Kesabaran
Salah satu karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen adalah kesabaran yang disertai iman. Untuk menjaga bagian dalam rumah tetap bersih, harus ada atap yang menahan debu, hujan, dan hembusan angin yang kencang masuk ke dalam rumah (Kel. 26:7; 35:11). Sama halnya dengan rumah, para pemimpin, dengan iman, melindungi mereka yang ada di bawah kepemimpinannya dari badai dosa. Untuk melakukannya, mereka harus masuk dalam berbagai penderitaan, seperti induk ayam yang akan melawan burung pemangsa untuk melindungi anak-anaknya.
Pentingnya Kesabaran
Ada tiga alasan utama mengapa seorang pemimpin memerlukan kesabaran. Pertama, banyak tanggung jawab, kegiatan yang memakan waktu, dan pekerjaan yang melelahkan, yang semuanya menuntut perhatiannya. Ia bertanggung jawab atas kesejahteraan rohani dan jasmani pengikutnya. Kita dapat melihat kecemasan Paulus untuk memenuhi tidak hanya kebutuhan rohani, namun juga kebutuhan jasmani, terutama kebutuhan jasmani kaum miskin: Yakobus, Kefas dan Yohanes ..., kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya (Gal. 2:9-10). Tuhan sendiri memberi makan mereka yang telah mendengar kabar keselamatan dengan roti yang mereka butuhkan, namun tak bisa mereka dapatkan (Mrk. 6:35-44; 8:1-10).
Banyaknya kegiatan yang memakan waktu itu berasal dari perhatian terhadap kondisi internal pengikutnya dan hubungannya dengan kondisi eksternalnya. Tak jarang, seorang pemimpin harus memikirkan hal-hal tersebut meskipun ia akan gelisah, karena dialah yang bertanggung jawab atas mereka.
Tugas kepemimpinan yang melelahkan, di antaranya adalah perjanjian bisnis, perjalanan bisnis, dan pekerjaan lain yang sering kali akan membuatnya sibuk sampai larut malam, yang menuntut banyak kesabaran. Musa, yang taat dan dekat dengan Tuhan, ingin melepaskan beban memimpin bangsa Israel karena ia merasa tidak mampu mengemban tugas tersebut (Ul. 1:12-13).
Kedua, seorang pemimpin juga membutuhkan kesabaran saat ia menemui sedikitnya hasil dari segala yang dikerjakannya. Karena meskipun ia berusaha sangat keras, ia tidak akan melihat pertumbuhan rohani yang berarti pada kehidupan pengikutnya. Ia mungkin mencoba berbagai hal dan akhirnya, setelah bekerja keras, beberapa pengikutnya mulai bertumbuh sedikit. Namun, banyak sekali rintangan yang mungkin menghalangi pertumbuhan rohani. Seorang pemimpin mungkin saja dicobai dengan keputusasaan karena tidak pernah melihat hasil dari kerja kerasnya; ia seperti petani yang menabur banyak benih, namun menuai sedikit panen (Hag. 1:6).
Sering kali, seorang pemimpin akan menemui peraturan yang dibuatnya diabaikan dan perintahnya tidak ditaati. Sering kali, ia akan menemui iblis menyelinap dalam pengikutnya dalam perwujudan yang nampaknya baik. Sesuatu hal sepertinya baik, jadi ia tidak dapat menuduhnya buruk, namun faktanya, sesuatu yang nampak baik itu menghancurkan apa yang baik dan membuka pintu bagi masuknya banyak hal buruk.
Contohnya, kerinduan yang tulus untuk menyelamatkan banyak jiwa bisa saja berujung pada penerimaan lebih banyak orang yang pada akhirnya malah tidak bisa ditangani dengan baik. Jumlah anggota yang terlalu banyak kemudian akan mengikis perhatian organisasi yang ada terhadap kemiskinan. Lebih banyak anggota berkeinginan menikmati hal-hal yang lebih daripada sekadar hidup yang sederhana. Dari itu, bermunculanlah bisnis-bisnis untuk mendapatkan lebih banyak kebutuhan hidup. Segera, organisasi itu akan mencoba metode yang tidak umum untuk menambah pundi-pundi uang dan menerima hadiah-hadiah yang sebenarnya melanggar aturan. Maka, kedamaian hidup yang taat menghilang, sementara standar religius organisasi terabaikan. Para pengikut mulai berjalan tanpa tujuan, memburu berbagai kebutuhan daging (Rm. 13:14). Mereka menjalin relasi yang melanggar aturan; mereka mencari hadiah dari mereka yang membutuhkan jasa mereka; mereka lebih suka bergaul dengan yang kaya. Mereka lalai melakukan tugas untuk menguatkan orang Kristen lain dan malah melakukan sesuatu demi kepentingan diri sendiri. Mereka memerkaya diri, membangun rumah mewah, namun tidak berusaha memerbaiki kesalahannya. Hal seperti itu menghancurkan kemuliaan Tuhan -- kemuliaan yang seharusnya ditinggikan oleh suatu organisasi melalui perbuatan kudus dan inspirasi yang mereka sebarkan di lingkungan mereka.
Hal yang sama terjadi saat seorang pemuda atau seorang pria yang karakternya belum benar-benar teruji, diberi tanggung jawab kepemimpinan, khotbah, dan konseling dalam suatu organisasi.
Singkatnya, banyak hal yang menurut manusia itu baik, dapat dilakukan, padahal hal itu menodai ketaatan kita kepada Tuhan. Beberapa anggota organisasi, yang menjadi bodoh dan tidak berhikmat tentang kehidupan rohani, bahkan mungkin menganggap bahwa segala kuasa kehidupan rohani terletak pada kemegahan penampilan luar. Karena itu, mereka melakukan sesuatu dengan menggebu-gebu, namun mengabaikan kebaikan dan masalah rohani yang sejati.
Hal-hal seperti itu akan membuat pemimpin yang taat menjadi sangat kecewa dan terluka. Karena ia tidak sanggup mengatasi semua masalah tersebut meskipun ia ingin melakukannya, ia membutuhkan kesabaran yang amat sangat. Nyala cintaku menghabiskan aku ... (Mzm. 119:139). Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku ... (Mzm. 69:9).
Ketiga, pemimpin membutuhkan kesabaran karena tidak adanya rasa terima kasih dari mereka yang ia layani dan pedulikan. Bawahannya jarang sekali puas dengannya; malahan, mereka akan selalu merasa tidak puas, karena mereka yakin bahwa ia mampu melakukan sesuatu yang berbeda dan lebih baik jika ia mau. Terkadang, seorang pemimpin menjadi bingung, tidak tahu apakah ia harus memenuhi tuntutan konstan pengikutnya dan apa pun yang mereka inginkan, atau teguh bertindak pada jalur yang ia yakini akan menghasilkan lebih banyak hal baik: Mana yang harus saya pilih, saya bingung. Saya terdesak di antara dua pilihan itu (Fil. 1:22-23).
Banyak hal yang dilakukan pemimpin dipelintir dan diinterpretasikan buruk oleh pengikutnya. Mereka menggerutu terhadap keputusannya, menuduhnya, mengungkapkan kesalahannya, dan mencari-cari kesalahan dari tindakannya yang tidak masuk akal bagi Tuhan dan bagi mereka sendiri. Hampir mustahil untuk menghindari fakta bahwa apa pun yang seseorang putuskan atau lakukan, pasti akan mengecewakan beberapa orang. Beberapa bahkan menentang pemimpinnya secara langsung atau melalui tulisan. Mereka mencemoohnya dan membujuk orang lain untuk menentangnya, atau mencari cara lain untuk mencegahnya melakukan tugasnya.
Perisai Kesabaran
Untuk bertahan menghadapi masalah di atas, seorang pemimpin memerlukan tiga perisai kesabaran. Pertama, ia harus tahu bagaimana meresponi pengikutnya dengan sopan, dewasa, dan baik, sehingga ia dapat menghentikan penentangan yang semakin memanas tanpa harus menunjukkan ketidaksabarannya melalui kata-kata dan ekspresinya -- bahkan tanpa mengembangkan cara pikir yang tidak sabar. Kesabarannya akan membuatnya semakin maju, dan akhirnya membuatnya menang atas mereka yang tidak memiliki kesabaran. Layaknya Gideon menjawab dengan sopan orang-orang Efraim yang mencelanya hingga amarah mereka reda (Hak. 8:1-3). Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah (Ams. 15:1). Lagipula, sebuah kakacauan tidak akan dapat diatasi dengan kekacauan, begitu juga sifat buruk tidak akan dapat diobati dengan sifat yang buruk.
Seorang pemimpin yang kehilangan kesabaran akan merusak kebaikan yang mungkin dapat ia capai. Ketidaksabaran memiliki beberapa dampak buruk. Ketidaksabaran membuat malu orang lain: Siapa cepat marah membesarkan kebodohan (Ams. 14:29). Ketidaksabaran membuat seseorang menjadi jahat terhadap pengikutnya dan orang-orang lain juga: Orang yang serong hatinya, akan dihina (Ams. 12:8).
Ketidaksabaran juga membuat orang lain menjadi mudah marah :Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan (Ams. 15:18). Ketidaksabaran membuat para pengikut takut untuk mengutarakan apa yang mereka butuhkan kepada pemimpin: Kesalkah engkau, bila orang mencoba berbicara kepadamu? (Ay. 4:2). Akibatnya, para pengikut dipenuhi dengan gerutuan dan benci: Siapa yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin (Ams. 11:29). "Angin" di sini maksudnya "persekongkolan". Pemimpin yang tidak sabar membuat takut pengikutnya. Lalu, tidak seorang pun yang berani mengingatkannya saat ada sesuatu yang salah: Ia seorang yang dursila, sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia (1 Sam. 25:17).
Kemudian, seorang pemimpin juga harus berusaha menjadi pendamai -- salah satu perisai kesabaran. Ia sebaiknya tidak membalas sakit hati yang ia terima, tidak membenci orang yang menyakiti hatinya, atau pun terburu-buru berusaha memulihkan sakit hatinya. Ia seharusnya senang akan hadirnya orang-orang yang tak tahu terima kasih, karena seorang pemimpin akan menguatkan mereka dan para pengikut yang lain dengan melakukan hal yang baik pada mereka. Karakter baiknya sendiri juga akan bertumbuh melalui orang-orang seperti itu, seperti yang dikatakan oleh Gembala Agung kita: Kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (Luk. 6:35).
Pemimpin sebaiknya tidak menghindari orang-orang seperti itu. Malahan, adalah tugas pemimpin untuk mengajar mereka sesuatu yang baik. Hal baik apa yang akan muncul jika ia tidak peduli dengan orang yang sangat membutuhkan bantuannya? Jika seorang dokter menghindari orang sakit, siapa yang akan menolong mereka? Jika seorang tentara mengelak untuk menyerang, bagaimana bisa ia menang? Jika seorang pengusaha menolak perjanjian bisnis yang menguntungkan, bagaimana ia bisa kaya? Itulah alasan mengapa banyak uskup, pendeta, dan pemuka agama menjadi orang yang suci -- panggilan tugas mereka memberi mereka kesempatan untuk melakukan banyak hal baik, melalui banyak penderitaan, dan memimpin orang lain menuju pada keilahian. Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah (1 Tim. 3:1).
Perisai kesabaran ketiga adalah ketekunan. Apa pun kesulitannya, pemimpin harus mau dan bersemangat melakukan apa pun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Kadang tugasnya sangat melelahkan, laju kemajuan pengikutnya lambat, banyak tuntutan yang muncul dari pengikut, dan banyak beban lain. Namun, semua rintangan itu dapat membawa suatu kebaikan. Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu! (2 Taw. 15:7). "Semangat" seorang pemimpin adalah kegigihan untuk menyelesaikan tugas dan kesabaran menanggung beban. Jika seorang pemimpin tidak menjadi lemah karena kemalasan dan ketidaksabaran, maka upah kekekalan mereka akan bertambah secara konstan.
Penderitaan yang dialami seorang pemimpin sebenarnya dapat membawa beberapa keuntungan. Jika keterbatasannya sebagai manusia membuatnya terjerat dalam tindakan dosa, penderitaannya akan membilas kesalahannya itu. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (Yak. 3:2). Saat ada banyak tugas yang harus dikerjakan, pasti banyak juga tugas yang terabaikan. Sebab itu, pemimpin harus dibilas saat itu terjadi sehingga ia tidak perlu dihukum kelak. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia (2 Sam. 7:14).
Penderitaan juga melindungi seseorang dari gelombang kesombongan, yang lebih mudah menyerang orang yang memiliki kekuasaan. Jabatan tinggi, besarnya kebebasan, dan kepuasan melakukan hal baik dapat dengan mudah membuatnya sombong. Namun kuk penderitaan menundukkan kesombongan sehingga menjaga kepala kita masuk dalam jurang tinggi hati (Ay. 33:16-19).
Keselamatan dan pertumbuhan rohani seorang pemimpin yang baik dilindungi oleh penderitaan; tanpa penderitaan, kesuksesan akan mengangkatnya dalam angin kesombongan. Daud, kesayangan Allah, sangat sederhana dan bersunguh-sungguh saat ia didera berbagai masalah: Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu (Mzm. 119:71). Namun saat ia makmur, ia jatuh dalam dosa.
Kesucian seorang pemimpin meningkat melalui kebaikan yang ia lakukan dan penderitaan yang ia alami. Adalah mulia untuk melakukan sesuatu yang bajik dan menginspirasi orang lain melakukan hal yang baik. Penderitaan akan menuju pada sebuah kemuliaan yang agung, seperti emas menjadi lebih indah dan berharga setelah dibakar.
Faktanya, pertumbuhan rohani sering kali terjadi meski seseorang tidak merasakan pertumbuhan itu, dan seseorang dikuatkan saat nampaknya ia mulai lemah (Mrk. 4:26-27).
Bukanlah hal yang mengherankan jika tidak semua upaya pemimpin memberikan kebaikan bagi semua orang; bahkan Allah, yang berkarya dalam semua manusia, tidak berhasil menyelamatkan semua manusia. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Tidak semua benih yang ditabur itu berbuah, dan mereka yang menggali untuk mencari sesuatu yang berharga akan mengobrak-abrik bidang tanah yang luas untuk mencari sedikit emas dan perak. Pengaruh seorang pemimpin yang baik dapat diukur melalui jumlah hal buruk yang akan menimpa para pengikutnya jika ia tak bersama mereka. Kepemimpinan seperti terang; absennya sebuah kepemimpinan adalah mimpi buruk.
Hal itu seharusnya mendorong seorang pemimpin untuk bertahan di bawah segala tekanan, karena ia melayani Tuhan dengan penuh iman saat ia memimpin orang-orang yang mengikutnya, baik yang maju, sedikit maju, atau pun yang tidak maju sama sekali dalam hidupnya. Masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri, dan hanya Allah yang memberi pertumbuhan (1 Kor. 3:8,7). Layaknya benda yang harganya semakin tinggi, semakin sulit benda itu didapat, demikian juga petani yang menanam di atas tanah yang mandul dan berbatu, mendapat sedikit panen, namun sering kali dapat meminta harga yang lebih tinggi. Seorang guru juga, bekerja lebih keras saat menangani seorang murid yang tidak mau belajar daripada yang mau belajar, dan seterusnya, bagi Hakim yang Mahaadil, usahanyalah yang lebih berharga. (t/Dian)
Diterjemahkan dari: