Kebutuhan Akan Seorang Pemimpin
"Semuanya itu kutuliskan kepadamu ... engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (1 Timotius 3:14-15). Paulus menulis itu sebanyak dua kali kepada Timotius, yang telah ia tunjuk sebagai pemimpin jemaat di Efesus, untuk mengajarnya tentang bagaimana menggunakan kekuasaan yang telah ia emban. Timotius sudah belajar bagaimana menjalani hidup yang kudus sebagai individu Kristen; sekarang Paulus ingin mengajarinya bagaimana menggunakan kekuasaannya atas orang Kristen lain dalam suatu cara yang bermanfaat bagi mereka dan berfaedah untuknya. Hidup damai di antara sesama dan tunduk kepada otoritas membutuhkan beberapa kemampuan yang ada dalam diri manusia, memberikan kepemimpinan yang berfaedah pun demikian.
Bernard of Clairvaux menulis, "Pahamilah hal ini: banyak orang cukup tunduk kepada otoritas orang lain, namun jika Anda menyingkirkan otoritas itu, mereka tidak mampu lagi untuk cukup tunduk -- tidak mampu menjaga diri dari segala tindakan yang salah. Terlebih lagi, ada juga orang yang dapat dengan sangat baik hidup harmonis dengan semua orang tanpa sama sekali membutuhkan seorang pemimpin; namun mereka tidak bisa memimpin diri mereka sendiri. Berdasarkan ukuran iman yang telah Tuhan karuniakan (Roma 12:3), mereka sudah puas dengan keadaan baik yang sedang-sedang saja. Mereka tahu bagaimana hidup bersama orang lain dengan damai dan harmonis. Tapi saat mereka dipercaya memimpin sesama mereka, kepemimpinan mereka tidak berfaedah, bodoh, dan berbahaya. Mereka yang tahu bagaimana menjadi pemimpin adalah orang-orang yang lebih baik daripada kedua jenis orang di atas.
Untuk alasan itulah Musa diperintah untuk tidak sembarangan memberi kekuasaan kepada seseorang. Ia harus memilih beberapa orang yang andal dan mampu menjadi hakim (Keluaran 18:21-22). Seseorang yang menerima tanggung jawab untuk membuat orang lain menjadi baik harus sudah terlebih dahulu mempelajari disiplin diri yang diperlukan untuk menjadi baik, sehingga karakter Kristen menjadi suatu kebiasaan melalui praktik yang terus-menerus dilakukan. Yesus mulai melakukan dan mengajar (Kisah Para Rasul 1:1): Tuhan melakukan dahulu apa yang kemudian Ia ajarkan.
Mengapa Memiliki Pemimpin?
Para pemula dalam kehidupan Kristen memerlukan seorang pemimpin sehingga mereka dapat diajar mengenai apa yang tidak mereka tahu: kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah (Ibrani 5:12). Ada banyak yang harus mereka pelajari demi keselamatan dan perkembangan rohani diri mereka sendiri -- apa yang harus dihindari; apa yang boleh dilakukan untuk mendapatkan rasa senang; apa yang harus dilakukan, diharapkan, ditakuti; bagaimana membedakan kejahatan yang kecil dan besar dan yang baik dengan yang lebih baik.
Namun, tidak cukup untuk hanya mengetahui apa yang baik. Seorang Kristen juga harus dilatih untuk mempraktikkan kebajikan itu. Seorang mahasiswa kedokteran diharapkan mempelajari materi pelajaran yang diterimanya dan kemudian mengembangkan kemampuannya dengan menangani orang sakit, karena praktik menancapkan pengetahuan dalam pikiran secara lebih efektif daripada hanya belajar saja. Hal ini berlaku dalam segala bidang kemampuan. Namun sering kali, mereka yang belum menguasai keterampilan mereka enggan bersusah payah untuk meningkatkan kemampuan mereka. Banyak kali mereka memerlukan seseorang yang akan mendorong mereka untuk terus berlatih.
Karena itu, pemimpin komunitas Kristen harus dibiasakan melatih orang-orang itu dalam beragam kebajikan yang harus mereka miliki, seperti kerendahan hati, kasih terhadap sesama, kesabaran, ketaatan, moralitas seksual, pengabdian, ketenangan hati, dll.. Mereka yang ada dalam kehidupan Kristen harus dipimpin untuk mempraktikkan kebajikan-kebajikan itu dan mengatasi sifat-sifat buruk yang menjadi lawannya: didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4). Semakin kuat kebajikan kita, semakin lemah sifat buruk kita.
Para pemula dalam kehidupan Kristen juga harus dibimbing, sehingga mereka tidak terseret dalam dosa atau praktik kebajikan yang ceroboh. Faktanya adalah orang-orang yang belum dewasa secara rohani -- mereka yang belum dibersihkan dari pengaruh dosa -- sering kali keluar dari perangkap dosa lebih karena ketakutan mereka pada manusia, bukan pada Allah. Adalah demi kebaikan mereka untuk berada di bawah arahan seorang pemimpin yang dapat menarik mereka dari bahaya, seperti seorang ibu yang melindungi anak-anaknya dari bahaya tenggelam atau dimangsa binatang buas. "Karena hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan menyenangkan jiwamu; kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau supaya engkau terlepas dari jalan yang jahat, dari orang yang mengucapkan tipu muslihat," (Amsal 2:10-12).
Akhirnya, seorang pemimpin harus mengabdikan diri untuk membetulkan para pemula dalam kehidupan rohani karena kuasa dosa masih ada dalam mereka untuk menyeret mereka menuju standar perilaku yang semakin rendah, layaknya demam mendorong orang sakit menuju penyakit yang lebih serius, atau seperti luka yang diabaikan yang mulai menular. Semakin seseorang terlibat dalam sebuah kesalahan, semakin sulit untuk ia menghapus noda itu dengan kekuatannya sendiri. Dia memerlukan bantuan orang yang lebih kuat.
Itulah mengapa Allah menghendaki agar orang Kristen yang lebih dewasa harus memiliki otoritas atas para pemula. Dengan cara ini, jika para pemula jatuh ke dalam dosa atau kecerobohan, orang yang lebih dewasa dapat mengembalikan mereka kepada kebenaran, melalui peringatan, hukuman, koreksi, dan tuntutan. Orang yang kurang dewasa, jika dibiarkan menilai sendiri, tidak mampu melhat kesalahan dalam perilaku mereka yang salah. Ketidakmampuan mereka melihat kesalahan akan membuat mereka berkubang dalam kesalahan itu lebih lama dan tenggelam lebih dalam. Karena itu, mereka harus dengan penuh kerendahan hati menerima arahan dari pemimpin mereka, karena orang sakit tidak dapat disembuhkan kecuali ia menuruti sang dokter.
Hasrat untuk berbuat dosa adalah kelemahan keadaan manusia. Kristus telah memberikan otoritas para pemimpin pilihan-Nya untuk bertindak atas nama sesama mereka yang lebih lemah dan mengatasi apa yang menjadi masalah mereka: "Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit." (Lukas 9:1) (t/Dian)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari: