunakan uangnya, karena kita melupakan password-nya. Kita bahkan lupa membawa kartu ATM tersebut ketika pergi ke bank karena terlalu sibuk. Yang kedua, sekarang ini kita lebih suka merenung sendiri dan berdiam daripada mendengarkan suara Tuhan. Inilah yang disebut sebagai kalangan spiritualitas mistis. Kemudian kita lebih suka mengalami sentuhan emosi dalam kebaktian atau PA dari pada sendiri, ini disebut spiritual afektif. Hanya menggunakan emosi saja dan tidak duduk mendengar suara Tuhan, dan berkomunikasi dengan Tuhan. Yang keempat adalah orang yang memiliki pola pikir yang sangat rumit mengenai Alkitab, atau biasa disebut sebagai "ecclesiastes". Dia selalu memikirkan, kenapa dia bilang begitu ya? kenapa? kenapa? dan kenapa? Dia berpikir kalau sebagai pemimpin, berhasil tidaknya memimpin karena lading down, dan bukan karena leading in. Dia merasa ketika dia bisa mengendalikan orang lain, maka dia dikatakan berhasil.
Tanpa kita sadari, keberhasilan sesungguhnya menjadi seorang pemimpin adalah tidaklah selalu berbicara apa yang kita inginkan dapat tercapai. Tidaklah demikian, contohnya, seorang pendeta dengan jemaat hanya 50, 60, atau 70, tetapi dia sangat bersyukur, banyak belajar Alkitab, merasakan sentuhan roh kudus, dan jemaatnya juga merasakan hal yang sama. Saat itulah, seorang pemimpin dapat dikatakan berhasil. Banyak orang sekarang ini, suka mendalami Alkitab bukan untuk mengubah diri atau supaya diubah Tuhan, tapi justru untuk doktrinalnya. Hingga akhirnya Alkitab tidak lagi dibaca, doktrinnya dipertahankan, dan cari ayat Alkitab yang cocok dengan doktrin. Inilah yang disebut dengan spiritualitas kognitif.
Download Audio: Mengapa Belajar Alkitab? Fondasi Kepemimpinan Kristen