Kepemimpinan Kristen dan Pengaruhnya di Abad XXI (Bagian I)
Pendahuluan
Abad XXI atau milenium III ini telah merekah dan sedang kita jalani. Suatu kecenderungan atau tren yang dapat diprediksi bahwa abad ini ditandai dengan mekanisme kehidupan global yang kompleks yang berujung pada tantangan yang semakin kompleks pula. Gereja sebagai Societies Deo (Umat Tuhan, Red) di tengah masyarakat makro diperhadapkan dengan tantangan tersendiri yang khas dengan beragam masalah yang ditimbulkannya pula. Menyikapi kondisi ini, sungguh bijak apabila kita merenungkan kata-kata hikmat Martin Luther yang mengatakan, "Kita tidak dapat melarang burung-burung beterbangan di atas kepala kita, tetapi kita dapat menghalau mereka jika ada yang mau membuat sarang di atas kepala kita." Dari perspektif ini, dapatlah dikatakan bahwa kita tidak dapat menghalangi tantangan atau sumber tantangan yang mengadang kita, tetapi kita dapat dan perlu mengambil sikap untuk menghadapi serta memberi jawaban terhadap setiap tantangan yang ada.
Memanfaatkan momentum perhelatan dalam kancah sejarah abad XXI ini, di depan kita terlihat jelas tanggung jawab kepemimpinan dan tantangan yang harus diemban di abad ini. Kita perlu mengajukan suatu pertanyaan realistis, "Dapatkah para pemimpin Kristen melaksanakan tanggung jawab kepemimpinannya sedemikian rupa sebagai "garam dan terang" dunia yang dapat menggarami dan menerangi dunia dengan pengaruh serta nilai positif?" Pertanyaan yang diajukan ini menyodorkan kepada kita tantangan sekaligus tanggung jawab untuk memberikan jawaban yang tuntas sebagai pertanggungjawaban iman kepada Allah yang menempatkan kita ke dalam dunia sebagai komunitas iman.
Mengamati dari sudut pandang atau perspektif kemanusiaan, kondisi gereja yang sering disebut minoritas dan semakin terpuruk akibat tantangan dalam konteks kehidupannya, orang boleh saja bersikap pesimistis dan berbicara dengan nada miris. Akan tetapi, dilihat dari sudut pandang Allah, dapat dipastikan bahwa tantangan kepada gereja yang harus disambut sebagai "critical testing of faith" (ujian kritis terhadap iman, Red) yang menuntun kita kepada kenyataan bahwa gereja akhirnya menemukan dan membuktikan dirinya sebagai "Victorius Church" (Gereja yang Menang, Red). Dengan demikian, bagi kita ada optimisme untuk mengatakan bahwa gereja dan kepemimpinan Kristen dapat mewujudkan pengaruhnya sebagai garam dan terang bagi dunia ini. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa oleh rahmat Allah, kita yakin bahwa pemimpin atau kepemimpinan Kristen dapat mengungguli tantangan di abad XXI ini dengan membawa pengaruh positif, karena didasarkan atas kebenaran: Pertama, pemimpin Kristen terpanggil oleh Allah dengan integritas kepemimpinan yang lengkap untuk memimpin. Kedua, pemimpin Kristen diteguhkan oleh Allah dengan kapasitas kepemimpinan yang tangguh untuk memimpin. Ketiga, pemimpin Kristen dijamin oleh Allah dengan kapabilitas kepemimpinan yang penuh untuk memimpin.
Pemimpin Kristen Terpanggil oleh Allah dengan Integritas Kepemimpinan yang Lengkap untuk Memimpin
Kepemimpinan Kristen didasarkan pada sikap pesimistis yang mendasar, yaitu Allah yang oleh kehendak-Nya berdaulat telah menetapkan dan memilih setiap pemimpin Kristen pada pelayanan untuk memimpin. Pesimisme ini ditegaskan oleh J. Robert Clinton yang mengatakan, "Pemimpin Kristen ialah seseorang yang dipanggil Allah sebagai pemimpin, yang ditandai dengan kapasitas memimpin, tanggung jawab pemberian Allah untuk memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja), untuk mencapai tujuan-Nya bagi dan melalui kelompok ini" (Clinton 1989:36).
Apa yang diungkapkan oleh Clinton di atas memiliki beberapa implikasi penting yang harus dicermati, antara lain: Pertama, panggilan Allah kepada seseorang untuk menjadi pemimpin adalah bersifat mutlak (Yohanes 3:27), bahwa panggilan Allah merupakan dasar kepemimpinan seorang pemimpin. Karena Allah memanggil, maka mereka yang terpanggil menemukan diri mereka terpanggil pada tugas kepemimpinan. Panggilan Allah ini adalah panggilan khusus, Ia oleh rahmat-Nya memanggil seseorang menjadi pemimpin, yang diawali dengan panggilan (Band. Yohanes 15:16; 10:28, 29; Roma 12:8; Efesus 4:11-16; Keluaran 18:17-21; dan Kisah Para Rasul 6:1-7).
Panggilan Allah sebagai bagian dari karya penyelamatan-Nya yang membebaskan manusia dari dosa, adalah dasar bagi integritas diri seorang pemimpin Kristen. Seorang pemimpin Kristen disebut baik, setia jujur, rajin, tahan uji, memunyai mental, bermoral, berakhlak, terpuji, dan sebagainya bukan karena ia memang baik, tetapi karena ia adalah orang berdosa yang telah ditebus oleh Kristus. Kenyataan inilah yang menyebabkan penulis menegaskan dalam tulisan "Kepemimpinan yang Dinamis" bahwa "positive attitude atau positive thinking" (sikap atau pikiran positif, Red) tidak dimiliki oleh seseorang dengan sendirinya. Seorang berdosa menjadi positif, karena ia telah ditebus oleh Kristus dari dosa dan telah diampuni, di mana pertobatan adalah wahana yang memungkinkan ia mengalami pengampunan dari Allah yang menjadikannya manusia baru dengan hidup dan sikap serta pengalaman yang positif (2 Korintus 5:17; Efesus 2:6-11; 1 Yohanes 1:9). Panggilan untuk masuk dalam karya penyelamatan Allah memberi dasar bagi integritas dan kredibilitas diri seorang pemimpin. Dengan integritas dan kredibilitas yang tinggi, maka hidup rohani, etis, dan moral pemimpin akan menunjukkan karakter yang agung. Ia dapat disebut sebagai figur yang memimpin seperti Kristus -- seorang pemimpin yang memiliki kehidupan yang menempatkan Kristus sebagai pusat dan di atas segala-galanya seperti yang telah disinggung di atas, yaitu pemimpin yang memahami hakikat dan tanggung jawabnya sebagai landasan untuk berkiprah dalam kepemimpinan Kristen.
Kedua, panggilan Allah terhadap pemimpin ini merupakan dasar kekuatan rohani pemimpin. Kekuatan rohani ini merupakan dinamisator demi terwujudnya integritas dan kredibilitas dirinya sebagai pemimpin Kristen. Dalam perspektif Ibrani 13:7, 17, pemimpin seperti ini adalah pemimpin model (pemimpin teladan, Red) dan pemimpin bertanggung jawab yang dapat dijadikan panutan karena ia dengan rendah hati menghidupi dan mempertahankan iman yang murni dan melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan penuh tanggung jawab. Sebagai pemimpin, ia dianggap kompeten dalam bidang hidup rohani, karena kuasa penebusan Kristus oleh Roh Kudus yang berkarya di dalam dirinya, dan dinamika rohani yang mendewasakan dan menjadikannya sebagai pemimpin rohani yang andal. Pada sisi lain, sebagai pemimpin bertanggung jawab, ia akan terbukti kompeten dengan kinerja yang membawa kebaikan bagi semua pihak dalam kepemimpinannya.
Merujuk pada kebenaran yang disinggung di atas, dapat ditegaskan di sini bahwa dengan integritas dan kredibilitas diri yang tinggi dari seorang pemimpin, ia dapat mencerminkan kehidupan berakhlak dan bermoral tinggi yang bermuara pada karakter yang tinggi pula. Karakter rohani seperti ini memiliki aroma yang kuat, sehingga dalam hubungan sosialnya dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan etika dan moral umat Allah dengan pengaruh yang positif. Dengan demikian, pemimpin Kristen yang memiliki integritas seperti ini akan menemukan bahwa dalam kinerja kepemimpinannya oleh rahmat Allah ia dapat mewujudkan pengaruh positif yang akan meneguhkan orang-orang yang dipimpinnya dengan kehidupan etis dan moral yang bertanggung jawab, sehingga ia disebut kredibel. Pada sisi lain, ia dan orang-orang Kristen yang dipimpinnya dapat menjadi sumber pengaman yang dengan kekuatan positif dapat melebarkan pengaruh yang mengalahkan tantangan etis dan moral yang merongrong serta merusak kehidupan bangsa.
Audio Kepemimpinan Kristen dan Pengaruhnya pada Abad XXI (Bagian I)
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul Jurnal | : | PELITA ZAMAN, Volume 16, Nomor 2 (Mei 2001) |
Penulis | : | Yakob Tomatala |
Penerbit | : | Yayasan Pengembangan Pelayanan Kristen Pelita Zaman, Bandung, 2001 |
Halaman | : | 10 -- 12 |