Mari Mengurangi Drama -- dan Berpegang Teguh pada Yesus
Ulasan: 'Letters of John Newton' oleh John Newton
Ketika seorang rekan pendeta muncul pada sebuah pertemuan musim panas ini mengenakan T-shirt dengan tulisan "Tidak ada lagi drama," saya tertawa terbahak-bahak. Rasanya seperti begitu banyak slogan pendeta pada tahun 2021, sehubungan dengan pandemi global: tolong, mari kita kurangi dramanya.
Saya suka menggembalakan. Untuk membantu orang menjadi beriman, bertumbuh dalam karakter, dan menghadapi penderitaan nyata tidak pernah gagal untuk membangun saya.
Namun, drama -- memperhatikan siapa yang tidak menyapa siapa, melihat pendeta melalui luka orang tua seseorang, menuduh gereja "berubah" selama pandemi -- menurut saya itu tidak ada manfaatnya. Saya tidak pernah berpikir untuk meninggalkan penggembalaan sebelumnya. Tahun ini, pemikiran itu muncul.
Akan tetapi, Tuhan baik dan mengirimkan bantuan tepat pada waktunya: melalui serangkaian keadaan, saya menemukan salinan lama Surat John Newton. Seorang pedagang budak yang bertobat, komposer himne "Amazing Grace," dan seorang pemimpin evangelis Anglikan pada akhir abad ke-18, Newton adalah orang yang sangat berpengalaman. Dia sangat mengasihi Allah karena dia telah banyak berbuat dosa. Karenanya, dia dapat menerapkan Injil dalam kehidupan dengan ketangkasan dan kedalaman.
Sekolah Kekecewaan
Surat-suratnya menjawab banyak pertanyaan yang diajukan oleh korespondennya, di antaranya adalah bagaimana bertumbuh dalam karakter, apa yang dimaksud dengan panggilan pelayanan, dan bagaimana mengenali ketika kita terkena masalah akibat kesalahan yang kita perbuat. Saya secara khusus dikejutkan oleh salah satu temanya yang diulang-ulang: keuntungan dari penderitaan. "Memang wajar bagi kita untuk berharap dan merencanakan," tulis Newton kepada salah satu korespondennya, sebelum menambahkan, "dan adalah belas kasihan Tuhan untuk menggagalkan rencana kita dan menghalangi keinginan kita" (187).
Enam bulan yang lalu, saya bersemangat dengan kondisi yang kelihatannya sebagai akhir dari pandemi dan berusaha mempersiapkan gereja kami untuk masa katakesaksian dan pembaruan. Akan tetapi, ketika COVID menjadi berlarut-larut dan beberapa pemimpin kami menyerah secara emosional dan spiritual, saya merasakan beratnya melakukan pendekatan reaktif daripada proaktif, mencegah kerugian lebih lanjut, dan membangkitkan semangat jemaat -- termasuk semangat saya sendiri.
Newton membantu saya untuk menerima musim itu, mendefinisikan kembali tujuan saya, dan melihat berkat dari menghabiskan waktu yang lama di "sekolah kekecewaan":
... kekudusan kita tidak terdiri dari pencapaian-pencapaian besar, tetapi dalam keinginan-keinginan rohani, dalam rasa lapar, haus, dan duka; dalam kerendahan hati, kemiskinan dalam roh, ketaatan, kelembutan; dalam pikiran mengagumi Yesus yang penuh kasih, dan ketergantungan pada-Nya saja untuk semua yang kita inginkan. (176)
Allah sering mendewasakan pemimpin dan komunitas dengan mengirim mereka ke padang gurun. Orang Israel mengembara di padang gurun; Daud bersembunyi di gua; Yesus berpuasa di padang gurun; Paulus menghabiskan waktu bertahun-tahun di Arab. Itu sulit. Kita ingin menghindarinya. Akan tetapi, di mana Israel menerima hukum, di situlah para pemimpin menumbuhkan karakter mereka, dan orang-orang Kristen mengembangkan apa yang disebut Newton sebagai "keadaan kebiasaan persekutuan yang nyata dengan-Nya" (31):
Hati yang hancur dan menyesal menyenangkan Tuhan yang telah berjanji untuk tinggal bersama mereka yang mengalaminya; dan pengalaman menunjukkan, bahwa kenikmatan semua anugerah kita sebanding dengan rasa rendah hati yang kita miliki tentang keburukan sifat kita. (134)
Newton sering mengajak korespondennya untuk memercayai Allah, taat pada kehendak-Nya, dan menemukan kepuasan di hadapan-Nya. Ketidaknyamanan seharusnya sudah diperkirakan, karena kita sedang dalam perjalanan, dan dunia ini bukan rumah kita.
Ini mungkin terdengar seperti nasihat yang mudah disampaikan, tetapi tulisan Newton memiliki bobot. Dia adalah seorang pria yang ditempa oleh penderitaan, dosa, dan anugerah Allah yang luar biasa. Saya dapat melihat mengapa William Wilberforce "sangat tersentuh" ketika dia bertemu Newton kala menghadapi kesedihan dan mencari nasihatnya mengenai kehidupan kontemplatif atau karier dalam politik. "Dia menghibur saya dan (saya) jauh lebih bahagia," tulis Wilberforce tentang pertemuan itu, dan dia berupaya untuk menghapuskan perdagangan budak yang telah mempekerjakan Newton saat muda.
Semangat untuk Pendeta
Meskipun ditulis berabad-abad yang lalu, surat-surat Newton memiliki kemampuan yang sama untuk memengaruhi hati saya. Dia tidak melihat teologi dan kehidupan sehari-hari sebagai bidang yang terpisah, tetapi mendorong orang untuk membiarkan doktrin mereka mengatasi ketakutan dan keinginan mereka:
Keagungan, karya, darah, kebenaran, kesetiaan, dan belas kasihan dari Penebus, yang di dalamnya (orang Kristen) mendapatkan ketenangan, percaya, dan hidup, untuk kebijaksanaan, kebenaran, pengudusan, dan penebusan, cukup untuk semua keinginan dan harapannya, menyediakan jawaban untuk setiap keraguan, dan memberinya kepercayaan yang tidak kurang pada Allah, daripada jika dia tidak berdosa seperti malaikat: karena dia melihat, bahwa meskipun dosa berlimpah di dalam dia, kasih karunia jauh lebih berlimpah di dalam Yesus. (154)
Ketika saya menemukan bagian ini, saya menggarisbawahi dan membacanya kembali perlahan-lahan, sampai keraguan saya dijawab oleh Injil. Apakah pekerjaan pelayanan akhir-akhir ini terasa rendah? Keagungan Yesus tak tertandingi -- dan Dia menyingsingkan lengan baju-Nya. Apakah orang-orang mundur dari komitmen dan persahabatan tahun ini? Yesus tetap setia. Apakah kegelisahan jiwa telah menguasai saya? Yesus mengundang saya untuk meletakkan beban saya, mendapatkan ketenangan, dan percaya kepada-Nya.
Meskipun saya lelah dengan musim yang sulit, Newton membantu mengobarkan kembali kasih saya kepada Allah dan jemaat. Surat-suratnya sering mendorong saya untuk berhenti membaca dan berdoa. Itu adalah saat-saat manis, yang membuat saya benar-benar "menemukan Dia, dalam segala situasi, (Dia adalah) matahari, perisai, dan upah yang sangat besar" (143).
Demikian pula, drama anggota gereja saya, yang sering membangkitkan drama di hati saya, ditempatkan dalam perspektif yang tepat oleh bagian-bagian seperti ini, di mana Newton berduka atas kematian salah satu jemaatnya:
Saya telah kehilangan satu lagi dari jemaat saya, seorang ibu di Israel kami; seseorang yang memiliki banyak pengalaman, anugerah, kebijaksanaan, dan kegunaan yang luar biasa. Dia berjalan dengan Allah selama empat puluh tahun: dia adalah salah satu orang miskin Tuhan; tetapi kemiskinannya layak, disucikan, dan terhormat. Dia hidup dihormati, dan kematiannya dianggap sebagai kerugian publik. Ini adalah kerugian besar bagi saya: Saya akan kehilangan nasihat dan teladannya, yang dengannya saya sering kali diteguhkan dan dijiwai. Namun, Yesus masih hidup. Kata-kata terakhirnya di ambang kematian adalah, "Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku." (143)
Dalam teladan Newton, saya menemukan kembali keindahan menjadi seorang pendeta bagi orang lain. Saya senang dengan kehidupan sebagai pendeta, senang dengan pelayanan sebagai pendeta, dan senang karena terlibat dalam pekerjaan ini, bahkan jika itu kadang-kadang menguras tenaga saya. Saya miskin dalam roh. Saya diberkati. Yesus adalah upah saya. Dan, untuk membantu orang menemukan pelipur lara dalam dirinya adalah upah tambahan -- membantu mempelai wanita bersiap-siap untuk Mempelai Prianya. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://thegospelcoalition.org/reviews/letters-john-newton/ |
Judul asli artikel | : | Let's Tone Down the Drama -- and Cling to Jesus |
Penulis artikel | : | Rene Breuel |