Apa yang Harus Dikerjakan Pemimpin?

(Robby I. Chandra)

Agustinus adalah seorang pemuda yang memenuhi berbagai prasyarat kepemimpinan. Ia peduli kepada muda-mudi yang dipercayakan kepadanya. Ia menyediakan diri untuk bekerja keras dan banyak mengorbankan waktunya. Lebih dari itu, caranya mengatasi masalah- masalah yang timbul juga sangat baik. Namun, secara berkala ia mengeluhkan keadaannya kepada pendeta di gerejanya. "Berat sekali pikulan ini, Pak. Saya lelah secara mental." Setelah melayani dua tahun, ia mundur dan menghilang. Agustinus mengalami "kondisi terbakar habis" (burned out) bagaikan lilin yang dibakar dari kedua ujungnya sekaligus.

Apa yang harus Anda lakukan untuk menjadi pemimpin kristiani yang berhasil dan tidak sampai "musnah terbakar" oleh panggilan ini? Di gereja, lembaga pendidikan, atau lembaga parachurch, acap kali apa yang harus Anda kerjakan sebagai pemimpin tidak terungkap secara nyata. Akibatnya banyak harapan tidak terkendali. Orang menuntut sangat banyak dari pemimpinnya, termasuk hal-hal yang tidak masuk akal. Bukankah sebagai pemimpin Anda sering merasa bahwa Anda dituntut untuk hidup sederhana namun tampil mewah, bersikap sabar tapi cekatan, serta cenderung atletis namun asketis? Anda harus bersikap tegas, sekaligus lemah lembut. Anda berani membuat terobosan, namun reflektif. Dengan kata lain, terhadap tuntutan tadi mungkin malaikat pun tak akan mampu memenuhinya. Agar pemimpin dan mereka yang dipimpin tidak menjadi kecewa dan pahit, maka sebelum mulai bekerja, seorang pemimpin harus memperjelas apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus dihindari oleh orang yang dipimpinnya. Ia juga harus menolong mereka dalam memperjelas harapan mereka.

Memang sebenarnya Anda tidak perlu memenuhi hal-hal yang keliru. Namun, orang-orang mengharapkan keteladanan dan integritas dalam gambar diri, misi hidup, dan perilaku seorang pemimpin yang berporos pada Kristus. Hal-hal tersebut harus dipenuhi. Selain itu, bila orang mengharapkan bahwa prasyarat seorang pemimpin kristiani ialah lebih berani menggantungkan diri kepada-Nya, serta menghayati panggilannya untuk memimpin, tuntutan-tuntutan seperti ini memang layak dipenuhi.

Kenneth Gangel, seorang pakar, mencatat bahwa seorang pemimpin harus melakukan berbagai hal agar berhasil, meliputi Relating, Organizing, Achieving, Thinking, Envisioning, dan Enduring (menjalin hubungan, mengorganisasi, mencapai, berpikir, menggali visi, dan menanggung beban).

Barangkali, inilah saatnya kita menyimak tulisan Souza, seorang pakar yang menggarisbawahi bahwa seorang pemimpin kristiani diharapkan melakukan beberapa hal berikut.

To ennoble yakni memberikan perspektif yang lebih bermakna terhadap urusan yang dilaksanakan. Istilah lain ialah "heart perspective atau mengangkat hati pengikutnya".

To enable yakni mendidik, menolong orang belajar, melatih, memimpin, dan konseling agar orang dapat melaksanakan tugasnya. Istilah lain ialah "head perspective" atau perspektif nalar.

To empower yakni memberikan kesempatan atau daya kepada orang lain agar melaksanakan dengan baik apa yang telah dipelajari. Istilah lainnya ialah memberdayakan.

Masih ada pendapat lain, bahwa pemimpin bertanggung jawab menolong pengikutnya bertumbuh pada aspek-aspek:

Spiritual : visi, makna, dan standar nilai-nilai Intelektual : lebih memahami Emosional : lebih termotivasi Manajerial : lebih menguasai keterampilan dalam bekerja

Jadi, jika Anda adalah seorang pemimpin, maka Anda adalah orang yang memberikan dampak kuat kepada orang lain. Anda juga harus terbeban menimbulkan perubahan pada pengikut Anda. Anda akan bahagia bila orang yang mengikuti Anda bertumbuh dan mampu memberikan kontribusi yang maksimum bagi dunia. Anda juga akan bahagia bila potensi mereka sepenuhnya berkembang, terutama bila Anda sangat peduli untuk menumbuhkan bibit-bibit pemimpin baru yang akan melanjutkan karya Anda. Anda akan mencapainya bila orang mempercayai Anda.

Sumber diedit dari: Judul Buku : Landasan Pacu Kepemimpinan Judul Artikel: Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin? Penulis : Robby I. Chandra Penerbit : Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004 Halaman : 40-44

File: 

Komentar