Kapabilitas Kepemimpinan Kristen (II)
Catatan Redaksi: "Selain memiliki kapabilitas kepemimpinan dan berorganisasi, seorang pemimpin juga harus memiliki kemampuan untuk mengelola, melihat visi, dan menentukan kebijakan untuk memperlengkapi diri bila ingin meningkatkan kapabilitas kepemimpinan, sehingga semakin lebih efektif."
Ketiga, Kemampuan mengelola. Kepemimpinan yang memiliki kemampuan manajemen merupakan unsur penting dalam suatu organisasi. Tanpa hal ini, organisasi menjadi kacau dan tujuan tidak akan tercapai. Kartono mengatakan, "Manajemen adalah inti dari administrasi; sedangkan kepemimpinan adalah inti dari manajemen" [23]. Arti kata "manajemen" berasal dari kata Latin "manus" yang berarti "tangan". Jadi, manajemen artinya "cara menangani suatu tugas" [24]. Dengan demikian, manajemen adalah satu tindakan menangani, mengontrol, mengarahkan, mengelola suatu pekerjaan/aktivitas demi mencapai tujuan yang ditetapkan [25].
L.A. Appley mengatakan, "Manajemen adalah (cara untuk) melaksanakan sesuatu lewat usaha-usaha orang lain" [26]. Manajemen berhubungan erat dengan kapabilitas pemimpin dalam menangani atau mengelola suatu kegiatan atau organisasi [27]. Manajemen adalah kaki tangan dari kepemimpinan dalam upaya untuk mencapai hasil maksimal dengan usaha yang minimum. Menurut Luther Gulick pencapaian hasil manajerial yang maksimal mencakup: perencanaan, pengelolaan, pengelolaan staf, pengarahan, pengendalian, pelaporan, dan pendanaan/pembuatan anggaran [28].
Untuk menghindari kerancuan fungsi kepemimpinan dan manajemen, diperlukan pemahaman yang jelas tentang perbedaannya, supaya penggunaan fungsi kepemimpinan dapat berjalan dengan baik [29]. Bidang manajemen mengutamakan efisiensi, yaitu bagaimana melaksanakan menurut sistem, prosedur, struktural, dan bersifat "status quo". Kepemimpinan mengutamakan efektivitas, yaitu bagaimana memercayai kemampuan orang melalui cara-cara yang inovatif, inisiatif dan fleksibel [30].
Robert Banks dan Bernice dalam Reviewing Leadership mengatakan, "Kepemimpinan dan manajemen adalah dua sistem aksi yang berbeda, namun saling berhubungan. Keduanya dibutuhkan untuk keberadaan organisasi. Keduanya berkenaan dengan hasil akhirnya, akan tetapi fungsi kepemimpinan dan manajemen berbeda. Manajemen berhubungan dengan menangani kompleksitas, sementara kepemimpinan menaungi perubahan. Semakin kacau/chaos sesuatu, semakin diperlukan pula manajemen, dan semakin besar perubahan, semakin diperlukan pula kepemimpinan" [31].
Perbedaan secara konseptual cukup kontras antara kepemimpinan dan manajemen, namun secara praktis kadang bisa terjadi kerancuan dalam menjalankan tugas. Untuk itu, Olan Hendrix mempertajam perbedaan seperti berikut, "Kepemimpinan adalah kualitas; manajemen adalah ilmu dan seni. Kepemimpinan menyediakan visi; manajemen menyediakan pandangan yang realistis. Kepemimpinan berhubungan dengan konsep; manajemen berhubungan dengan fungsi-fungsi. Kepemimpinan memerhatikan arahan, manajemen memerhatikan kendali" [32].
Pemimpin yang dapat memahami perbedaan peran kepemimpinan dan manajemen akan terhindar dari kerancuan. Sebaliknya, ia akan memberikan kelancaran pada organisasi dalam hal operasional, administratif dan birokratis.
Keempat, kemampuan melihat visi. George Barna pernah mengatakan, "Tidak ada yang lebih penting selain kepemimpinan" [33]. Walau dikatakan kepemimpinan itu penting, namun pertanyaannya kepemimpinan yang bagaimana? Dale Galloway dan Warren Bird mengatakan, "Kepemimpinan yang dimulai dengan visi. Ketika orang sehati dengan visi Anda, mereka sehati dengan kepemimpinan Anda" [34]. Tugas pertama dari pemimpin gereja adalah mengungkapkan visi untuk membantu pengikut-pengikutnya melihat kemungkinan-kemungkinan ke depan [35]. Barna menambahkan seperti ini, "Jika Anda ingin menjadi pemimpin, Anda harus memunyai visi; hal ini adalah bagian dari perlengkapan standar pemimpin sejati" [36]. Demikian juga pernyataan Nelson, "Tak bisa disangkal lagi, visi memiliki kaitan dengan kepemimpinan, dan visi memiliki arti khusus bagi pemimpin" [37]. Lalu apakah yang dimaksudkan visi itu?
Ada beberapa pengertian tentang visi dari pemimpin-pemimpin gereja. Menurut Leith Anderson dalam Leadership That Works, "Visi adalah (cara untuk) menggambarkan masa depan yang Anda inginkan" [38]. Pengertian Anderson hampir sama dengan Bill Hybels yang mengatakan, "Visi adalah gambaran masa depan yang memberikan keinginan yang menggebu-gebu" [39]. Sedangkan Galloway dan Warren mengatakan, "Visi adalah penglihatan dengan pandangan ke depan. Visi melihat ke mana Allah melihat -- ke mana Allah ingin membawa Anda dan pelayanan Anda" [40]. Seorang pemimpin rohani tidak boleh membuat visi untuk dirinya sendiri, dan ia harus melihat visi Allah dijadikan visinya.
Pentingnya visi bagi seorang pemimpin adalah: (1) untuk mengerjakan sesuatu yang jelas ke depan, (2) memotivasi setiap anggota menuju satu sasaran, (3) organisasi menjadi hidup dan manajemen menjadi berfungsi, (4) visi menjadikan kepemimpinan semakin dinamis, dan (5) cara mengimplementasikan visi. Deskripsi visi yang jelas dan singkat akan membawa manfaat yang besar bagi kepemimpinannya. Adalah benar bahwa bila pemimpin tidak ada wahyu (visi) rakyat menjadi liar (Amsal 29:18).
Kelima, kemampuan menentukan kebijakan. Kapabilitas seorang pemimpin juga berhubungan dengan: mengarahkan, mengelola, memotivasi, mengendalikan, mendelegasikan/membagi tugas, dan mengajar [41]. Kebijakan yang diambil oleh pemimpin sangat menentukan langkah-langkah operasional terwujudnya unsur-unsur manajemen tersebut. Sedangkan kebijakan yang salah akan merugikan banyak pihak, baik bagi pimpinan sendiri maupun anggotanya. Hal yang perlu dihindari adalah pengambilan keputusan yang tidak bijak yang berkenaan dengan sikap memihak, menjatuhkan, melecehkan, melukai, membangkitkan amarah, menimbulkan iri hati, dan yang bertentangan dengan ketentuan visi misi organisasi.
Kebijakan yang perlu dijaga adalah: nilai-nilai kebersamaan, mengakomodasi dan menggabungkan ide/pendapat kelompok, meredam konflik dengan penyelesaian solusi yang tidak merugikan, atau memilih risiko paling kecil. Kebijakan semacam ini dapat menghindari hal-hal yang menimbulkan konflik, kekacauan, perselisihan, perpecahan yang merugikan semua pihak khususnya bagi organisasinya [42]. Pengambilan keputusan yang bijak selalu memerhatikan konsensus bersama yaitu menegakkan peraturan, memelihara struktur, menjaga nilai-nilai atau norma-norma yang sudah ditetapkan sebagai standar, dan mengutamakan kepentingan institusi daripada kepentingan perorangan [43].
Catatan kaki:
- [23] Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan 167.
- [24] Seperti yang dikutip Octavianus, Manajemen dan Kepemimpinan 1. [51] Ibid. 2.
- [25] Dikutip oleh Suhendra dalam Manajemen dan Organisasi 6.
- [26] Octavianus, Manajemen dan Kepemimpinan 2.
- [27] Seperti yang dikutip Suhendra, Manajemen dan Organisasi 26.
- [28] Rick Joyner, Kepemimpinan: Kekuatan dari Hidup yang Kreatif (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2005) 52.
- [29] Richard W. James, Personal Leadership (Jakarta: PPM, 2004) 111.
- [30] (Grand Rapids: Baker, 2004) 17.
- [31] Seperti yang dikutip oleh Engstrom dalam The Making of a Christian Leader (Grand Rapids: Zondervan, 1976) 23.
- [32] Barna, Leaders on Leadership 18.
- [33] Galloway dan Warren, Kepemimpinan yang Efektif (Jakarta: Harvest, 2003) 19.
- [34] Ibid.
- [35] Ibid. 47.
- [36] Nelson, Spirituality and Leadership 214.
- [37] (Minneapolis: Bethany, 1999) 197.
- [38] Bill Hybels, Courageous Leadership (Grand Rapids: Zondervan, 2000) 32.
- [39] Galloway dan Warren, Kepemimpinan yang Efektif 18.
- [40] Ibid. 45-65.
- [41] Lih. penjelasan Kartono dalam Pemimpin dan Kepemimpinan 61-70, 90-94.
- [42] Ibid. 117.
- [43] Ibid. 38.
Diambil dari:
Judul jurnal | : | VERITAS, Volume 11, Nomor 2 (Oktober 2010) |
Judul asli artikel | : | Integrasi Spritualitas dan Kapabilitas Kepemimpinan Gereja Tionghoa |
Penulis | : | Alex Lim |
Penerbit | : | Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 2010 |
Halaman | : | 219 -- 222 |