Apakah Anda Siap Menghadapi Krisis?

Gereja hadir dalam masa krisis sebanyak gereja hadir dalam persoalan-persoalan hidup yang ringan. Jadi, penting bagi staf dan para pemimpin utama untuk bersiap menghadapi krisis sebelum hal itu terjadi. Para pemimpin dapat mempersiapkan hal itu dengan menyiapkan orang-orang mereka. Contohnya seperti mengajar secara alkitabiah, berbicara secara realistis tentang hal-hal yang mudah dan yang sulit dalam kehidupan, memastikan bahwa di gereja Anda ada budaya mendukung serta mendorong pertumbuhan rohani. Jika staf Anda dan jemaat siap, ketika krisis menghantam, mereka akan siap untuk menghadapinya. Jika Anda mampu menghadapi krisis dengan baik, saat-saat tersebut bisa menjadi waktu yang luar biasa bagi pelayanan.

Kesalahan-kesalahan apa yang Anda lihat dilakukan oleh para pemimpin dalam menghadapi krisis?

Kesalahan yang utama adalah tidak menghadapi situasi dengan sejujurnya. Sering kali, orang-orang baik berniat memutarbalikkan kebenaran demi membuat orang-orang merasa lebih baik. Jika para pemimpin terlalu banyak memikirkan tentang "Bagaimana kita akan menangani hal ini?" mereka akan menjadi seperti "Petugas Penanganan" situasi. Hal itu menjadi palsu. Kita mulai merasa seolah-olah sudah menjadi tugas kita untuk memanipulasi perasaan atau untuk menyingkirkan pengalaman orang-orang dalam mencari jalan keluar.

Tantangannya adalah menangani situasi tersebut secara jujur. Ini termasuk dapat dipercaya dan cermat dalam menangani informasi. Dalam krisis, kita tidak boleh membiarkan diri berspekulasi terhadap hal-hal yang informasinya tidak kita miliki. Penting bagi para pemimpin untuk mengomunikasikan fakta-fakta dan mencapai sebuah rencana komunikasi terpadu, yang terkait dengan tragedi agar dapat diikuti oleh gereja. Hal ini membantu memastikan bahwa kebenaran tidak berputar atau dibelokkan dalam kekacauan yang terjadi setelah peristiwa traumatis.

Dalam sebuah Jurnal Kepemimpinan sebelumnya, Anda membuat sebuah perbedaan antara berduka dan mengalami trauma. Bagaimana keduanya berbeda? Bagaimana pemimpin gereja dapat dengan tepat menanggapi kedua permasalahan?

Nah, kesedihan adalah respons alami kita terhadap kehilangan yang bersifat selamanya. Dalam situasi ini, kesedihan adalah normal. Meskipun sulit, itu merupakan bagian dari kehidupan. Peran pendeta adalah membantu orang-orang agar mampu melalui kesedihan mereka dan untuk menyatakan dukanya secara benar. Dalam Alkitab, ada perkabungan memiliki peran yang sangat spesifik. Pengkhotbah 7 berkata, "Pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta ... karena muka muram membuat hati lega." Itu tidak berarti kita ingin meratap. Akan tetapi, ketika kehilangan yang mendalam terjadi, hal yang tepat untuk dilakukan adalah berkabung, "tinggal" di rumah itu untuk sementara waktu.

Trauma adalah sebuah peristiwa kehilangan yang merusak anggapan dan aturan-aturan umum dalam kehidupan. Ketika nenek Anda meninggal di sebuah panti jompo, hal itu biasanya membawa kesedihan. Ketika adik seseorang ditembak di sebuah tempat parkir di pusat kota, itu adalah peristiwa traumatis. Mereka memulai hari itu dengan asumsi bahwa mereka akan berbicara dengan orang yang bersangkutan pada malam harinya, tetapi kemudian, semua itu tiba-tiba hilang. Bencana alam, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri merupakan contoh kehilangan traumatis. Menanggapi trauma sebagai seorang pendeta, berarti bahwa Anda harus berjalan bersama orang-orang, baik untuk melalui proses berduka maupun untuk menghadapi tanggapan mereka terhadap pelanggaran yang terjadi pada orang-orang terdekat mereka, atau asumsi-asumsi tentang kehidupan.

Anugerah dapat berarti hal-hal yang lain juga, seperti dukungan langsung. Ini berarti bahwa orang-orang dalam jemaat Anda bersedia menolong untuk membawa makanan, untuk mengerjakan hal-hal kecil, dan sebagainya. Menunjukkan anugerah dengan cara seperti ini, yaitu anugerah yang memulihkan harga diri, merupakan pekerjaan kita yang paling penting.

Salah satu cara menunjukkan kebenaran adalah dalam hal informasi. Dalam masa krisis, informasi menjadi sangat kacau dalam tempo yang sangat cepat. Orang-orang bertindak tergesa-gesa dan melenceng dari fakta dan informasi, dan itu dapat menimbulkan rasa sakit dan kebingungan. Pemimpin dapat membantu dengan cara berbagi informasi yang faktual, dan bekerja untuk memadamkan berbagai gosip. Kebenaran juga memiliki hubungan dengan orang-orang terkemuka dalam situasi sebenarnya. Kita perlu berdamai dengan realitas dalam peristiwa traumatis.

Ketika krisis yang sangat besar terjadi dan memengaruhi banyak orang, bahkan terhadap orang-orang yang tidak terkait dengan orang-orang yang terlibat langsung, situasi tersebut menjadi seperti gempa bumi. Tanah bergeser di bawah kaki orang-orang, dan asumsi normal mereka tentang kehidupan telah dilanggar. Retakan terbuka di tempat-tempat yang tak terduga dan di tempat-tempat yang tidak Anda pikirkan akan terkena dampak peristiwa ini. Orang mungkin akan meminta konseling pernikahan atau isu lain hanya karena mereka merasa begitu terguncang. Ini sulit. Ini menantang. Tetapi, hal itu juga merupakan kesempatan. Sebuah krisis merupakan titik keputusan. Dan, sama seperti gempa bumi memungkinkan pembangunan kembali yang lebih kuat dan lebih tinggi setelah bencana, krisis dapat menjadi waktu yang menguatkan.

Bagaimana pemimpin peduli pada kesejahteraannya sendiri?

Sekali lagi, sebarkan tugas ke orang-orang di sekeliling Anda. Delegasikan tugas. Adalah penting untuk memastikan bahwa komunikasi sudah jelas sehingga tidak ada orang atau hal kecil penting yang terlewatkan dalam keretakan. Hal itu juga membantu para pemimpin untuk merasa yakin bahwa mereka berada di tempat yang sehat selama situasi tersebut berlangsung. Trauma dan krisis dapat mengakibatkan korban.

Dengan kata ini, kita juga perlu memahami "trauma sekunder". Jika seseorang duduk dengan seorang korban perkosaan dan mendengar cerita lengkap dari pelanggaran semacam itu, manusia normal akan ikut merasakan trauma dari si korban. Ini merupakan kehilangan yang seolah dialaminya sendiri.

Dengan memikirkan hal-hal ini, kita perlu saling menjaga. Jika seorang staf Anda baru-baru ini terlibat dalam pemakaman yang menyedihkan, dan seminggu kemudian mereka memberi pendampingan pada seorang korban trauma, dan segera setelah itu mereka bekerja dalam situasi di mana terdapat kekerasan rumah tangga, orang tersebut telah berada di garis depan pada banyak peristiwa buruk dalam jangka waktu yang pendek. Seseorang perlu melangkah masuk dan mendukung orang itu, bahkan mungkin meringankan orang itu dengan membantunya melakukan satu atau dua tugas yang berat. Jika seorang staf atau sukarelawan di gereja Anda tidak mencukupi, ini merupakan kesempatan untuk meminta bantuan dari gereja-gereja lain di daerah Anda guna membantu pekerjaan pelayanan yang lebih besar. Pastikan bahwa Anda dan jemaat Anda didukung dalam masa-masa sulit ini. (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dan disunting dari:

Nama situs : Christianity Today
Alamat URL : http://www.christianitytoday.com
Judul asli artikel: Are You Ready for a Crisis?
Penulis : Mel Lawrenz
Tanggal akses : 1 Oktober 2013
Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar