Simbol Kepemimpinan yang Mulia
"Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28)
Dalam masyarakat ada banyak teori atau ukuran yang dituntut mengenai kepemimpinan. Seorang pemimpin harus begini, harus begitu, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Di kalangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ada sebelas asas kepemimpinan ABRI yang terkenal itu, seperti ambeg parama arta, waspada purba wasesa adalah simbol kepemimpinan wasesa, prasaja, satya, dll.. Ada asas kepemimpinan ajaran Ki Hajar Dewantara yang dimasukkan ke dalam sebelas asas kepemimpinan ABRI, yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (yang di depan memberi teladan/contoh, yang di tengah membangun prakarsa/semangat, dari belakang mendukung, Red.).
Di kalangan masyarakat Hindu, terkenal asas kepemimpinan yang disebut "hastha barata" atau delapan langkah persyaratan. Seorang pemimpin harus seperti matahari yang memberi daya tenaga kepada semua orang tanpa pilih kasih, seorang pemimpin harus seperti bulan purnama yang menyejukkan hati; simpatik; disayang oleh semua orang; yang ceria tidak pernah mengeluh; dsb., seorang pemimpin harus seperti samudra yang luas; yang momot (membawa, Red.); tidak pernah menolak tugas apa saja; semua ditampung dengan penuh kesabaran, seorang pemimpin harus seperti bumi yang menumbuhkan kesejahteraan bagi setiap orang yang mau mengolahnya; bersifat murah hati. Seorang pemimpin harus seperti bintang di langit..., begitu seterusnya.
Dalam Alkitab kriteria atau persyaratan seorang pemimpin yaitu seorang pemimpin hendaknya orang yang mau melayani, bukan justru minta dilayani, sebab melayani adalah simbol kepemimpinan yang mulia. Itulah ajaran Tuhan Yesus yang terdapat dalam Matius 20:28. Ajaran Tuhan itu lalu dijabarkan menjadi persyaratan yang amat luas dalam surat-surat para Rasul secara rinci dan detail. Apa yang tertulis dalam Sebelas asas kepemimpinan ABRI dan dalam Hastha Barata, serta asas-asas yang lainnya tercakup semua dalam Alkitab, hanya penggambarannya yang berbeda.
Jika kita pelajari secara teliti, semua asas atau persyaratan kepemimpinan dapat kita simpulkan ke dalam dua kata: "Keteladanan Melayani". Di sinilah letak perbedaan antara kepemimpinan Alkitab dan kepemimpinan dunia. Dalam Matius 20:25 Tuhan Yesus berfirman: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." Kepemimpinan dunia diselenggarakan berdasarkan kepentingan sang pemimpin sendiri, sedang kepemimpinan Tuhan Yesus dilaksanakan untuk kepentingan orang lain.
Ajaran Tuhan Yesus muncul sebagai jawaban atas keinginan dan permohonan ibu anak-anak Zebedeus, dan juga tentu menjadi keinginan kedua anaknya -- rasul Yohanes dan rasul Yakobus. Permohonannya -- hal ini juga diingini oleh setiap orang, sebenarnya merupakan cetusan ambisi yang ingin anaknya lebih maju dalam kehidupannya. Suatu usaha yang wajar. Tetapi karena status pemimpin itu diminati oleh orang banyak, keinginan atau usaha untuk merebut kursi kepemimpinan selalu mendapat tantangan dari orang lain. Keinginan Yohanes dan Yakobus mendapat tantangan, semua rasul lainnya menjadi marah (Matius 20:24).
Memang benar, kursi pemimpin di mana pun pasti menjadi rebutan orang. Pemilihan umum pada hakikatnya menjadi ajang perebutan kursi pemimpin bangsa. Sudah dicanangkan: berebut boleh, tetapi harus LUBER (langsung, umum, bebas, rahasia). Tetapi kita semua tahu, para kontestan tergoda menghalalkan segala cara untuk merebut kursi DPR. Siapa orangnya yang tidak mau menjadi pemimpin? Menduduki jabatan pimpinan berarti mendapat kehormatan, kepercayaan, fasilitas, kekuasaan, dan biasanya juga kekayaan. Kehormatan, kekuasaan dan kekayaan merupakan tiga serangkai godaan yang menggiurkan insan manusia di segala tempat dan zaman. Yohanes dan Yakobus tergoda, lalu berusaha dengan memohon langsung dan terjadilah keributan di antara rekan-rekannya.
Melihat suasana tegang dan meributkan itu, Tuhan Yesus tidak mencela permohonan Yohanes dan Yakobus dan juga tidak menyalahkan sepuluh rasul lainnya, tetapi memanggil mereka seperti seorang Bapak yang mengumpulkan anak-anaknya dan mengajarkan: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu." (Matius 23:11) Tidak salah jika orang ingin menjadi besar, ingin menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mau melayani. Dalam Kerajaan Kristus, menjadi pemimpin harus menjadi pelayan orang banyak. Diantara bangsa-bangsa di dunia, ada banyak contoh memimpin yang tidak melayani kecuali diri sendiri, seperti bekas Presiden Marcos, Idi Amin, Syah Iran, Hitler, dan lain-lain. Mereka ditumbangkan rakyat mereka karena mereka tidak mau menjadi pelayan bangsanya. Tuhan Yesus mengajarkan, seorang pemimpin haruslah pemimpin yang melayani. Kelihatannya sederhana sekali, tetapi tidak gampang menjadi pemimpin semacam itu, sebab harus berani tidak memiliki kekuasaan, tidak mendapat kehormatan, dan tidak memunyai kekayaan, meskipun sudah bekerja sekeras-kerasnya dengan sekuat tenaga. Bahkan ada kemungkinan, nyawanya menjadi taruhan demi keselamatan anak buahnya atau bangsanya yang dipimpin.
Ajaran Tuhan Yesus mengenai pemimpin yang melayani telah tersebar di seluruh dunia. Jutaan orang Kristen rela tidak menerima kekuasaan, tidak menerima kehormatan, dan kekayaan dalam melakukan tugas pekerjaan kepemimpinan. Melayani telah menjadi simbol kepemimpinan di segala bangsa. Hasil kerja seorang pemimpin yang mau melayani, mendatangkan kesejahteraan yang dapat dinikmati banyak orang yang dipimpinnya. Hanya saja, pola kepemimpinan yang melayani ini tidak diminati banyak orang. Pola kepemimpinan yang melayani adalah kepemimpinan yang mulia dan paling bernilai, karena kepemimpinan semacam ini yang memberikan keteladanan.
Selain dalam Matius 20:28, Yohanes 13:14, juga memberikan keteladanan perihal tentang kepemimpinan yang melayani. Tuhan Yesus memberikan keteladanan tidak hanya dalam kesucian hidup, kesetiaan akan tugas panggilan, ketekunan melaksanakan norma hidup atau hukum Taurat, tetapi juga dalam hal mengasihi dan melayani, bahkan sampai kepada memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang.
Tuhan mengajarkan, bahwa diri-Nya akan diolok-olok dan disalibkan sebagai korban tebusan. Tetapi saat itu, para murid belum mengerti arti dari perkataan Tuhan Yesus, meskipun sudah tiga kali Tuhan memberitahukan. Mereka mengira bahwa kedudukan yang tinggi dalam Kerajaan Surga (duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus) dapat dicapai tanpa penderitaan, karena Tuhan Yesus berkuasa mengatur tempat dalam Kerajaan itu. Mereka salah mengerti. Mereka menyangka penderitaan (melayani) dapat dielakkan. Oleh sebab itu, Tuhan Yesus menekankan supaya mereka mau menjadi hamba atau pelayan sesamanya. Siapa yang mau dan ingin menjadi pemimpin, mereka hendaknya memahami dan melaksanakan kepemimpinan yang melayani, yang berisi pengorbanan dan penebusan.
Pengertian kata "pemimpin" tidak hanya terbatas dalam arti orang yang menduduki jabatan seperti kepala, ketua, komandan, direktur, manajer, bupati, panglima, dan sebagainya. Arti kata pemimpin yaitu semua orang yang melakukan tugas pekerjaannya, dalam bidangnya masing-masing. Ada yang tinggi, besar, dan luas tugas kewajibannya, ada pula yang kecil terbatas. Semua orang pada dasarnya adalah pemimpin di lingkungannya sendiri; dalam tempat kerja, dalam rumah tangga, dalam kelompoknya. Tukang parkir mobil dan juru rawat, contohnya, sebenarnya seorang pemimpin. Seorang tukang parkir, semua orang yang mengendarai mobil yang akan parkir, dia hakim atau dosen, harus tunduk kepada petunjuk tukang parkir. Demikian pula setiap orang yang sakit di rumah sakit, entah dia presiden atau gubernur, dia harus tunduk dan patuh kepada juru rawat. Dengan pengertian demikian, maka sebenarnya kita semua memiliki sifat-sifat kepemimpinan pada umumnya, dan yang terutama kita wajib memiliki sifat kepemimpinan Kristen seperti Tuhan Yesus.
Setiap orang, siapa saja, akan merasa senang jika mendapat perlakuan atau pelayanan yang baik dari orang lain. Tetapi sesungguhnya dalam hati nurani kita, ada suara nyaring, kita lebih merasa bahagia kalau dapat berkorban dan melayani bagi orang lain (Kisah Para Rasul 20:35). Memberikan segelas air minum atau sebungkus nasi kepada pengemis, itu membahagiakan hati kita. Makin besar pelayanan dan pengorbanan kita, makin besar pula rasa bahagia yang dapat kita nikmati, apalagi kalau kita mungkin berpikir, siapa tahu Tuhan menjelma pada diri pengemis yang kita tolong itu -- tentu akan kita akan bahagia sekali.
Oleh sebab itu, ulurkan tangan dan langkahkan kaki untuk melayani sesama yang memerlukan pengorbanan dan bantuan kita. Itulah kewajiban kita -- para murid Kristus. Siapa yang mau melayani, dialah yang akan menduduki tempat-tempat terhormat dalam Kerajaan Allah.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | SABDA MULIA |
Edisi buletin | : | Nomor 303, Maret 2011 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Distributor | : | K.H. Soekamta |
Penerbit | : | BAKORDEP KLASIS SURAKARTA TIMUR |
Halaman | : | 49 -- 53 |