Kepemimpinan Kristen Versus Kepemimpinan Sekuler (Bagian I)

Pengertian tentang arti dan hakikat kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, kepemimpinan yang dipraktikkan seorang pemimpin akan diwarnai oleh pemahaman internal tentang arti kepemimpinan itu sendiri.

Demikian pula seorang pemimpin Kristen, pola kepemimpinannya akan ditentukan oleh pemahaman dan penghayatan tentang arti kepemimpinan itu sendiri. Jika makna kepemimpinan sekuler yang dihayati, maka sekalipun ia dikenal sebagai "pemimpin Kristen," akan tetapi, sesungguhnya praktik kepemimpinannya bukan "kepemimpinan kristiani." Sebaliknya, jika ia menghayati dan menerapkan kepemimpinan yang "Kristiani" berlandaskan perspektif Alkitab, maka barulah kepemimpinannya layak disebut kepemimpinan rohani.

Pandangan Umum Tentang Kepemimpinan

1. Arti pemimpin

Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu memengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan [1]. Mengutip Henry Pratt Fairchild, Kartini Kartono mengatakan, pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan, atau posisinya. Dalam pengertian terbatas, pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya [2]. Berdasarkan beberapa definisi dari kata "pemimpin", Kartini Kartono mendefinisikan pemimpin sebagai pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat memengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu [3].

2. Penyebab munculnya pemimpin

Ada tiga teori tentang kemunculan pemimpin [4]. Pertama, Teori Genetis. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin lahir dari pembawaan bakatnya sejak ia lahir, bukan dibentuk menurut perencanaan yang disengaja. Pemimpin demikian lahir dari situasi yang bagaimanapun juga, karena ia bersifat sudah ditetapkan (determinis dan fatalis). Kedua, Teori Sosial. Teori ini kebalikan atau lawan teori pertama. Pemimpin tidak muncul akibat bawaannya sejak lahir, melainkan disiapkan dan dibentuk. Sebab itu, setiap orang bisa menjadi pemimpin asal dipersiapkan dan dididik secara sistematis. Ketiga, Teori Ekologis atau Sintetis. Teori ini muncul sebagai respons terhadap dua teori terdahulu. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin muncul melalui bakat-bakat sejak lahir, lalu dipersiapkan melalui pengalaman dan pendidikan sesuai dengan konteksnya.

3. Persyaratan pemimpin

Ada tiga hal penting yang menjadi persyaratan pemimpin sekuler [5]. Pertama, Kekuasaan. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan, otoritas, dan legalitas untuk memengaruhi dan menggerakkan bawahannya. Kedua, Kewibawaan. Pemimpin harus memiliki kelebihan, keunggulan, keutamaan agar ia mampu mengatur orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tertentu. Ketiga, Kemampuan. Pemimpin harus memiliki daya, kekuatan, keunggulan, kecakapan teknis dan sosial yang melampaui bawahannya. Ada pula yang beranggapan bahwa pemimpin harus memiliki kualitas-kualitas unggul seperti kemampuan berpikir tinggi, bijaksana, bertanggung jawab, adil, jujur, memiliki rasa humor, dsb. Sebagian lagi beranggapan bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan relasi dengan bawahannya, misalnya, kemampuan mengoordinasi bawahannya, menyusun konsep dan penjabaran tujuan-tujuan, bersikap adil, dsb. Namun, menurut pandangan umum/sekuler ini, keunggulan pemimpin dari sisi karakter tidak bersifat mutlak, sebab bisa saja karakter yang baik tidak terdapat pada seorang pemimpin dunia yang paling menonjol dan dipandang paling sukses [6]. Misalnya, Hitler dan Idi Amin yang dikenal sebagai tiran dan menimbulkan petaka dahsyat dalam sejarah dunia dan melenyapkan banyak jiwa, memiliki tabiat yang abnormal dan destruktif.

4. Arti kepemimpinan

Menurut Warren Bennis dan Burt Nanus, seperti yang dikutip Henry dan Richard Blackaby, mereka menemukan ada lebih dari 850 rumusan tentang kepemimpinan [7]. Mengutip pelbagai pandangan umum tentang makna kepemimpinan, Kartini Kartono mengatakan kepemimpinan [8] sebagai: Proses dengan mana seorang agen menyebabkan seorang bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu. Kegiatan memengaruhi orang-orang agar bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Kegiatan memengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Seni untuk memengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial melalui mana seseorang dapat memperoleh bantuan dari orang lain dalam mencapai sebuah gol [9]. Berdasarkan beragam pandangan di atas, kepemimpinan berarti proses/kegiatan atau kesanggupan menggerakkan/memengaruhi orang yang dipimpin, kemampuan menuntun mereka mencapai tujuan-tujuan tertentu, yang bersifat individu maupun kelompok.

5. Tipe kepemimpinan

Kepemimpinan dalam pengertian umum dapat dikategorikan berdasarkan beberapa cara. Ada yang membagi tipe kepemimpinan sebagai [10]: 1) the crowd-compeller, kepemimpinan yang memaksakan kehendaknya kepada kelompok. 2) the crowd-exponent, penerjemahan atau bentuk penampilan dari kelompok. 3) the crowd-representative, kepemimpinan sebagai wakil/utusan dari kelompok. Ada pula pembagian tipe: 1) kepemimpinan konservatif/kuno, 2) kepemimpinan radikal, dan 3) kepemimpinan yang ilmiah [11]. Berdasarkan orientasi (tugas, hubungan kerja, dan hasil efektif) kepemimpinan dapat dibagi menjadi delapan tipe: deserter (pembelot), birokrat, misionari, developer (pembangun), otokrat, otokrat yang bajik, compromiser (kompromis), dan eksekutif [12].

Perbedaan Antara Gereja Dan Organisasi

Bagaimanakah makna pemimpin dan kepemimpinan rohani atau Kristen? Sebelum kita menelaah tentang definisi dan arti kepemimpinan Kristen, maka harus dikenali perbedaan konteks dari pemimpin dan kepemimpinannya, yakni organisasi atau gereja di mana kepemimpinan itu dilaksanakan. Ada dua perbedaan prinsip antara gereja dan organisasi [13] Pertama, dari segi naturnya. Hakikat gereja adalah organisme bukan organisasi. Ada tiga pihak yang hadir dalam gereja: Kristus, warga jemaat, dan pemimpin. Karena hakikat gereja sebagai organisme maka setiap anggota harus memiliki relasi pribadi dengan Kristus sebagai kepala gereja, dan sewajarnya setiap anggota memiliki persekutuan satu dengan lainnya. Kedua, sasaran utamanya. Gereja mengutamakan manusia lebih daripada benda, kerja, atau hasil. Oleh sebab itu, tujuan utama gereja adalah kedewasaan dari tubuh dalam relasi dengan Tuhan dan antar sesama di dalamnya. Sedangkan tujuan utama organisasi adalah untuk melaksanakan tugas dan mencapai upaya produktif [14], sehingga bisa saja mengabaikan kepentingan individu dalam organisasi, karena yang terpenting adalah bagaimana agar bisa mencapai target. Implikasi dari prinsip Alkitab tersebut adalah, gereja (komunitas umat Allah) sebagai organisme, secara terbatas [15] dapat memanfaatkan sistem organisasi dan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai umat Allah. Namun, gereja harus tetap mempertahankan sifat "keorganisasian" yang mengutamakan manusia, relasi antar pribadi, dan kebergantungan kepada Kristus sebagai Kepalanya.

Catatan Kaki:

  • [1] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: CV Rajawali, 1988), hlm. 33
  • [2] Ibid., hlm. 34
  • [3] Ibid., hlm. 35.
  • [4] Ibid., hlm. 29.
  • [5] Ibid., hlm. 31.
  • [6] Ibid., hlm. 35-37.
  • [7] Henry & Richard Blackaby, Kepemimpinan Rohani (Batam Centre: Gospel Press, 2005), hlm.33.
  • [8] Ibid., hlm. 38-39.
  • [9] Martin M. Chemers, An Integrative Theory of Leadership (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1997), hlm. 2.
  • [10] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 39.
  • [11] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 40.
  • [12] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 30-31.
  • [13] Lihat Lawrence O. Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of Church Leadership (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), hlm. 31-42; 150-204.
  • [14] Martin, An Integrative Theory of Leadership, hlm. 2.
  • [15] Engstrom dan Dayton memandang bahwa organisasi dan manajemen bersifat netral, demikian pula orang yang memanfaatkannya, baik Kristen maupun bukan Kristen. Sedangkan Richards dan Hoeldtke menilai bahwa organisasi dan manajemen bersifat "amoral," atau netral, sedangkan manusia yang memanfaatkannya tidak netral dan berperan secara krusial, Kristen dan bukan Kristen. Lihat Richards and Hoeldtke, A Theology of Church Leadership, hlm. 191-204.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama situs : gkagloria.or.id
Alamat URL : http://gkagloria.or.id/artikel/a14.php
Judul artikel : Kepemimpinan Kristen Versus Kepemimpinan Sekuler
Penulis artikel : Pdt. Ruslan Christian
Tanggal akses : 6 Desember 2010
File: 

Komentar