Kepemimpinan Petrus
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (1 Petrus 5:2-3)
Petrus dengan sendirinya diterima sebagai pemimpin para rasul. Apa yang dilakukan oleh Petrus ditiru oleh rasul yang lain. Ke mana pun Petrus pergi, yang lain mengikut dia. "Aku pergi menangkap ikan," kata Petrus. "Kami pergi juga dengan engkau," jawab kawan-kawannya dengan serempak. Kesalahan-kesalahannya banyak, yang sering kali disebabkan oleh sifatnya yang tidak sabar; tetapi pengaruhnya besar dan kepemimpinannya tiada taranya. Merenungkan nasihatnya, yang ditujukan kepada para pemimpin rohani dan ditulis pada usia kematangannya, merupakan suatu usaha yang berguna. Kepada para pemimpin sebuah gereja yang sedang menghadapi penganiayaan, ia mengemukakan beberapa prinsip yang bersifat kekal yang berhubungan dengan tiap jenis kepemimpinan rohani.
Gembala yang berpengalaman ini mengingatkan mereka tentang tanggung jawab utama mereka kepada kawanan domba yang telah diserahkan kepada mereka, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu,...." (5:2) Ucapan ini dipengaruhi oleh percakapan pribadinya dengan sang Gembala Agung yang tidak dapat dilupakannya (Yohanes 21:15-17). Sungguh, dalam ayat-ayat ini ia seakan-akan menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa lalunya. Ia mengetahui betul-betul bahwa mereka yang menghadapi ujian yang berat, seperti halnya dengan "orang-orang pendatang yang tersebar" (1 Petrus 1:1) kepada siapa ia menulis surat, sangat memerlukan perhatian seorang gembala. Dengan pemikiran ini ia menulis surat kepada para penatua.
Perlu dicatat bahwa Petrus tidak menulis nasihat ini sebagai pemimpin para rasul, melainkan sebagai "teman penatua", yaitu orang yang memikul tanggung jawab yang sama. Ia berbicara kepada mereka bukan dari atas, melainkan dari samping, yaitu suatu tempat yang baik untuk melaksanakan kepemimpinan. Ia memperlakukan mereka sebagai orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Juga ia menulis sebagai saksi penderitaan Kristus, yaitu orang yang hatinya telah dimurnikan oleh kegagalannya sendiri, dihancurkan dan ditaklukkan oleh kasih Golgota. Pekerjaan seorang gembala tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa hati seorang gembala.
Pertama-tama, Petrus membicarakan motivasi para pemimpin. Pemimpin rohani harus menerima dan melaksanakan tanggung jawabnya bukan karena terpaksa, melainkan "dengan sukarela". Keadaan yang berlaku pada waktu Petrus menulis adalah demikian rupa, sehingga menggentarkan hati orang yang paling berani sekalipun, tetapi ia mendesak para pemimpin untuk tidak menjadi undur karena kenyataan itu. Juga mereka diharapkan melayani bukan karena tugas kewajiban atau karena tekanan keadaan, melainkan karena dorongan yang mulia dari kasih ilahi.
Pelayanan penggembalaan ini harus dilakukan "sesuai dengan kehendak Allah" (5:2), bukan berdasarkan pilihan dan keinginan mereka sendiri.
Petrus berkata kepada para penatua, "Gembalakanlah jemaatmu seperti Allah". Sama seperti bangsa Israel adalah bagian khusus milik Allah, maka orang-orang yang harus kita layani di gereja atau di mana pun merupakan bagian khusus kita; dan seluruh sikap kita terhadap mereka haruslah menyerupai sikap Allah; kita harus menggembalakan mereka seperti Allah. Satu penglihatan dibukakan kepada kita! Menghadapi tuntutan yang luhur seperti itu, mau tidak mau kita sadar akan kekurangan dan kegagalan kita dalam segi itu. Tugas kita adalah menunjukkan kesabaran Allah, pengampunan Allah, kasih Allah serta pelayanan-Nya yang tidak terbatas itu kepada orang lain.
Pelayanan yang diserahkan oleh Allah tidak boleh ditolak karena merasa tidak layak atau tidak mampu. Siapa gerangan yang layak menerima kepercayaan seperti itu? Sedang terhadap rasa tidak mampu, hendaknya diingat bahwa permintaan Musa agar ia dibebaskan karena merasa tidak mampu, tidak menyenangkan Allah, bahkan membangkitkan murka-Nya (Keluaran 4:14).
Seorang pemimpin rohani tidak boleh mencari keuntungan di dalam pelayanannya. "Gembalakanlah kawanan domba Allah... jangan karena mau mencari keuntungan." Petrus tidak melupakan kuasa keserakahan di dalam diri rekannya, Yudas, dan ia ingin agar teman-teman penatua sama sekali tidak tamak. Seorang pemimpin hendaknya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keuangan atau keuntungan yang lain di dalam pelayanan atau keputusan-keputusannya. Jika orang mengetahui bahwa ia benar-benar tidak suka mengejar keuntungan, maka, perkataannya akan lebih berwibawa.
Dr. Paul Rees menyatakan bahwa serakah akan uang bukan satu-satunya arti yang terkandung dalam perkataan Yunani "keuntungan yang memalukan". Kata-kata tersebut dapat juga berarti keserakahan untuk menjadi terkenal atau termasyhur, yaitu satu cobaan yang sama busuknya. Gengsi dan kekuasaan sering kali lebih diinginkan daripada uang.
"Saya tidak yakin mana dari antara keduanya yang lebih rendah, yang haus uang atau yang haus pujian," tulis Dr. J.H. Jowett. "Seorang pendeta dapat menghiasi dan memoles khotbahnya untuk menyenangkan hati orang banyak, dan orang-orang yang bekerja bagi Tuhan di lingkungan lain mungkin berusaha mendapat kedudukan yang terkemuka, kesan yang mengagumkan atau ucapan terima kasih. Kesemuanya ini menjadikan kita tidak cocok untuk tugas kita. Itu hanya merusakkan penilaiannya akan kebutuhan domba-dombanya dan bahaya-bahaya yang mengancam mereka."
Seorang pemimpin Kristen tidak boleh bersikap sebagai diktator. "Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu,...." (5:3) Seorang pemimpin yang ambisius dapat dengan mudah merosot menjadi seorang tiran yang picik dengan sikap mau memerintah. "Bahkan satu kuasa kecil dapat dengan mudah mengubah orang menjadi sombong". Tidak ada satu sikap yang lebih tidak cocok bagi orang yang mengaku menjadi hamba Anak Allah yang merendahkan diri-Nya.
Ia harus menunjukkan satu contoh yang layak bagi kawanan dombanya. "Hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu" (5:3), adalah kata-kata yang mengingatkan kita akan nasihat Paulus kepada Timotius, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12) Petrus mengingatkan para penatua mengenai semangat di dalam melayani, yaitu semangat seorang gembala. Perkataan "gembalakan" berarti tugas yang lengkap dari seorang gembala. Agar mereka tidak menganggap sebagai hak istimewa apa yang bukan milik mereka yang sah, maka ia menyatakan kepada para penatua tersebut bahwa kawanan domba itu adalah milik Allah, bukan milik mereka, dan mereka pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada-Nya. Yesuslah Gembala Agung, mereka adalah gembala pembantu.
Jika "sesuai dengan kehendak Allah" (5:2), maka pelayanan penggembalaan ini pasti akan termasuk mendoakan. Uskup Azariah yang suci dari India pada suatu ketika pernah berkata kepada Uskup Stephen Neill bahwa ia menyediakan waktu tiap hari untuk mendoakan setiap orang yang duduk dalam pimpinan di wilayah gerejanya yang luas dengan menyebutkan nama-nama mereka. Tidak mengherankan bahwa selama tiga puluh tahun memangku jabatan itu anggota keuskupannya bertambah tiga kali lipat, dan keefektifan rohaninya bertambah besar.
Seorang pemimpin harus "diliputi sifat rendah hati". Perkataan diliputi hanya terdapat di sini dan menunjukkan pada jubah putih atau pakaian kerja yang dipakai oleh seorang budak. Seorang pemimpin harus mengenakan pakaian kerja seorang budak. Bukankah Petrus teringat akan peristiwa pada malam yang menyedihkan itu, ketika ia menolak untuk mengambil kain lenan serta mengikatkannya pada pinggangnya dan mencuci kaki Tuhannya? Ia harus menjaga mereka dari peristiwa menyedihkan yang sama. Kesombongan selalu mengintai kekuasaan, tetapi Allah tidak membiarkan orang-orang yang sombong untuk melayani-Nya. Sebaliknya Ia menentang dan menghalangi mereka. Tetapi bagi gembala-gembala pembantu yang sederhana dan rendah hati, Ia akan melipatgandakan kasih karunia-Nya. Dalam ayat 5, Petrus menasihatkan agar pemimpin merendahkan hati dalam hubungannya dengan orang lain. Tetapi dalam ayat 6, ia menantang dia untuk bersikap rendah diri terhadap disiplin Allah.
Sebagai satu pendorong ke arah kepemimpinan yang tertinggi, Petrus menawarkan rangsangan kuat yang lain, "Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu." (5:4) Tidak layu di sini berarti "tidak menjadi kering". Mahkota yang dianyam dari daun yang didambakan orang, akan segera menjadi layu atau kering, tetapi upah untuk pemimpin yang setia ialah karangan bunga amaranth yang tidak akan pernah layu.
Gembala pembantu juga boleh merasakan penghiburan dari kenyataan bahwa ia tidak akan ditinggalkan oleh Gembala Agung untuk memikul bebannya sendiri. Ia dapat mengalami adanya pemindahan kekuatiran. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu" (5:7). Dan kekuatiran ini adalah kekuatiran yang biasa dialami oleh para pemimpin yang sedang dibicarakan oleh Petrus. Di dalam "kekuatiran" termasuk "gangguan pikiran dan hati dalam keadaan konflik emosi". Tetapi para gembala pembantu tidak perlu merasa takut bahwa pemeliharaan domba-domba Allah yang diserahkan kepadanya akan menjadi terlalu berat bagi dia. Dengan satu sikap pikiran dan kehendak yang pasti, ia dapat mengalihkan beban rohani yang menindihnya ke bahu Allah yang kuat, yang memerhatikannya.
Diambil dari: