Pemimpin-Pemimpin Muda, Ciptakan atau Mati
Ini adalah panggilan untuk mempersenjatai.
Moto tersebut tidak muncul dengan mudah. Moto dunia terbaik telah ditanamkan terlepas dari limpahan ingatan dari kerja keras dan pengorbanan pribadi seseorang.
Pada ujung rintangan yang sangat besar dan situasi keputusasaan, para pemimpin menemukan cara untuk menelikung pihak lawan serta mengatasi musuh. Itulah yang membuat bertahan.Dan sekarang, budaya tengah berubah. Seiring kemajuan teknologi dan inovasi, dunia telah menjadi lebih kecil, mudah diakses, dan bebas. Karena terjebak di tengah-tengah barisan yang saling terhubung, anak-anak kita menghadapi sejumlah pilihan yang begitu berlimpah. Dunia merupakan pencampur ulung yang sangat besar, baik yang mudah maupun sukar, dan jalan masuk yang memberi anak-anak berbagai macam pilihan. Mereka dapat menjadi atau berpura-pura menjadi apa pun yang mereka suka, dan ada sejumlah besar orang yang tertarik yang memanggil mereka.
Memanggil mereka secara terus-menerus.
Godaan untuk memiliki sesuatu menyebabkan pemuda kita melihat ke berbagai tempat, ke mana saja, dan kadang-kadang tidak ada tempat untuk menemukan makna dan arah. Apa pun menjadi mungkin dan semuanya berharga. Tidak peduli apa yang anak-anak kita pilih, dunia baru ini akan memberi mereka akses untuk mendukung pilihan mereka, tidak peduli seberapa merusak atau sulitnya hal itu untuk dikendalikan. Mereka akan menemukan sedikit kecaman dan hal itu akan terjadi kepada mereka melalui posisi pluralistik yang memperkuat gagasan bahwa inklusi adalah "agama" baru. Masyarakat minoritas yang mengeluarkan gagasan bahwa ada "satu cara, satu kehidupan, satu solusi yang jelas" akan dianggap sebagai ketinggalan zaman, tidak toleran, dan eksklusif. Gereja sudah dicap seperti itu. Ini bukan Kabar Baik.
Kerohanian. Agama. Masyarakat. Semua hanya pilihan.
Kita harus menyadari bahwa kelompok, klub, dan komunitas pemuda, semua itu hanyalah pilihan bagi budaya; pilihan-pilihan yang bagi anak-anak kita sama sepelenya seperti memilih untuk berolahraga, makan dengan benar, bekerja keras, atau tidak bekerja sama sekali. Pilihan-pilihan di dalam samudra pilihan.
Hal-hal yang akan menyebabkan anak-anak untuk memilih sebuah pilihan, di antara berbagai pilihan, akan terjadi melalui penyesuaian. Mereka akan memilih penyesuaian dari suara teman-teman mereka, orang-orang yang mereka percaya, dan dari sesuatu yang luar biasa yang didiktekan oleh budaya. Jika Anda memerhatikan apa pun yang budaya komunikasikan saat ini, Anda akan melihat bahwa hal tersebut mengantarkan beberapa pesan mendasar.
Mengonsumsi. Menoleransi. Menguntungkan.
Anak-anak kita terhubung pada denyut nadi budaya konsumsi, toleransi, dan keserakahan. Mereka ingin terlihat menarik, terlihat sebagai penerima, dan kaya dalam semua aspek keuntungan. Kita semua mengetahui, sebagai orang dewasa, bahwa semua hal tersebut adalah jalan buntu yang dijalani dengan mengompromikan cara-cara yang membuat anak-anak kita merasa kosong dan tidak puas dengan diri dan tujuan mereka sendiri.
Injil.
Satu-satunya hal yang akan membuat perbedaan dan mengganggu kekosongan budaya ini tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus. Injil. Mengajak para siswa untuk membuat apa yang Yesus lakukan dalam karya salib berarti bagi mereka, sebagai harapan mereka satu-satunya dalam hidup akan makna dan penebusan, merupakan suatu panggilan yang berani dan meluas dalam lintasan saat ini. Seolah-olah kita belum berfokus kepada Yesus, sebagai jemaat, selama beberapa generasi, dan mereka telah berpindah ke dalam bahasa baru yang tidak lagi dapat kita suarakan. Meskipun itu tidak terjadi, dunia melihat pernyataan seperti Injil, sebagai mitologi.
Mitologi. Ya, itulah yang terburuk dari situasi kita.
Kita harus menanggung kesalahan sebagai pemimpin spiritual. Kita telah menggenggam metodologi lebih tinggi daripada kemampuan beradaptasi dengan berpegang pada bentuk dan praktik. Kekuatan kita telah menjadi kelemahan kita bagi dunia. Di tengah-tengah pertumbuhan yang cepat dan evolusi konstan, dunia melihat dari luar pada apa yang kita lakukan di dalamnya dan melihat tradisi kita sebagai hal yang kuno. Kita bertemu sebagai suku bangsa yang mengangkat pertemuan kita sebagai peninggalan yang memiliki margin sempit untuk seni dan kreativitas otonom.
Kita lupa bahwa gerejalah yang sebelumnya menuntun budaya. Spiritualitas mengekspresikan dirinya sendiri di setiap aspek seni, musik, dan kata di luar tembok, pada napas dari saudara-saudara kita yang berpindah ke luar bersama Yesus dalam rutinitas, panggilan, dan percakapan mereka. Nenek moyang kita tidak akan pernah membayangkan bahwa suku bangsa kita dapat menemukan kenyamanan dalam kehadiran, mengibaskan Injil dalam kehidupan mereka sama seperti ketika mereka menghilangkan sesuatu dari daftar tugas mereka. Saya dapat membayangkan bahwa Paulus sendiri akan berkata, "Berubahlah. Ciptakanlah gerakan, komunitas, praktik, arah, bentuk, dan jalur yang baru, atau matilah."
Misi memaksa percakapan dengan budaya.
Jika Anda tidak bertanya kepada diri sendiri, "Apa yang harus saya lakukan secara berbeda, bagaimana hal ini dapat menjadi penyesuaian mereka?" Anda berada dalam bahaya karena keluar dari misi. Misi bukanlah suatu kegiatan. Misi menempatkan gereja dalam budaya. Misi berusaha menciptakan ruang, tempat, dan percakapan seputar Yesus menjadi satu-satunya penyesuaian. Hal tersebut membawa sensibilitas dan fokus terhadap kebuntuan dari pemuasan, pembenaran manusia, dan keserakahan. Jika semua yang Anda tawarkan melayani dirinya sendiri, bagi tubuh jemaat, Anda sengaja atau tidak sengaja telah memilih untuk mengeluarkan budaya.
Lakukan pemeriksaan tentang seperti apakah komunitas Anda. Apakah Anda memperkuat dinding untuk melindungi peninggalan metode atas misi? Apakah Anda mengangkat praktik kuno yang memanggil anak-anak untuk tidak melakukan apa-apa? Apakah anak-anak sendiri bahkan menganggap Yesus sebagai penyesuai bagi hidup mereka untuk melawan ahli pencampur pilihan budaya? Dengan mengetahui bahwa Yesus adalah semacam itu, bagaimana kebenaran itu tidak mengoyak struktur pilihan yang dengannya anak-anak sedang dilayani?
Jika kita tidak memanfaatkan kreasi bentuk-bentuk dan praktik-praktik yang baru bagi iman kita, pelayanan pemuda akan mati. Atau lebih buruk lagi, hal itu tidak akan mati tetapi sebaliknya, memakan dirinya sendiri sebagai dialog internal untuk sisa-sisa peranakan dari sebuah monumen yang sekarat.
Ciptakanlah atau matilah. (t/N. Risanti)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Church Leaders |
Alamat URL | : | http://www.churchleaders.com/youth/youth-leaders-blogs/170201-youth-leaders-create-or-die.html |
Judul asli artikel | : | Youth Leaders, Create, or Die |
Penulis artikel | : | Chad Swanzy |
Tanggal akses | : | 8 Maret 2016 |
KUTIPAN
"Leadership is the art of getting someone else to do something that you want because he wants to do it." (Kepemimpinan adalah seni untuk meminta/membuat orang lain melakukan sesuatu yang Anda inginkan karena dia ingin melakukannya - Red.) - Dwight D.Eisenhower