Hukum Kemenangan
HUKUM KEMENANGAN
PARA PEMIMPIN MENCARI JALAN AGAR TIMNYA MENANG
Pernahkah Anda merenungkan, apa yang membedakan pemimpin yang meraih kemenangan dengan pemimpin yang menderita kekalahan? Apakah syaratnya untuk menjadi pemenang? Sungguh sulit untuk menentukan kualitas apa yang membedakan seorang pemenang dengan seorang pecundang. Setiap situasi kepemimpinan itu berbeda. Setiap krisis punya tantangannya sendiri. Namun saya rasa para pemimpin yang penuh kemenangan sama-sama memiliki sifat tidak mau terima kekalahan. Mereka tampaknya tidak terima jika tidak menang, maka mereka cari tahu, apa yang harus dilakukan agar meraih kemenangan, lalu mereka kerahkan segala kemampuan untuk mencapainya.
Saya gemar kisah tentang Perang Sipil, dan saya pernah membaca sebuah buku lama yang mengingatkan saya akan pentingnya Hukum Kemenangan ini. Dalam buku tersebut dibahas perbedaan antara presiden Sekutu dengan presiden Konfederasi: Abraham Lincoln dengan Jefferson Davis. Saya sudah cukup banyak membicarkan tentang Lincoln dalam buku 21 Hukum Kepemimpinan Sejati ini karena ia begitu luar biasa sebagai pamimpin. Lincoln tidak pernah lupa bahwa kemenangan bangsanya adalah prioritas utamanya, diatas harga dirinya, reputasinya, dan kenyamanan pribadinya. Ia kelilingi dirinya dengan pemimpin-pemimpin terbaik, ia berdayakan para jendralnya, dan tidak pernah takut memberikan kepada orang lain atas kemenangan-kemenangan yang diraih Sekutu. Umpamanya, setelah kemenangan Jendral Grant di Vicksburg, Lincoln mengirimkan surat kepadanya untuk mengatakan, "Saya tidak pernah punya keyakinan, kecuali pengharapan umum yang Anda lebih tahu dari pada saya … sekarang saya ingin mengakui secara pribadi bahwa Anda benar dan saya keliru."
Sebaliknya, Jefferson Davis tampaknya tidak pernah menjadikan kemenangan prioritasnya. Jika seharusnya ia berpikir seperti revolusioner, ia malah bekerja seperti birokrat. Jika seharusnya ia mendelegasikan kewenangan serta pengambilan keputusan kepada para jendralnya - yang terbaik dari yang ada - ia malah membuang-buang waktu berusaha mengatur mereka. Dan yang paling parah, ia lebih mementingkan dibenarkan ketimbang memenangkan perang. Sejarawan David M. Potter mengatakan tentang Davis, "Ia gunakan energinya secara berlebihan untuk berargumentasi sengit bahwa ia benar. Tampaknya ia merasa cukuplah asal ia benar; bahwa adalah lebih penting membuktikan kebenarannya ketimbang memperoleh hasil". Davis melanggar Hukum Kemenangan, dan akibatnya, orang-orangnya menderita kekalahan besar.
PARA PEMIMPIN INI MENGEJAR KEMENANGAN
Krisis tampaknya membangkitkan yang terbaik - dan yang terburuk - dalam diri para pemimpin. Selama Perang Dunia II, muncullah dua pemimpin yang menonjol dalam Sekutu, yang menerapkan Hukum Kemenangan: Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, dan Presiden Amerika Serikat, Franklin Roosevelt. Mereka berhasil mencegah Adolf Hitler menghacurkan Eropa dan menciptakannya kembali menurut visinya sendiri.
Di negaranya, Winston Churchill menginspirasikan rakyat Inggris untuk menolak Hitler. Lama sebelum ia menjadi Perdana Menteri Inggris pada tahun 1940, Churchill sudah menentang nazi. Tampaknya dialah satu-satunya yang mengkritik pada tahun 1932 ketika ia memperingatkan, "Jangan bohongi diri sendiri … jangan percaya bahwa yang dicari bangsa Jerman hanyalah kesamaan status … yang mereka cari adalah senjata, dan jika mereka mendapatkannya, percayalah saya bahwa mereka akan minta dikembalikannya bekas wilayah atau jajahannya".
Churchill terus menentang nazi. Dan ketika Hitler mengambil alih Austria pada tahun 1938, Churchill mengatakan kepada anggota Dewannya:
Selama lima tahun sudah saya ingatkan tentang hal ini - tanpa terlalu banyak hasilnya. Telah saya amati pulau yang terkenal ini semakin merosot, sehingga membawa kepada teluk yang gelap … akhirnya, tibalah saatnya sekarang untuk membangunkan bangsa. Mungkin inilah kesempatan terakhir untuk mencegah pecahnya perang, atau meraih kemenangan seandainya perang tak dapat dicegah.
Sayangnya, Perdana Menteri Neville Chamberlain serta pemimpin Inggris Raya lainnya tidak menentang Hitler. Dan semakin banyak negara Eropa yang jatuh ke tangan Nazi.
Pada pertengahan tahun 1940-an, sebgaian besar negara Eropa telah dikuasai Jerman. Namun kemudian terajadilah sesuatu yang mungkin mengubah sejarah dunia yang merdeka. Kepemimpinan Inggris jatuh ke tangan Winston Churchill. Ia pantang mundur terhadap ancaman Nazi.
Selama lebih dari satu tahun, Inggris Raya berdiri sendirian menghadapi ancaman serbuan Jerman. Ketika Hitler mengindikasikan bahwa ia ingin berdamai dengan Inggris, Inggris berdiri teguh. Dan sementara itu, Churchill mencari jalan untuk meraih kemenangan.
CHURCHILL TIDAK MAU TERIMA YANG KURANG DARI ITU
Waktu demi, waktu Churchill terus menghimbau rakyat Inggris, dimulai dengan pidatonya yang pertama setelah menjadi perdana menteri:
Dihadapan kita, terpampanglah kesulitan yang paling berat. Di hadapan kita, terpampanglah bulan-bulan perjuangan serta penderitaan. Mau tahu, apa kebijakan kita? Akan saya katakan: kita akan berperang, baik dilaut, didarat, maupun di udara, dengan sekuat tenaga serta dengan seluruh kekuatan yang diberikan Allah kepada kita; memerangi tirani yang seperti monster, tidak pernah tertandingi dalam hal kejahatan terhadap manusia yang layak diratapi. Itulah kebijakan kita. Mau tahu, apa sasaran kita? Akan saya jawab dengan satu kata: kemenangan - kemenangan dengan segala cara, kemenangan terlepas dari segala cara, kemenangan dengan segala teror, kemenangan, seberapa lama serta berat pun jalan yang harus kita tempuh; Karena tanpa kemenangan, takkan ada keselamatan.
Sementara itu, Churchill melakukan semampunya dia. Ia kirimkan pasukan di Mediterania untuk melawan pasukan Mussolini. Walaupun ia benci komunisme, ia bersekutu dengan Stalin dan bangsa Soviet, mengirimkan bala bantuan sekalipun persediaan Inggris Raya sendiri terancam. Dan ia kembangkan hubungan pribadi dengan Franklin Roosevelt. Walaupun presiden Amerika Serikat enggan ikut-ikutan perang, Churchill terus membangun hubungan dengan Roosevelt, berharap mengubah persahabatannya menjadi sekutu perang. Pada waktunya, upaya-upayanya membuahkan hasil. Ketika bangsa Jepang membom Pearl Harbour, sehingga mau tidak mau Amerika Serikat ikut berperang, Churchill berkata kepada diri sendiri, "Ternyata kita menang juga".
SATU LAGI PEMIMPIN YANG BERDEDIKASI UNTUK MERAIH KEMENANGAN
Sebelum bulan Desember 1941, Franklin Roosevelt telah menerapkan Hukum Kemenangan selama beberapa dekade. Malah, Hukum Kemenangan ini telah menjadi lambang seluruh hidupnya. Ia telah menemukan cara untuk mencapai kemenangan politik sambil menang atas penyakit polionya. Ketika terpilih menjadi presiden dan bertanggung jawab mengeluarkan bangsa Amerika dari Depresi hebat, itu hanyalah satu lagi situasi yang tidak mungkin, yang pernah ia hadapi dan berhasil melaluinya. Dan ia pun berjuang. Secara perlahan, negara mulai pulih selama tahun 1930-an.
Ketika Nazi berperang di Eropa, taruhannya besar. Sejarawan pemenang Hadiah Pulitzer - Arthur Schlesinger Jr., mencatat, "Perang Dunia II membuat demokrasi berjuang mati-matian. Pada tahun 1941, di bumi ini tinggal selusinan lagi negara demokrasi. Namun pada waktunya muncullah kepemimpinan hebat yang memperjuangkan demokrasi". Tim Roosevelt dengan Churchill memberikan kepemimpinan itu seperti tinju bergantian. Sama seperti perdana menteri Inggris itu telah menghimbau rakyatnya, sang presiden Amerika serikat juga mempersatukan bangsanya dalam memperjuangkan tujuan yang sama seperti yang tak pernah terjadi sebelumnya dan belum pernah terjadi lagi setelahnya.
Bagi kedua pemimpin ini, kemenanganlah satu-satunya pilihan. Seandainya mereka terima yang kurang dari itu, dunia akan sangat berbeda hari ini. Schlesinger mengatakan, "Lihatlah dunia kita yang sekarang. Ini bukan dunia warisan Adolf Hitler. Pemerintahan Seribu Tahunnya ternyata hanya berlangsung selusinan tahun dengan berdarah-darah. Ini juga bukan dunia warisan Joseph Stalin. Dunia mereka hancur di depan mata kita. Ini pun bukan dunia warisan Winston Churchill … dunia sekarang yang kita tinggali ini adalah warisan Franklin Roosevelt". Tanpa Churchill dan Inggris, semua Eropa akan jatuh. Tanpa Roosevelt dan Amerika Serikat, mungkin kemerdekaan takkan pernah terjadi. Namun bahkan Adolf Hitler atau pasukan raja Ketiga itu pun tak tahan terhadap dua pemimpin yang setia kepada Hukum Kemenangan.
PARA PEMIMPIN BESAR MENCARI JALAN UNTUK MERAIH KEMENANGAN
Ketika tekannya besar, justru para pemimpin besar berfungsi paling baik. Apa pun yang ada di dalam diri mereka muncul ke permukaan dan membantu atau malah menjatuhkan mereka. Baru beberapa tahun yang lalu, Nelson Mandela terpilih menjadi presiden Afrika Selatan. Itu adalah kemenangan besar bagi bangsa itu, namun lama baru tercapai. Jalan menuju kemenangan disiapkan dengan hidup Mandela sendiri di penjara selama dua puluh tujuh tahun. Selama itu, ia lakukan segalanya yang mungkin agar semakin dekat dengan kemenangan. Ia bergabung dengan African national Congress, yang menjadi organisasi yang melanggar hukum. Ia lancarkan berbagai protes yang penuh damai. Ia bekerja dibawah tanah dan pergi ke luar negeri untuk mencari dukungan. Jika perlu, ia hadapi pengadilan serta jalani hukuman penjara, dengan martabat serta keberanian. Dan ketika saatnya tepat, ia negosiasikan perubahan-perubahan dalam pemerintahan dengan F.W. de Klerk. Hari ini ia berupaya membawakan kemenangan yang langgeng dengan berusaha membawa kesembuhan kepada negaranya. Mandela menggambarkan dirinya sebagai "orang biasa yang telah menjadi pemimpin karena keadaan yang luar biasa". Menurut saya, ia adalah pemimpin yang jadi luar biasa karena kekuatan karakter serta kesetiaannya kepada Hukum Kemenangan.
ANDA DAPAT MELIHATNYA SETIAP HARI
Anda dapat melihat penerapan Hukum Kemenangan di berbagai acara olahraga. Di berbagai bidang lain, para pemimpin melakukan sebagian besar pekerjaannya di belakang layar, dan Anda tidak melihatnya. Namun di sebuah pertandingan bola, Anda dapat benar-benar menyaksikan seorang pemimpin berusaha meraih kemenangan. Dan setelah tanda bel dibunyikan, Anda tahu persis siapa yang menang dan mengapa. Pertandingan membawa hasil-hasil yang seketika serta terukur.
Jika saya ingin melihat penerapan hukum kemenangan, say pergi ke sebuah pertandingan dan menonton seseorang seperti Michael Jordan si bintang basket. Dia adalah seorang atlit yang luar biasa, namun juga pemimpin yang lain dari pada yang lain. Ia hidup mengamalkan Hukum Kemenangan setiap harinya. Dalam bertanding, Jordan mencari jalan agar timnya menang. Penulis biografinya, Mitchell Krugel, mengatakan bahwa keuletan serta semangat Jordan untuk meraih kemenangan juga tampak dalam setiap bidang kehidupannya. Ia bahkan memperlihatkannya dalam latihan ketika tim Bulls bereaksi. Krugel menjelaskan,
Pada acara latihan tim Bulls, para pemulai dikenal sebagai tim putih. Lawannya tim merah. Mantan pelatih tim Bulls, yaitu Loughery menyuruh Jordan bermain dengan tim putih sejak hari pertama. Dengan Jordan serta rekan satu timnya, Woolridge, tim putih mudah meraih kemenangan dengan 8-1 atau 7-4 dalam latihan. Yang kalah dalam latihan ini harus lari jarak pendek setelah latihan. Ketika itulah Loughery suka menyuruh Jordan untuk pindah ke tim merah. Dan tim merah akan lebih sering menang.
Di awal karirnya, Jordan sangat mengandalkan talenta serta upaya pribadinya untuk memenangkan pertandingan. Namun semakin lama, ia mengubah perhatiannya untuk lebih menjadi seorang pemimpin dan menjadikan seluruh timnya bermain lebih baik. Menurut Jordan, banyak orang yang melupakan hal itu. Ia pernah berkata, "Itulah yang dilihatnya semua orang jika saya tidak bertanding. Bisakah mereka menang tanpa saya?
… Mengapa sih tak ada orang yang bertanya mengapa atau apa sih kontribusi saya yang membuatnya jadi berbeda? Saya berani taruhan bahwa tak seorang pun akan pernah mengatakan mereka kehilangan kepemimpinan saya atau kemampuan saya untuk membuat rekan-rekan satu tim saya bermain lebih baik." namun itulah persisnya yang ia berikan. Para pemimpin selalu mencari jalan agar timnya menang.
Beberapa waktu yang lalu Michael Jordan muncul dalam iklannya untuk Nike, di mana ia menceritakan beberapa kegagalannya: "Dalam karir saya, saya telah gagal mencetak skor 9,000 kali, dan kalah dalam 300 pertandingan. Dua puluh enam kali tembakan meleset". Saya pernah membaca artikel tentang Jordan tidak lama setelah iklan tersebut ditayangkan untuk pertama kalinya di mana seorang wartawan bertanya apakah Jordan benar-benar sedemikian sering gagal. Jawabannya sungguh tidak disangka: "Tidak tahu ya". Orang mungkin kecewa dengan komentarnya itu, namun hal itu memberikan wawasan tentang kepribadiannya. Michael Jordan tidak terpuruk karena kekeliruannya di masa lalu. Yang penting baginya adalah apa yang dapat di perbuatnya sekarang ini untuk memimpin timnya meraih kemenangan.
TIDAK MENJADI SOAL "PERTANDINGAN" APA PUN YANG SEDANG MEREKA MAINKAN
Ada banyak atlit hebat dalam dunia basket zaman sekarang. Namun individu yang menonjol tidak selalu membawakan kemenangan. Yang lebih dibutuhkan adalah kepemimpinan. Para pemain terbesar di masa lalu memiliki lebih dari sekedar talenta pribadi, walaupun itu tentunya memang ada seorang pemain seperti pemain tengah tim Boston, yaitu Bill Russell, umpamanya, mengukur permainannya dengan apakah seluruh timnya terbantu bermain lebih baik atau tidak. Dan hasilnya adalah sebelas gelar NBA yang sungguh luar biasa. Pelindung tim Lakers, Magic Johnson, yang tiga kali dinobatkan sebagai Pemain Paling Berharga NBA serta memenangkan lima kejuaraan, adalah pencetak skor yang menonjol, namun kontribusi terbesarnya adalah kemampuannya mengelola timnya dan mengoperkan bola ke tangan rekan-rekannya. Larry Bird, yang membuat segalanya menjadi kenyataan bagi tim Celtics pada tahun 1980-an, sungguh luar biasa karena ia memberikan teladan dalam Hukum Kemenangan bukan saja sebagai pemain, melainkan juga belakangan ketika ia menjadi pelatih kepala tim Indiana Pacers. Ketika ia bermain di Boston, ia dinobatkan sebagai Pemain baru tahun Ini, tiga kali dinobatkan sebagai pemimpin Paling Berharga, dan memimpin timnya ke tiga kejuaraan NBA. Di tahun pertamanya bersama tim Pacers, ia dinobatkan sebagai Pelatih NBA Tahun Ini setelah memimpin timnya kepada persentase menang terbaik dalam sejarah warabala.
Para pemimpin yang baik mencari jalan agar timnya menang. Itulah Hukum Kemenangan. Bidang olahraga mereka tidaklah relevan. Michael Jordan, Magic Johnson, dan Larry Bird melakukannya di NBA. John Elway melakukannya di rugby, memimpin timnya kepada lebih banyak kemenangan dalam perempat final dari pada quarterback (penyerang) manapun dalam sejarah NFL. Pele melakukannya di sepak bola, memenangkan tiga Piala Dunia bagi Brazil yang tak pernah dicapai siapa pun sebelumnya. Para pemimpin mencari jalan agar timnya sukses.
TIGA UNSUR KEMENANGAN
Entah dalam tim olahraga, sebuah pasukan, sebuah bisnis, atau sebuah organisasi yang tidak mencari keuntungan, kemenangan itu mungkin selama ada tiga unsur berikut:
1. KESATUAN VISI
Tim-tim meraih sukses hanya jika para pemainnya memiliki visi yang sama, seberapa besar pun talenta atau potensi yang ada. Sebuah tin takkan memenangkan kejuaraan jika para pemainnya punya agenda yang berbeda-beda. Ini benar dalam dunia olahraga professional. Ini benar dalam gereja.
Saya mendapatkan pelajaran ini di sekolah menengah ketika saya masih yunior dalam tim basketnya. Anggota tim kami sangat berbakat, dan kami terpilih untuk memenangkan kejuaraan. Namun kami punya masalah. Para yunior serta senior dalam tim kami tidak mau kerjasama. Hal ini demikian parah sehingga pelatih akhirnya memecah kami menjadi dua tim. Akhirnya tim kami kacau balau. Mengapa? Kami tidak punya visi yang sama.
2. KETERAMPILAN YANG BERAGAM
Jelas bahwa tim membutuhkan keterampilan yang beragam. Coba bayangkan sebuah tim hockey yang seluruh anggotanya penjaga gawang. Atau sebuah tim rugby yang seluruhnya quarterback. Tidak masuk akal kan. Demikian pulalah halnya, untuk meraih sukses, organisasi-organisasi juga membutuhkan talenta yang beragam, di mana setiap pemainnya menjalankan perannya dengan baik.
3. ADANYA SEORANG PEMIMPIN YANG BRDEDIKASI UNTUK MERAIH KEMENANGAN DAN MENGANKAT POTENSI PEMAIN LAINNYA
Memang benar bahwa memiliki pemain-pemain baik dengan keterampilan yang beragam itu penting. Seperti yang dikatakan oleh mantan pelatih kepala rugby tim Notre Dame, Lou Hollltz, "Siapa pun pelatihnya, Anda pokoknya harus punya atlit lyang hhebat-hebat. Anda tak mungkin menang tanpa atlit yang baik, tapi, dengan atlit yang baik pun Anda bisa kalah. Disinilah letak pentingnya pelatih". Dengan kata lain, Anda juga membutuhkan kepemimpinan untuk meraih kemenangan. Kesatuan visi tidak akan terjadi secara spontan. Pemain-pemain yang tepat dengan keterampilan yang beragam tidaklah bersatu dengan sendirinya. Dibutuhkan seorang pemimpin untuk membuat hal-hal itu terjadi. Dan dibutuhkan seorang pemimpin untuk memberikan motivasi, pemberdayaan, serta arahan yang dibutuhkan untuk menang.
HUKUM KEMENANGAN ADALAH URUSANNYA
Salah satu kisah sukses paling layak dicatat, yang saya temukan baru-baru ini adalah tentang Southwest Airlines serta Herb Kelleher, yang telah saya singgung dalam bab tentang Hukum Hubungan. Kisah mereka merupakan contoh mengagumkan dari penerapan Hukum Kemenangan. Hari ini Southest tampak seperti organisasi yang hebat. Di rute-rute yang diterbanginya, perusahaan ini mendominasi pasar. Perusahaan ini mantap pertumbuhannya, dan nilai sahamnya sangat baik. Malah, Southwest adalah satu-satunya perusahaan penerbangan Amerika Serikat yang telah meraih keuntungan setiap tahunnya sejak tahun 1973. Para karyawannya senang bekerja di perusahaan ini. Penggantian karyawan sangat jarang, dan perusahaan ini dianggap memiliki tenaga kerja yang paling produktif dalam industrinya. Dan perusahaan ini juga sangat populer diantara para pelanggan; Southwest selalu mendapatkan nilain baik dalam hal layanan pelangannya.
Dengan posisi Southwest yang sekarang ini, pasti Anda tak menyangka bahwa awalnya tidaklah selancar sekarang ini. Adalah suatu kesaksian bagi Hukum Kemenangan bahwa perusahaan ini bahkan masih berdiri hari ini. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1967 oleh Rollin King pemilik sebuah perusahaan jasa angkutan penerbangan kecil di Texas; John Parker seorang bankir; dan Herb Kelleher, seorang pengacara. Namun mereka membutuhkan waktu empat tahun untuk menerbangkan pesawat mereka yang pertama. Begitu perusahaan ini diubah bentuknya menjadi perseroan, Braniff, Trans Texas, dan Continental Airlines semua berusaha menghancurkannya. Dan merka hampir berhasil. Sidang pengadilan yang satu disusul dengan yang lain, dan lebih dari siapa pun juga, Herb Kelleher menjadikan perjuangannya itu sangat pribadi. Ketika modal awal perusahaannya habis, dan mereka tampaknya kalah, dewan ingin menyerah. Namun Kelleher mengatakan, "Yuk kita coba lagi satu ronde dengan mereka. Saya akan terus mewakili perusahaan kita di pengadilan, dan saya akan menunda pebebanan biayanya dan bahkan membayar selurluh biaya pengadilan ini dengan uang sendiri". Akhirnya, ketika kasus mereka dibawa ke Pengadilan Tinggi Texas, mereka menang, dan akhirnya mereka dapat menerbangkan pesawat mereka.
Begitu mulai, Southwest merekrut pemimpin perusahaan penerbangan yang berpengalaman, yaitu Lamar Muse sebagai Direktur Utamanya yang baru. Ia, selanjutnya, merekrut eksekutif-eksekutif terbaik. Dan sementara parusahaan penerbangan lainnya berusaha membuat mereka hancur, Kelleher serta Muse terus berjuang - di pengadilan maupun di pasaran. Ketika rute menuju dan dari Houston sepi, Southwest mulai terbang ke Hobby Airport di Houston, yang lebih mudah dijangkau karena lokasinya yang dekat pusat kota. Ketika seluruh perusahaan penerbangan besar lainnya pindah ke bandara yang baru, yaitu Dallas-Fort Worth, Southwest tetap saja terbang ke bandara Love Fied yang strategis letaknya. Ketika harus menjual salah satu dari empat pesawatnya untuk bertahan, para eksekutif Southwest mencari jalan agar pesawat-pesawat mereka tidak berada di darat lebih lama dari sepuluh menit sebelum terbang lagi. Dengan demikian, Southwest dapat memelihara rute serta jadwal penerbangannya. Dan ketika mereka tidak menemukan jalan lain untuk mengatasi sepinya penumpang pada pesawat-pesawat mereka, mereka mempelopori perbedaan harga untuk jam-jam tertentu, dengan memberikan diskon yang sangat besar bagi penumpang yang terbang pada jam-jam sepi.
Melalui semuanya itu, Kelleher terus berjuang dan membantu agar Southwest tetap hidup. Pada tahun 1978, tujuh sejak ia membantu perusahaannya menerbangkan armada kecilnya untuk pertama kalinya, ia menjadi pimpinan puncak di Southwest. Pada tahun 1982, ia dijadikan presiden merangkap Direktur Utama. Hari ini ia terus berjuang dan mencari jalan agar perusahaannya menang. Dan lihatlah sukses mereka:
1971 | 1997 |
Jumlah armada Jumlah karyawan di akhir tahun Jumlah penumpang Kota-kota yang diterbangi Jarak yang diterbangi Modal Pemegang Saham Total Harta |
4 195 108,000 3 6,051 mil $ 3,3 juta $ 22 juta |
262 23,974 50,399,960 51 786,288 mil $ 2 milyar $ 4,2 milyar |
SOUTHWEST AIRLINES, DULU (1971) DAN SEKARANG (1997)
Wakil Presiden Bagian Administrasi Southwest, Colleen bart, merangkumnya begini: "Mentalitas pejuang, perjuangan untuk bertahan hiduplah yang benar-benar menjadi kebudayaan kami." Yang dimiliki Kelleher serta Southwest bukan saja kemauan hidup, melainkan kemauan menang. Para pemimpin yang menerapkan Hukum Kemenangan percaya bahwa apa yang kurang dari menang itu tidak dapat diterima. Dan mereka tidak punya Rencana B. Itulah yang membuat mereka terus berjuang.
Bagaimanakah tingkat ekspektasi Anda dalam soal meraih sukses bagi organisasi Anda? Seberapa berdedikasikah Anda untuk meraih kemenangan dalam "pertandingan" Anda? Apakah Hukum Kemenangan ada di pihak Anda, atau, jika mengalami masa sulit, Anda mau menyerah? Jawaban Anda terhadap pertanyaan itu mungkin akan menentukan apakah Anda gagal atau sukses sebagai pemimpin.
CATATAN
- David M. Potter, Jefferson Davis and the Political factor in Confederate Defeat.
- James C. Humes, The Wit and Wisdom of Winston Churchill (New York; Harper Perennial, 1994).
- Arthur Schlesinger Jr., "Franklin Delano Roosevelt", majalah Time, 13 April 1998.
- Andre Brink, "Nelson Mandela", majalah Time, 13 April 1998.
- Mitchell Krugel, Jordan: The man, Hs Words, His Life (New York: St. Martin's Press, 1994), halaman 41.
- Kevin and Jackie Freilberg, Nuts! Southwest Airlines' Crazy Recipe for Business and Personal Succes (New York: Broadway Books, 1996).
Attachment | Size |
---|---|
hukum_kemenangan.doc | 206 KB |
hukum_kemenangan.htm | 23 KB |