5 Cara Agar Tidak Menjadi Pemimpin yang Korup
Kekuasaan itu merusak dan kekuasaan mutlak merusak secara mutlak juga. Saya mendengar pepatah ini dari usia yang cukup muda, dan belajar bahwa kekuasaan dan keangkuhan yang menyertainya terutama menjadi penyebab kejatuhan para pemimpin.
Sekarang, setelah 28 tahun berkecimpung dalam pelayanan Kristen, dengan pengalaman 10 tahun sebagai pendeta senior di sebuah gereja besar, saya mengerti bahwa dinamika alami kepemimpinan menggoda kita untuk melakukan banyak hal buruk lainnya juga. Saya membahas tema-tema ini secara lebih lengkap dalam artikel saya "Facing and Fighting the Corrupting Power of Leadership" ("Menghadapi dan Memerangi Kuasa Kepemimpinan yang Merusak").
Empat Bahaya
Ada apa dengan kepemimpinan yang tampaknya mendorong kita untuk melayani berhala seperti kekuasaan, kenyamanan, dan kendali? Selain godaan yang berasal dari kepemimpinan, efeknya yang melelahkan dapat membuat kita semakin rentan terhadap korupsi setidaknya karena empat alasan.
- Otoritas itu memabukkan atau mengacaukan.
- Tanggung jawab itu melelahkan.
- Ketidaksetujuan itu mengintimidasi dan persetujuan itu memikat.
- Kompleksitas itu membingungkan.
Dan kita bisa menghadapi semua ini pada waktu yang sama -- bahkan dalam keputusan yang sama. Bagaimana kita terhindar dari korupsi ini? Akuntabilitas telah lama menjadi perlindungan utama kita, tetapi mari kita jujur: bahkan perlindungan yang paling komprehensif pun hanya berfungsi jika kita tidak berbohong.
Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk membantu kita berdiri teguh di tengah potensi kepemimpinan yang merusak? Menurut pengalaman saya, berikut ini adalah elemen-elemen penting dari pertahanan yang kuat terhadap korupsi dalam kepemimpinan.
Lima Pertahanan
1. Pertimbangkan karakter rohani sebagai kualifikasi untuk kepemimpinan.
Yakobus 3:1 cukup eksplisit: tidak setiap orang percaya harus menjadi guru atau pemimpin. Menilai kualifikasi alkitabiah seseorang untuk kepemimpinan termasuk tidak mempromosikan seseorang ke dalam kepemimpinan (termasuk Anda sendiri) yang belum memiliki karakter rohani untuk menahan tekanan dan godaan dari peranan tersebut.
2. Tekankan pengudusan lebih daripada pengembangan kepemimpinan.
Sewaktu saya di seminari, kami berbondong-bondong menghadiri konferensi kepemimpinan dan disuruh untuk selalu membaca setidaknya satu buku kepemimpinan. Buku-buku ini bermanfaat -- mungkin untuk 2.000 halaman pertama.
Sementara itu, Kitab Suci, bapak-bapak gereja, dan orang-orang seperti John Owen dan John Wesley menghadapkan saya dengan ide-ide seperti penyesalan atas dosa dan kekudusan yang melampaui pengudusan posisional (tindakan satu kali Roh Kudus dalam hati orang-orang yang tidak percaya yang telah Allah pilih untuk menerima keselamatan - Red.) yang akrab bagi saya dari latar belakang Reformed saya.
Saya mulai menyadari bahwa saya tidak dapat membiarkan ketakutan saya akan pembenaran diri menghalangi saya dari pengejaran akan kebenaran yang sejati. Hanya kesalehan yang dapat melawan kedagingan dan bujukan kepemimpinan yang terus-menerus merusak (Mat. 5:6; 1Tim. 4:8).
3. Atasi luka yang mendasar.
Allah menetapkan untuk menjadikan manusia kompleks secara emosional. Masalah klinis yang sering berakar pada luka yang mendasar mempersulit pertumbuhan dan membingungkan peziarah Kristen. Luka jiwa kita yang terabaikan dapat menciptakan tempat persembunyian bagi kedagingan yang dibiarkan atau diabaikan oleh kesadaran kita. Jika gereja ingin dipimpin dengan baik, kita harus membantu orang mengatasi luka-luka ini dengan cara yang setia kepada Injil.
Ini bisa berupa mencurahkan dana pribadi atau gereja untuk memastikan para pemimpin dan staf pelayanan menerima bantuan yang mereka butuhkan untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan penolakan, trauma, pelecehan seksual, disfungsi keluarga, depresi yang belum terungkap, sistem kecemasan yang intens, dan sebagainya. Berinvestasilah dalam hal ini sebelum mereka melakukan sesuatu yang memecah belah gereja atau menjadi topik pembicaraan. Ini juga berarti mencari dan mendukung konselor dan pembimbing rohani yang berkualitas tinggi -- dan tidak mengeluh dengan biaya yang mereka tetapkan.
4. Bersiaplah untuk melepaskannya.
Banyak yang mengatakan bahwa jika Anda tidak bisa meninggalkan negosiasi, Anda sudah kalah. Demikian pula, jika Anda tidak dapat mengambil risiko kehilangan posisi kepemimpinan Anda untuk menjaga integritas penatalayanan Anda, Anda tidak bebas.
Jika tiba saatnya ketika memberi makan dan melindungi domba-domba Allah di bawah bimbingan kita berarti kehilangan posisi kepemimpinan kita, digulingkan dan ditolak adalah hal yang mulia dan diberkati. Siap (secara emosional dan praktis) untuk melepaskan posisi kepemimpinan Anda akan menghasilkan kebebasan dan semangat mulia yang membuat seseorang puas untuk entah "mengabdi dalam kehormatan atau lengser," seperti yang ditulis oleh John Chrysostom dalam "On the Priesthood" -- sebuah perlindungan yang tak ternilai terhadap godaan dan penyalahgunaan.
5. Terapkanlah belas kasih dengan waspada.
Semakin kita memahami tentang beratnya beban yang diemban oleh para pemimpin, pengaruh merusak yang mereka hadapi, dan bujukan intens yang endemik untuk pekerjaan ini, semakin kita akan waspada dan mendukung, berinvestasi dalam akuntabilitas dan peremajaan.
Gereja kami memprioritaskan untuk berinvestasi dalam kesehatan para pemimpin gereja lain dalam komunitas kami juga. Contohnya termasuk membayar biaya pemandu untuk perjalanan memancing para pendeta dan mensponsori retret pastoral untuk Dewan Gereja Afrika Amerika setempat. Orang tua saya (dan keluarga) juga mendukung saya ketika saya pergi selama delapan hari untuk berburu rusa, karena mereka tahu saya pulang sebagai orang yang sama sekali berbeda, lebih baik daripada ketika saya pergi.
Siapa dan Bagaimana
Jika Anda membaca ini, mungkin Anda merasa frustrasi dengan diri sendiri atau para pemimpin di sekitar Anda. Pada masa ketika kita dikecewakan oleh informasi tentang seorang pemimpin yang jatuh dan setelah itu berturut-turut pemimpin-pemimpin yang lainnya, kita mungkin bertanya pada diri sendiri, "siapa yang akan menyelamatkan saya dari tubuh maut ini?" (Rm. 7:24, AYT).
Saya tidak menentang akuntabilitas, pelatihan kepemimpinan, atau promosi pemimpin muda. Sebaliknya, saya mengajak kita untuk mengembalikan pengudusan ke tempat yang seharusnya sebagai satu-satunya harapan akan pertumbuhan kita yang sejati, bersama dengan pengingat bahwa Kristus yang disalibkan dan bangkit adalah jawaban atas pertanyaan SIAPA dan BAGAIMANA.
Yesus adalah satu-satunya pemimpin yang tidak korup dalam sejarah gereja-Nya, dan melalui Roh-Nya itulah -- yang bekerja di tempat-tempat keluhan yang terlalu dalam untuk kita pahami, berseru kepada Allah agar kuasa-Nya menjadikan kita serupa dengan Anak-Nya -- kita pada akhirnya bertumbuh ke dalam kemuliaan.
Memahami bagaimana kepemimpinan meruntuhkan kita harusnya memberi kita urgensi baru dalam kewaspadaan kita atas hati kita, dan belas kasih yang mendukung bagi mereka yang kita kuatkan. Janganlah kita meremehkan janji yang kurang dihargai itu: "Diberkatilah mereka yang lapar dan haus akan kebenaran, sebab mereka akan dikenyangkan" (Mat. 5:6, AYT). (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://www.thegospelcoalition.org/article/5-ways-leader/ |
Judul asli artikel | : | 5 Ways to Not Become a Corrupted Leader |
Penulis artikel | : | Nic Gibson |