Bagaimana Yesus Mengembangkan Wanita Sebagai Pemimpin?

Pada era Perjanjian Baru, metode pemuridan yang intensional dikenal secara luas sebagai metode mengajar, dan Yesus menggunakannya untuk melatih para pemimpin masa depan gereja-Nya. Dalam dunia literatur kepemimpinan Kristen yang terus berkembang, cara Yesus mengembangkan pemimpin sering digunakan juga sebagai model untuk mengembangkan pemimpin masa kini. Contohnya, berdasarkan Markus 3:13-19, Yesus memilih dua belas murid, menunjuk mereka untuk menjadi pengikut-Nya, dan mengutus mereka (memilih, mengajar, memercayakan). Model lain didasarkan pada Lukas 5:1-11, Anda dapat melihat Yesus memilih dua belas orang dan melatih mereka menjadi pemimpin pada masa depan.

Gambar: Yesus dan Para Murid

Lalu, bagaimana dengan wanita? Jika pada era gereja mula-mula, kita melihat wanita muncul dalam kepemimpinan bersama para pria, apakah mungkin untuk melihat bagaimana para wanita juga dipilih, dilatih, dan diutus mengemban tugas kepemimpinan? Saya yakin iya. Dalam Injil, kita dapat melihat bagaimana Yesus, sambil memilih dua belas orang sebagai murid, juga mulai mengembangkan wanita, mengubah tradisi pola pikir, dan mulai memulihkan rekanan antara pria dan wanita dalam gereja dan dunia yang rusak sejak jatuhnya manusia dalam dosa.

Dua Belas Murid dan Para Wanita

Yesus memilih dua belas pria sebagai murid-Nya. Hal ini terkadang digunakan sebagai alasan mengapa wanita seharusnya tidak turut andil dalam pelayanan dan kepemimpinan. Jelas kedua belas murid itu menduduki posisi yang spesial, tetapi di antara mereka yang dekat dengan Yesus, ada juga sejumlah pengikut wanita, dan Yesus mengembangkan mereka sebagai pemimpin. Fakta bahwa wanita adalah murni pengikut, dalam budaya yang ada sedikit wanita yang melek huruf dan memiliki pendidikan formal, bertentangan dengan kehidupan masa kini. Dengan mengumpulkan temuan-temuan terbaru dalam ilmu pengetahuan Injil, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa Yesus tidak hanya mendorong wanita untuk mengikut-Nya, tetapi juga untuk memimpin orang lain. Lukas 8:1-3 adalah ayat kuncinya. Di sana, kita dapat melihat sejumlah wanita menemani Yesus, bersama dengan kedua belas murid (yang disebutkan dalam Lukas 6:12-19). Menurut Richard Bauckham, dalam Gospel Women, ayat 1-3 adalah pernyataan ringkas yang mengindikasikan bahwa peristiwa itu terjadi berulang kali dalam periode waktu yang tak menentu. Dengan kata lain, meski ayat itu adalah referensi kecil, ayat itu mengindikasikan bahwa wanita berjalan bersama Yesus secara rutin.

Bauckham juga menantang terjemahan NRSV, dan mengatakan bahwa teks Yunani dengan jelas mengatakan bahwa Yesus "bersama" dengan kedua belas murid dan para wanita: "Kedua belas murid bersama-Nya, juga para wanita ...." Di sini, Yesus mengategorikan murid-murid-Nya menjadi dua kategori besar, dua belas pria dan wanita. Fakta bahwa wanita ada untuk membantu Yesus bukanlah intinya, inti pentingnya ialah bahwa para wanita itu bersama Yesus. Itulah makna pemuridan, dan baik pria maupun wanita sepertinya sederajat; tinggal menunggu waktu saja sampai Yesus mendelegasikan pelayanan-Nya kepada semua murid-Nya.

Bauckham juga menegaskan bahwa wanita tidak ditugasi dengan hal-hal yang biasanya wanita lakukan dalam rumah tangga. Dalam teks Yunani dikatakan bahwa tidak ada pria yang membantu pelayanan Yesus dalam bentuk materi, hanya murid yang wanita yang memberikan bentuk bantuan tersebut kepada Yesus dan murid-muridnya. Dua belas murid pria sama-sama telah mengorbankan dan meninggalkan rumah dan keluarga mereka untuk mengikut Yesus (Lukas 5:11). Untuk seorang wanita terhormat seperti Yohana, mengikut Yesus juga merupakan pengorbanan besar. Bergabung dengan suatu kelompok seperti Yesus dan murid-murid-Nya yang bisa dikatakan bukan kelompok elit pada saat itu, pasti menjadi sebuah skandal besar.

Hampir semua Injil menuliskan wanita-wanita yang menemani Yesus dalam perjalanan pelayanan-Nya (Matius 27:55-56; Markus 15:40-41; Lukas 23:49). Para wanita ada di kubur Yesus (Lukas 23:49) dan menyaksikan kebangkitan (Lukas 24:1-11). Dalam Injil Yohanes, wanita digambarkan sebagai sosok yang patut diteladani dengan Maria Magdalena sebagai contoh utamanya.

Jadi, para intelektual menyimpulkan bahwa perbedaan antara kelompok pengikut Yesus yang pria dan wanita tidak sebesar anggapan selama ini. Para wanita "bersama"-Nya di sepanjang pelayanan-Nya, mengamati-Nya, dan siap sedia untuk meneruskan pelayanan-Nya setelah kebangkitan-Nya.

Para Wanita di Kaki Yesus

Yesus menyambut banyak wanita berbeda sebagai pengikutnya: Maria dari Betania, wanita di sumur, wanita Kanaan, dan lainnya yang tidak disebutkan. Maria duduk dekat kaki Yesus, yang menurut Tom Wright adalah sikap wajar seseorang yang merupakan seorang murid dan akan menjadi seorang pengajar. Dan, Yesus menegur saudarinya, Martha, karena menyibukkan diri dengan hal-hal yang dianggap harus dilakukan oleh seorang wanita (Lukas 10:41-42). Meski perbedaan perilaku antara Maria dan Martha terkadang digunakan untuk mengekplorasi gaya hidup yang aktif dan reflektif, apa yang dilakukan Maria adalah contoh yang jarang sekali terjadi -- apa yang dilakukannya berkebalikan dengan harapan tentang seperti apa dan apa yang harus dilakukan oleh seorang wanita.

Tulisan Yohanes mengenai kematian Lazarus (Yohanes 11:17-44) juga perlu diperhatikan. Inti dari kisah tersebut bukanlah Lazarus, tetapi percakapan antara Yesus dengan Maria dan Martha, terutama Martha. Pengakuan imannya mengungkapkan bahwa ia telah sungguh-sungguh belajar, dan ia membuat suatu deklarasi yang paling jelas akan imannya terhadap Injil. Maria juga menunjukkan keterusterangan dan iman yang sama.

Dalam Yohanes 12:1-8, kita melihat bagaimana Maria mengurapi kaki Yesus -- menariknya, peristiwa itu mengawali pembasuhan kaki murid-murid oleh Yesus di pasal yang ke-13. Interrelasi antara dua pasal tersebut menunjukkan bagaimana Maria memberikan teladan pelayanan dan pemuridan, dan partisipasi dalam penderitaan dan kematian Yesus.

Rasul kepada Para Rasul

Akhirnya, penampakan Yesus dan penugasan Maria Magdalena setelah kebangkitan-Nya adalah hal yang paling menarik. Dalam pemikiran populer, nama Maria mendapat citra buruk karena adanya Maria-Maria yang lain dan asumsi yang tidak benar bahwa ia adalah seorang pelacur. Dari semua wanita yang mengenal Yesus, hanya Maria, ibu-Nya, yang disebutkan lebih sering daripada Maria Magdalena. Empat penulis Injil menganggapnya sebagai pengikut Yesus yang paling setia, dan ia muncul dalam sembilan daftar yang berbeda yang kesemuanya berisi nama-nama perempuan -- cuma satu daftar yang tidak menempatkan namanya pada urutan paling atas. Di antara pengikut Yesus, nama Maria paling sering muncul di Alkitab daripada nama kedua belas murid.

Ketika Maria mengetahui bahwa Yesus telah bangkit, ia berteriak, "Rabuni," yang diartikan Yohanes sebagai "guru" (Yohanes 20:16). Hal itu, dan fakta bahwa ia adalah salah satu wanita yang bepergian ke mana-mana dengan Yesus dan belajar dari-Nya, mengisyaratkan bahwa ia adalah benar-benar murid Yesus, belajar dari-Nya untuk bekal saat ia menjadi pengajar dan pemimpin.

Untuk murid-murid yang pertama, menjadi pengikut Yesus adalah lebih daripada menjadi pengikut guru-guru lainnya. Masa depan iman Kristen tergantung pada murid-murid Guru Yesus dan bagaimana mereka berhasil memberikan apa yang mereka dapat dari-Nya, dengan mengajarkan apa yang Ia ajarkan kepada mereka dan dengan saling mengasihi seperti Ia mengasihi mereka. Tampaknya wanita termasuk di dalamnya.

"Masa depan iman Kristen tergantung pada murid-murid Guru Yesus dan bagaimana mereka berhasil memberikan apa yang mereka dapat dari-Nya."

Facebook Twitter Telegram WhatsApp

Inti ceritanya ada di taman, tempat Yesus memandati Maria dengan tugas untuk memberitakan kabar sukacita kebangkitan kepada saudara-saudaranya, sebelas rasul. Tidak heran jika ia disebut "rasul kepada rasul-rasul", dan jika kualifikasi sebagai rasul adalah bersama Yesus dan menyaksikan kebangkitan, dia (dan wanita lain) bisa dikatakan rasul, meskipun posisi mereka tidak secara formal diklaim sebagai pengganti Yudas (Kisah Para Rasul 2:21-22).

Seperti dikatakan Carolyn Custis James, secara budaya, sah-sah saja untuk para rasul membatasi wanita pengikut Yesus setelah Yesus kembali kepada Bapa-Nya. Akan tetapi, tidak demikian bagi Yesus. Ia telah mengangkat wanita dengan melibatkan mereka sebagai murid dan pada saat kebangkitan-Nya, Ia menegaskan pelayanan mereka sebagai pembawa pesan. Para penulis Injil tergantung pada kesaksian wanita, seperti Maria ibu Yesus dan Maria Magdalena, untuk menuliskan kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Maria ibu-Nya, dan "beberapa wanita" yang ada di sana setelah kebangkitan, bertekun berdoa dan menunggu masa depan yang terbentang (Kisah Para Rasul 1:14).

Dari contoh di atas, kita dapat melihat bahwa Yesus membuka jalan baru, sikap baru terhadap wanita, melihat apa peran mereka bagi Allah, bukannya peran yang didikte oleh masyarakat. Saat Ia mempersiapkan dua belas murid pria, Ia juga mempersiapkan para wanita yang memilih untuk mengikut Dia di sepanjang pelayanan-Nya. Dan, saat roh Kudus tercurah pada Pentakosta, umat Allah yang baru terbentuk, dan wanita, seperti halnya pria, diberi wewenang. Pada gereja-gereja pertama, pembedaan ras, kelas, dan jenis kelamin dihapuskan; kualifikasi pelayanan tergantung (dengan beberapa kelonggaran budaya) tidak lagi pada jenis kelamin dan status sosial, tetapi pada anugerah. Dan, para wanita yang telah "bersama" Yesus itu mampu melayani, sampai dibuatnya batasan-batasan untuk wanita melayani bersama-sama pria. (t/Dian)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : cpas
URL : http://www.cpas.org.uk/womeninleadership/resources/index.php?category=82
Judul asli artikel : How Did Jesus Develop Women As Leaders?
Penulis artikel : Rosie Ward
Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar