Memproduksi Pemimpin-Pemimpin Baru

"Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain." (2 Timotius 2:2, C.B. Williams)

Dalam perkataan ini, Paulus menekankan tanggung jawab pemimpin rohani untuk memproduksi dan melipatgandakan dirinya. Jika dia harus menyerahkan tanggung jawabnya, dia akan menyediakan waktu untuk melatih orang-orang muda agar berhasil, dan bahkan mungkin menggantikannya. Kualitas rohani Barnabas terlihat dalam ketulusan hatinya ketika anak didiknya yang cemerlang, Paulus, melampauinya dan menjadi anggota dominan dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pemimpin harus memberi kesempatan yang cukup bagi bawahannya untuk melatih dan mengembangkan kemampuan mereka.

Pada suatu konferensi penginjil baru-baru ini, seorang pemimpin nasional diundang untuk mengutarakan dengan jujur (dari sudut pandang orang Asia) pengertiannya mengenai peran penginjil di dunia saat ini. Di antara beberapa hal, dia mengatakan, "Penginjil di negara-negara Asia sebaiknya berhenti menjadi 'pemain', dan lebih banyak menjadi pelatih." Walaupun hal ini, tentu saja tidak selalu benar untuk setiap situasi penginjilan. Pernyataan ini menyoroti salah satu kebutuhan utama dalam strategi penginjilan masa kini.

Tugas pelatihan calon-calon pemimpin merupakan tugas yang sulit, yang membutuhkan keahlian khusus. Pemimpin yang bijaksana tidak akan memberitahukan hasil akhir pemikirannya. Terlepas dari pengalamannya yang banyak, Uskup Stephen Neill menunjukkan dengan tepat bahaya dari suatu pendekatan yang salah terhadap aspek penting pelayanan Kristen. "Jika kita berencana untuk menghasilkan sekelompok pemimpin, usaha yang mungkin berhasil kita lakukan adalah menciptakan orang-orang cerdas yang tak kenal lelah, ambisius, dan tidak cepat puas. Memberi tahu seseorang bahwa dia dipanggil untuk menjadi pemimpin adalah cara terbaik untuk mempertanggungjawabkan kegagalan rohaninya. Dalam dunia Kristen, ambisi lebih mengerikan daripada dosa yang lain. Jika dibiarkan, sifat ambisi menjadikan orang tidak lagi berguna dalam pelayanan. Hal yang paling penting saat ini adalah kerohanian, bukan kecerdasan; karakter orang-orang Kristen setempat yang dipanggil untuk mengemban tanggung jawab dalam perintisan gereja."

Uskup Leslie Newbigin selanjutnya mempertanyakan sejauh mana gambaran kepemimpinan menjadi sesuatu yang benar-benar perlu kita anjurkan. Hal ini sangat sulit diterapkan tanpa dibiaskan oleh ajaran-ajaran non-Kristen. Gambaran kepemimpinan orang-orang kudus dan hamba-hamba Tuhan, tidak sama besar dengan gambaran kepemimpinan para pemimpin. Jika kenyataan ini tidak ditetapkan sejak semula, seluruh pemikiran tentang pelatihan kepemimpinan bisa membahayakan. Pola pelatihan kepemimpinan Kristen harus seperti yang diberikan Tuhan ketika melatih kedua belas rasul-Nya.

Barangkali, pekerjaan yang paling strategis dan berhasil dalam penginjilan zaman ini adalah menolong pemimpin-pemimpin di masa depan dalam mengembangkan potensi kerohanian mereka. Ini merupakan sebuah tugas yang membutuhkan pemikiran yang matang, perencanaan yang bijaksana, kesabaran yang tidak berakhir, dan kasih yang murni. Tugas ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Tuhan kita menghabiskan waktunya paling banyak dari tiga tahun pelayanan-Nya untuk membentuk karakter dan mendisiplinkan sifat-sifat rohani para rasul. Waktu bukanlah objek dalam pekerjaan penting ini. Paulus mengikuti jejak Tuhannya saat melatih orang-orang muda yang menjanjikan seperti Timotius dan Titus.

Metode Paulus dalam mempersiapkan Timotius untuk bertanggung jawab dalam pelayanan jemaat Efesus yang terpelajar benar-benar penuh pengajaran. Timotius kira-kira berumur 20 tahun ketika dia mulai belajar. Dia dibesarkan dengan pola asuh wanita. Kecenderungan kewanitaan sangat menonjol melalui kesehatannya yang tidak jelas. Sifat pemalunya juga perlu diperbaiki. Sebuah catatan menunjukkan bahwa dia membutuhkan lebih banyak "besi" dalam pemulihannya. Untuk urusan pekerjaan, dia cenderung tidak terarah dan terlalu sabar serta pilih kasih dengan orang-orang yang "tidak penting". Dia lekas marah dan cepat emosi terhadap lawan-lawannya. Dia lebih senang mengandalkan pengalaman rohaninya daripada menghidupkan kembali "apinya" yang hampir padam. Akan tetapi, Paulus memiliki pemikiran yang sangat tinggi dan cermat. Paulus membiarkan Timotius untuk mendapatkan pengalaman, dia tidak menjauhkannya dari kesukaran-kesukaran yang dapat memperkuat ototnya dan membuatnya lebih perkasa. Paulus tidak ragu-ragu untuk memberi Timotius tugas-tugas yang melampaui kemampuannya. Bagaimana mungkin anak muda dapat mengembangkan kemampuannya, jika bukan dengan menyelesaikan tugas-tugas yang akan membuatnya menjadi orang hebat?

Berkeliling dengan Paulus mengharuskan Timotius untuk berhubungan dengan berbagai jenis manusia dengan berbagai perawakan, yang kepribadian dan prestasinya membakar ambisi Timotius. Dari gurunya, dia belajar untuk menaklukkan masalah yang terjadi dalam kehidupan dan pelayanan Paulus. Dia mendapatkan hak istimewa untuk membagikan pengajaran. Dia dipercaya untuk bertanggung jawab merintis jemaat Kristen di Tesalonika, dan meneguhkan iman mereka. Dia berhasil menunjukkan keberaniannya. Standar-standar yang sulit, harapan-harapan yang tinggi, dan kebutuhan pelayanan yang berat dari Paulus memunculkan hal yang terbaik dalam diri Timotius, bahkan membuatnya melebihi rata-rata.

Frank Buchman (pendiri Moral Rearmament), terlepas dari jasa-jasa pergerakannya, menampilkan bakat kepemimpinan. Dia menyatakan bahwa jika dia tidak melatih orang lain untuk melakukan lebih baik daripada apa yang pernah dia lakukan, berarti dia gagal. Selama bertahun-tahun dia berusaha membuat dirinya tidak berarti, dan inilah yang membuatnya berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya.

Dalam bidang penginjilan tidak ada sesuatu yang lebih penting dan bermanfaat daripada kepemimpinan. Dalam tingkat rohani dan pelatihan nasional, orang-orang Kristen bergantung pada perkembangan gereja. Setelah tahap perintisan awal dalam bidang apa pun dilewati, tahap pekerjaan ini harus diprioritaskan. Perkembangan diri dalam kehidupan orang-orang muda yang menjanjikan, yang bekerja dengannya seharusnya menempati salah satu tujuan utama penginjilan.

Dalam pelatihan kepemimpinan bagi para penginjil muda, sebaiknya ada ruang yang disediakan untuk fleksibilitas dalam kasus penginjilan khusus atau istimewa. Allah memiliki "orang-orang yang tidak biasa" dan banyak di antara mereka telah membuat sumbangsih yang menonjol dalam penginjilan di dunia. Siapa yang dapat memasukkan Charles T. Studd ke dalam cetakan? Para pria dan wanita tidak dapat diukur dengan standar-standar umum atau dibentuk menyerupai pola-pola baku yang sudah ada.

Salah satu penginjil itu adalah Douglas Thornton, yang membuat kesan mendalam dalam pekerjaannya di tengah saudara-saudara sepupu di Timur Dekat. Dia adalah orang yang memiliki bakat langka, bahkan sebagai anggota baru dia tidak ragu untuk mengungkapkan pandangannya, yang menurut para seniornya tampak radikal dan sulit dipraktikkan.

Penulis biografinya menulis: "Mengetahui bahwa Thornton merasa terpaksa untuk menulis sebuah catatan singkat yang mengungkapkan pemikirannya mengenai pekerjaan-pekerjaan di Mesir pada masa lalu, masa kini, dan masa depan untuk komunitasnya benar-benar mengejutkan. Ini bukan sebuah teladan yang harus diikuti oleh penginjil-penginjil muda setelah 3,5 bulan di lapangan, apalagi dalam kesempatan ini, banyak yang tidak setuju. Akan tetapi, Thornton adalah orang yang istimewa. Waktu membuktikan bahwa pemikiran dan coretan-coretannya layak untuk dipelajari. Hal itu tidak sepantasnya kita abaikan. Kebanyakan siswa tingkat awal menunda pengamatan terbaik mereka dan akan melakukannya saat dewasa nanti. Akan tetapi, ketika seseorang dengan pengecualian muncul, dua hal harus diperhatikan -- dia harus belajar untuk membuat pengamatannya dengan cara yang benar sambil mengajak para seniornya; dan para senior harus belajar bagaimana belajar dari seseorang yang mungkin memiliki kemampuan. Selain hal ini mengembangkan keinginan untuk belajar mandiri, ini juga digunakan untuk memperlengkapi mereka secara luar biasa dengan ide-ide yang segar dan spontan. Keduanya merupakan pelajaran yang sulit.

Pelatihan pemimpin tidak dapat dilakukan dengan menerapkan teknik produksi massal, melainkan membutuhkan pengarahan yang sabar dan cermat, serta bimbingan pribadi dengan dukungan doa bagi seseorang dalam waktu yang lama. "Proses pemuridan bukanlah produksi massal. Murid-murid dihasilkan satu per satu. Setiap orang yang berpengalaman harus mendisiplin, memerintah dan mempertajam, mengasuh dan melatih orang lain yang lebih muda."

Ketika seseorang ditunjuk oleh Allah sebagai pemimpin, Allah akan memastikan bahwa orang itu menerima disiplin yang diperlukan untuk membuatnya efektif.

Ketika Allah ingin melatih seseorang, menguatkan seseorang, memperlengkapi seseorang; ketika Allah ingin membentuk seseorang untuk memainkan peran yang mulia; ketika Dia berhasrat sepenuh hati-Nya untuk menciptakan seseorang yang sangat hebat dan pemberani sehingga membuat seluruh dunia kagum; perhatikan cara-Nya, perhatikan jalan-Nya! Bagaimana Dia dengan kejam menyempurnakan orang yang dipilih-Nya! Bagaimana Dia memukulnya dengan palu dan melukainya, dan dengan embusan yang kuat mengubahnya menjadi bentuk percobaan dari tanah liat yang hanya dimengerti oleh Allah, sementara hatinya yang tersiksa menangis dan dia mengangkat kepalanya sambil memohon. Bagaimana Dia membengkokkan tetapi tiada pernah mematahkan ketika Dia menyatakan kebaikan. Bagaimana Dia memakai orang yang Dia pilih dan dengan masing-masing tujuan meleburnya, dengan setiap tindakan berkemampuan untuk menyatakan kemuliaan-Nya -- Allah tahu apa yang dikerjakan-Nya! (t/Dicky)

Diterjemahkan dari:

Judul buku: The Inner Man (Frank Hamrick)
with Spiritual Leadership (J. Oswald Sanders)
Judul asli artikel: The Reproduction of Leaders
Penulis : J. Oswald Sanders
Penerbit: Positive Action For Christ, Inc., Rocky Mount 1983
Halaman : 137 -- 141
Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar