Tidak Takut Membuat Kesalahan

Beberapa waktu yang lalu, film "Gladiator" diputar di bioskop-bioskop. Kisahnya menceritakan seorang jenderal besar Romawi bernama Maximus yang melayani sang kaisar, Marcus Aurelius. Di hari-hari terakhir sang kaisar, ia melawan suku barbar di sebelah utara Kekaisaran Romawi. Tetapi Maximus dikhianati oleh putra sang kaisar, Commodus, seorang politikus manja yang pengecut, yang tampil belakangan. Akibat pengkhianatan itu, Kaisar Aurelius tewas, putranya yang jahat menjadi kaisar menggantikannya, dan Maximus terluput dari kematian, tetapi dijual menjadi budak dan terpaksa hidup sebagai gladiator. Walaupun kisahnya fiktif, film ini sungguh menawan, menggambarkan keberanian dan tekad. Tetapi kurang menawan bila dibandingkan dengan kisah Commodus yang sebenarnya.

Memang benar bahwa Commodus adalah putra Marcus Aurelius dan pewaris tahtanya. Tetapi tidak seperti kisah fiktif dalam film tersebut, ia mendampingi ayahnya dalam pertempuran. Ketika ayahnya meninggal karena penyakit, Commodus menjadi kaisar di usia sembilan belas tahun. Ia segera berdamai dengan musuh-musuh kekaisarannya di perbatasan dan kembali ke Roma.

Kaisar baru ini memasuki ibukotanya sebagai pahlawan, dan kemudian ia mencoba memposisikan diri sebagai orang pilihan rakyatnya. Di luar dugaan kelas-kelas yang memerintah, Commodus segera membuktikan keberanian dan ketrampilannya dengan beraksi di Coloseum. Ia membunuh singa, badak, dan gajah. Sebagai pemanah yang terampil, ia menjatuhkan berbagai hewan lainnya dengan sekali panah. Suatu ketika, ia membunuh seratus macan tutul dengan menggunakan seratus lembing. Dikatakan bahwa simpati rakyat terhadap Commodus sungguh luar biasa.

Commodus, tidak seperti di film, adalah seorang pahlawan yang terampil. Menghadapi binatang-binatang buas akhirnya tidaklah cukup untuk mengujinya. Pada waktunya, ia memasuki arena dengan senjata-senjata perang dan menghadapi gladiator-gladiator terbaik di Roma. Ia mengalahkan mereka semua. Ia sungguh pria yang berani.

Walaupun begitu, karakter Commodus adalah perkara lain. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berusaha mengesankan rakyatnya dan menyatakan kemuliaannya. Ia membayangkan diri menjadi pendiri "Roma" yang baru, bahkan sampai mengganti nama kekaisarannya sesuai dengan namanya sendiri. Ia juga membayangkan dirinya sebagai Hercules zaman modern. Ia sering mengenakan kulit hewan dan membawa pentungan, seperti tokoh mitos. Ia juga mengubah kalender Romawi -- mengubah nama setiap bulannya menurut gelar-gelar yang ia berikan kepada dirinya sendiri.

Pada waktunya, suku barbar di sebelah utara terus mengepung perbatasan Romawi, sementara Commodus hidup di ibukota dan menyibukkan diri dengan mengutip pajak kepada orang-orang kaya, mendistribusikan uangnya kepada orang miskin, menghukum mati senator-senator dan banyak lawan politiknya, serta mencipta kembali dirinya.

Kesabaran Senat dan rakyat habis ketika Commodus menyatakan bahwa ia mau menerima kehormatan sebagai konsul -- jabatan tertinggi dan terhormat di seluruh Roma -- sambil berpakaian sebagai gladiator. Malam sebelum ia dikukuhkan sebagai konsul, orang-orang terdekatnya meracuninya lalu mencekiknya sampai mati. Usianya baru 31 tahun.

Commodus tampaknya memiliki segalanya -- posisi, keterampilan, keberanian, kekuasaan, dan kekayaan. Ia memiliki segalanya, kecuali karakter berintegritas. Dan itulah yang justru tidak boleh tidak dimiliki oleh seorang pemimpin.

Sumber diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: The Right to Lead Judul bab : Integritas Penulis : John C. Maxwell Penerjemah: Arvin Saputra Penerbit : Interaksara, Batam Centre 2003 Halaman : 123 -- 126

File: 

Komentar