Pantang Menyerah
"Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10)
Saat itu awal Juni 1940 di Gedung Parlemen Inggris. Perang Dunia pecah dan nasib Inggris tidak menentu. Dalam situasi genting tersebut, Winston Churchill berdiri berpidato kepada rakyatnya.
"Kabarnya, Hitler berencana menyerang Kepulauan Britania .... Kita akan memerangi mereka di pantai, kita akan memerangi mereka di mana mereka mendarat, kita akan memerangi mereka di medan perang dan di jalanan, kita akan memerangi mereka di bukit; kita tidak akan menyerah."
Saya mengagumi gambaran seorang pemimpin yang mau -- di tengah-tengah situasi yang buruk -- berdiri di hadapan pengikutnya dan membombong semangat mereka, memberi mereka kekuatan untuk terus berjuang. Saya rasa hal itu menjadi latar belakang yang baik untuk kita mempelajari kata-kata Paulus kepada jemaat dalam Efesus 6.
Paulus mengisi setengah Kitab Efesus untuk menyatakan dan menjelaskan kebenaran doktrin yang agung kepada jemaat di Efesus tersebut. Tulisannya memerkaya wawasan kita tentang berkat yang kita miliki dalam Kristus, karakter dan karya Yesus, serta identitas dan tanggung jawab baru kita sebagai pengikut-Nya. Penjelasannya adalah bagian dari dasar pemahaman kita atas semua yang terjadi saat Yesus mati bagi kita semua di kayu salib.
Setengah kitab selanjutnya, Paulus, selayaknya pengkhotbah yang baik, menguraikan beberapa langkah praktis dalam terang kitab yang mulia ini. Karya Yesus harus memampukan kita bersatu dengan orang-orang yang menyatakan nama-Nya. Karya Yesus akan mengubah tuturan dan penggunaan talenta spiritual kita. Karya Yesus akan menggerakkan kita ke arah hubungan yang memerlihatkan kasih tanpa syarat melalui ketaatann dan pengorbanan diri.
Namun, Paulus menutup kitab itu dengan peringatan sederhana. Jemaat di Efesus -- dan mereka yang mau mengikut Yesus pada masa kini -- ada dalam peperangan. "Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara" (Efesus 6:12). Sedang terjadi peperangan rohani yang besar dan mematikan, dan kita ada di tengah-tengahnya.
Peperangan rohani sering kali dapat dilihat dengan jelas oleh mereka yang melayani di negara-negara di mana rakyatnya ditekan dan sangat dipengaruhi oleh kuasa iblis. Di daerah semacam ini, peperangan rohani besar jelas terjadi.
Peperangan rohani besar itu sama nyata dan berbahayanya bagi mereka yang ada dalam lingkungan konflik yang tidak kentara. Serangan musuh mungkin saja melibatkan godaan ketamakan, keegoisan, sensualitas, atau gengsi dan kepuasan diri yang tak kentara. Namun demikian, kentara atau tidak, namanya tetap saja peperangan, dan kita harus mengatakan "kuatlah dalam Tuhan dan kuat kuasa-Nya" dan "melawan tipu muslihat Iblis" (Efesus 6:10-11).
Jadi, kita akan melawan serangan iblis pada kehidupan pernikahan kita. Kita akan melawan serangan iblis pada anak-anak kita. Kita akan melawan serangan iblis pada gereja kita. Kita akan melawan serangan iblis pada etika dan integritas. Karena Yesus Kristus telah memenangkan kita. Kita tidak akan pernah menyerah!
Refleksi
- Sudahkan Anda mengalami realitas peperangan rohani dalam usaha Anda untuk hidup bagi Tuhan?
- Apa peran doa dalam bertahan menghadapi musuh Kristus? (lihat Efesus 6:18)
- Senjata rohani yang Paulus gambarkan dalam Efesus 6 tidak asing bagi kita yang mengikut Yesus. Luangkan beberapa waktu untuk membacanya dengan sungguh-sungguh dan berdoalah agar Yesus mengingatkan Anda tentang pentingnya "persenjataan" yang mumpuni dalam berperang. (t/Dian)
Diterjemahkan dari: