Sumber Kebenaran

BAB VIII

SUMBER KEBENARAN

Di dalam bab sebelumnya kami telah menyebutkan bahwa ada beberapa kebenaran dalam kepercayaan lain yang dapat kita nyatakan meskipun kita tahu bahwa kebenaran ini tidak mencukupi untuk membawa orang- orang pada keselamatan. Hal ini membawa kita pada suatu pertanyaan mengenai sumber kebenaran ini. Dan dapatkah mereka menggambarkan kebenaran tersebut dengan cara yang sama seperti pernyataan Allah dalam Alkitab?

TIGA SUMBER KEBENARAN

Alkitab mengajarkan bahwa ada tiga sumber kebenaran di samping Alkitab yang disediakan bagi manusia.

  1. Pernyataan Allah yang Sejati

  2. Sumber pertama adalah pernyataan Allah yang mula-mula kepada Adam, manusia pertama. Paulus mengatakan bahwa dari "satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa" (Kisah Para Rasul 17:26; lihat juga Roma 5:12-21). Hal ini menunjukkan bahwa Adam adalah Bapa dari semua suku bangsa manusia. Alkitab mengajarkan bahwa Allah mempunyai hubungan pribadi yang hangat dengan Adam. Ini hanya dapat dimungkinkan apabila Allah telah menyatakan kunci kebenaran mengenai jati diri-NYa kepada Adam.

    Karena kejatuhan manusia dalam dosa, hakekat manusia rusak dan ketidakbenaran memasuki pikirannya. Paulus menulis, "Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja serta menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya" (Roma 1:25). Jadi agama manusia telah mengalami kemerosotan.

    Tetapi penyataan yang mula-mula diberikan kepada Adam tidak seluruhnya dihilangkan oleh umat manusia. Di dalam diri manusia terdapat apa yang disebut "pengetahuan yang mengingatkan". {1} Dalam pengetahuan yang mengingatkan ini terdapat kebenaran tentang Allah.

    Pendapat mengenai kemerosotan agama ini tidak diterima oleh banyak kelompok pada saat ini. Orang lebih suka mengatakan perkembangan sejarah agama dengan istilah evolusi (perkembangan membaik) daripada istilah devolusi (kemerosotan).

    Teori Evolusi menyatakan bahwa agama adalah usaha manusia untuk menjawab pertanyaan dan tantangan tertentu yang mereka hadapi. Sejak jaman dahulu manusia memerlukan penjelasan bagaimana dunia dengan segala kerumitannya ini terjadi. Manusia merasa tidak aman karena ketidakmampuannya dalam mengendalikan alam, sehingga manusia mulai mencari sesuatu yang dianggap lebih mampu dari dirinya untuk memperoleh perlindungan dan berkat. Manusia membutuhkan perlengkapan dari sumber tertentu untuk melindungi dirinya dari ketidak beruntungan yang dihadapi. Perlahan-lahan manusia "menciptakan" hantu, roh-roh, jin, dan dewa-dewa untuk menjawab pertanyaannya. Terdapat dewa-dewa dengan fungsi yang berbeda-beda dan melindungi tempat-tempat yang berlainan. Sehingga muncullah politeisme.

    Dengan adanya perkembangan masyarakat yang diikuti teori evolusi, manusia menyadari bahwa dengan mempunyai seorang penguasa tertinggi atas suatu daerah yang luas secara politis akan lebih efektif dari pada mempunyai banyak pimpinan daerah, maka muncullah kerajaan. Ide tentang penguasa tertinggi ini meluas sampai ke bidang keagamaan yang menghasilkan kepercayaan adanya seorang allah tertinggi. Puncak dari proses ini adalah monotheisme, kepercayaan terhadap satu allah yang tertinggi.

    Alkitab menyatakan hal yang bertolak belakang dari pandangan evolusi ini. Alkitab menyatakan bahwa manusia pertama mempunyai kepercayaan tunggal kepada Allah tertinggi yang kemudian kepercayaan itu rusak sesudah kejatuhan manusia dalam dosa, yang akhirnya mengakibatkan politeisme dan animisme (penyembahan terhadap roh-roh).

    Carl F.H. Henry menganggap penjelasan evolusi tentang sejarah agama sebagai ciri khas pemikiran manusia pada jaman sekarang. Dia mengatakan, "Pada setiap jaman filsuf-filsuf mencari prinsip yang dapat menjelaskan segala sesuatu." Dia menunjukkan bahwa "dalam jaman modern ini prinsip tersebut telah menjadi kategori evolusi."{2} Sehingga perkembangan agama juga dijelaskan dalam bentuk teori evolusi.

    Meskipun demikian, studi antropologi yang dilakukan pada abad ini telah memberikan bukti yang meyakinkan dari sudut pandang Alkitab, yang melihat keragaman agama sebagai kemerosotan dari pernyataan yang sejati. Don Richardson telah membuat pengertian yang mendalam dari antropologi yang ada dengan sudut pandang non teknis dalam bukunya "Eternity in Their Hearts" (Kekekalan dalam Hati Mereka). Dia memperlihatkan bagaimana ide tentang satu Allah yang baik dan tertinggi yang terdapat dalam ribuan kebudayaan primitif yang sudah dipelajari dalam abad ini.{3}

    Richardson menunjukkan bagaimana penemuan-penemuan ini membuat malu banyak antropolog karena mereka terus menentang pendapat mutakhir tentang sejarah keagamaan. Mereka mengharapkan pemikiran yang "tidak maju" tentang ilahi. Apa yang disebut kemajuan pemikiran mengenai Allah yang tertinggi merupakan penemuan yang paling tidak diharapkan, sebab kebudayaan primitif ini tidak berpikiran untuk mengembangkan ide semacam itu. Richardson melaporkan bahwa "mungkin 90% atau lebih dari agama rakyat di bumi ini berisi pengakuan yang jelas mengenai keberadaan satu Allah yang Mahatinggi." {4}

    Ketika misionaris pergi dan mengabarkan Injil kepada budaya ini, pendengaran mereka seringkali secara otomatis menggambarkan Allah orang Kristen dengan Allah mereka yang tertinggi, suatu kenyataan yang telah mempermudah tugas penerjemah Alkitab. Pendeta Lesslie Newbigin mencatat bahwa "hampir dalam semua kasus dimana Alkitab telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa orang-orang yang non-Kristen yang ada di berbagai bangsa di dunia, kata dalam Perjanjian Baru 'Theos' (kata Yunani untuk Tuhan) telah diterjemahkan dengan nama yang diberikan oleh orang-orang non-Kristen kepada Seseorang yang mereka sembah sebagai yang Tertinggi.{5} Newbigin mengutip pernyataan konsultan terbesar penerjemah Alkitab, Eugene Nida, yang telah menunjukkan bahwa dimana para translator mencoba untuk menghindari berita dengan mempermudahkan dalam menerjemahkan kata dalam bahasa Yunani atau Ibrani, para penginjil akan menjelaskan kata asing yang terdapat dalam teks Alkitab dengan menggunakan istilah yang dipakai oleh orang setempat yang berarti Allah.

    Inilah sumber pertama kebenaran pada sistem kepercayaan non Kristen-Pernyataan Allah yang sejati. Walaupun pernyataan ini telah dirusak oleh dosa, beberapa kebenaran tetap masih ada, dan kebenaran itu bisa dinyatakan dan digunakan sebagai batu loncatan dalam mengabarkan Injil.

  3. Citra Allah Dalam Diri Manusia

    Sumber kebenaran yang ada selain dari Alkitab adalah sifat asli manusia. Manusia merupakan mahkluk yang sangat rohani. Seorang theolog Belanda, J.H. Bavinck, menunjukkan bahwa "tidak berarti bahwa setiap manusia yang memiliki sifat kerohanian berada pada tingkat yang sama." Beberapa orang lebih rohani dibanding yang lain. Tetapi kalau kita meninjau umat manusia secara keseluruhan, kita harus setuju dengan pendapat Bavinck bahwa "kita tidak dapat menyangkal bahwa kerohanian merupakan hal yang tepat bagi manusia." Bavinck mengatakan, "Walaupun manusia memalingkan diri dari tradisi agama dimana mereka dibesarkan dan menyebut dirinya sendiri sebagai seorang atheis, ia tetap berakar pada kecenderungan agamanya. Ia tidak akan pernah secara penuh menyangkal dirinya dari hal tersebut." {6}

    Agama, seperti Budha, menyangkal kebutuhan manusia yang berhubungan dengan mahkluk supranatural apapun. Tetapi kebanyakan pengikut agama seperti itu secara umum tidak dapat dikaitkan pada hal- hal yang tidak berhubungan dengan agama secara kaku. Budha Mahayana merupakan cabang terbesar dari agama Budha. Budha Mahayana ini banyak terdapat di Jepang, China, Korea dan Tibet. Orang-orang Budha Mahayana ini menyembah Sang Budha dan Bodhisatwa dan menyerahkan doanya kepada mereka karena Sang Budha dan Bodhisatwa ini akan menjadi dewa. Sedangkan Budha Hinayana terdapat di negara-negara seperti Sri Langka, Birma, Thailand, dan Kamboja. Aliran ini menyembah Budha Hinayana sendiri agar lebih dekat pada pengajaran Budha dan Kitab Suci Budha pada jaman dahulu (Pali). Pengikut Budha Hinayana ini juga melibatkan faktor keilahian dalam praktek keagamaanya. Banyak pengikut Budha di Sri Langka mendewakan Budha secara harafiah, meskipun secara praktek bertentangan. Pengikut Budha ini sering membicarakan tentang dewa- dewa yang melindungi mereka. Koran pagi pada saat saya menulis buku ini memberitakan suatu pernyataan dari pemimpin tertinggi dari kuil terkenal di Sri Langka. Dia menyatakan bahwa kuil "dipersembahkan bagi Budha dan dewa-dewa." Pengikut Budha ini pada waktu mendapatkan masalah seringkali berusaha untuk mendapatkan bantuan dari para dewa dan roh-roh.

    Paham Komunis mencoba untuk menghapus agama dengan kekuatan rasional dan pendekatan materialisnya. Tetapi saat ini agama tumbuh subur di negara komunis, walaupun mereka harus menghadapi diskriminasi dan penganiayaan.

    Kerohanian manusia yang tidak dapat dihilangkan dari dalam diri manusia merupakan sisa-sisa Citra Allah dalam diri manusia (lihat Kejadian 1:26, 27). Citra ini ternoda sebagai akibat dari jatuhnya manusia ke dalam dosa sehingga tidak ada bagian dalam diri manusia yang tidak ternoda dan tercemar oleh dosa. Tetapi manusia masih tetap memiliki beberapa karakter dan kemampuan alami yang telah Tuhan tanamkan dalam diri manusia. Sifat pembawaaan ini tercermin dalam hal yang baik dan buruk, hal inilah yang menyebabkan mengapa manusia senantiasa merasa haus akan keilahian. Kitab Pengkotbah 3:11 mengatakan bahwa Tuhan telah "menaruh kekekalan dalam hati manusia." Hal itu berarti manusia masih memiliki sisa-sisa dari gambar Allah. Meskipun demikian hal itu berarti bahwa manusia "tidak dapat menyelami pekerjaan Allah dari awal sampai akhir", sebagai akibat dari jatuhnya manusia ke dalam dosa. Apa yang diketahui manusia tentang Tuhan Allah karena kecenderungan alaminya terhadap keagamaan dinyatakan oleh para theolog sebagai "pengetahuan dalam hatinya tentang Tuhan." {7}

    Sehingga kita dapat menemukan bahwa manusia dapat berpikir secara rasional. Manusia memiliki perasaan mengenai keilahian yang diungkapkan secara rohani. Manusia memiliki rasa kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Manusia memiliki kemampuan untuk berkreatifitas. Manusia memiliki perasaan kekekalan yang membuat dia ingin mengatasi keterbatasannya akan ruang dan waktu. Hal-hal inilah yang merupakan kualitas dengan kemampuan yang digunakan dalam melayani kebenaran bagi keuntungan manusia. Tetapi hal-hal ini juga digunakan dengan cara yang membahayakan manusia. Sehingga kita juga menemukan adanya penyelesaian seni, literatur dan musik yang jahat. Kita memiliki bangunan kuno yang indah yang dianggap sebagai keajaiban dunia yang dibangun oleh budak- budak dengan cara yang sangat tidak manusiawi.

    Seorang Kristen bagaimanapun juga dapat menikmati musik dari Ravi Shankar atau dapat tertantang dengan kepahlawanan Mahatma Gandi. Kita boleh saja belajar dari Literatur Yunani. Kita dapat mengatakan demikian sebab hal tersebut merupakan bentuk citra Allah dalam diri manusia, bentuk-bentuk keindahan dalam ciptaan ini berasal dari beberapa sifat Allah. Tetapi kita juga mengetahui bahwa mereka yang menciptakan hal ini tidak mengenal Allah, dan hal ini membuat kita tidak ingin menguasai sistem kehidupan yang biasa mereka lakukan. Semasa muda saya selalu mengikuti upacara agama Hindu selama berjam- jam, tergetar jiwa saya oleh suara musik, tetapi sangat terganggu oleh apa yang menyebabkan para pemusik memainkan alat musik yang mereka mainkan.

  4. Rencana Allah bagi Dunia

    Sumber pengetahuan ketiga di luar pewahyuan Allah yang dinyatakan dalam Alkitab adalah "Rencana Allah bagi dunia". Dengan melihat dunia, manusia dapat membuat kesimpulan tentang Penciptanya. Kita dapat menyebutnya sebagai "kesimpulan pengetahuan tentang Allah." Pemazmur mengatakan, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya." (Mazmur 19:1)

    Paulus menjelaskan pengetahuan tentang Allah secara lebih jelas lagi: "Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:19, 20)

    Dalam pidatonya di Listra dan Athena, Paulus mengatakan bahwa rencana penciptaan merupakan suatu kesaksian pada Tuhan, yang menyebabkan manusia mempunyai keinginan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang Dia (Kisah Para Rasul 24:17; 17:26,27).

    Dengan meneliti keagungan penciptaan Tuhan, manusia dibimbing untuk mengetahui kebesaran Penciptanya. Dengan meneliti hukum alam, manusia sampai pada suatu titik tentang pentingnya usaha untuk hidup yang aman. Hal ini pada gilirannya akan menjadi dasar dalam menciptakan hukum yang diberlakukan pada masyarakat.

PERNYATAAN UMUM DAN PERNYATAAN KHUSUS

Tiga sumber kebenaran diluar Alkitab yaitu pengetahuan yang berupa peringatan, yang berdasar pada pernyataan Allah yang sejati; pengetahuan yang berdasarkan kata hati, yang berasal dari fungsi alami perasaan manusia; pengetahuan membuat kesimpulan, yang merupakan hasil dari meneliti penciptaan. Dalam teologi, tipe pengetahuan ini digambarkan melalui pernyataan yang umum. Pernyataan ini merupakan kebenaran, yang berasal dari Allah dan diberikan kepada semua manusia. Pernyataan ini berbeda dengan pernyataan khusus, yang merupakan kebenaran yang diberikan oleh Allah secara sempurna, dalam bentuk bahasa. Kebenaran ini dinyatakan dalam Alkitab. Jika pernyataan umum memberikan petunjuk tentang kenyataan alam, sebaliknya pernyataan khusus merupakan sebuah petunjuk yang jelas yang dibutuhkan untuk keselamatan dan kehidupan yang kekal.

Mazmur 19 memberikan gambaran mengenai kedua sumber kebenaran ini. Ayat 1-6 menggambarkan "pernyataan umum". Pernyataan ini tidak dibuat melalui "berita atau kata" (ayat 3). Tetapi "suara mereka terdengar sampai ke ujung bumi" (ayat 4). Selanjutnya ayat 7-11 menggambarkan "pernyataan khusus". Penggambaran ini dimulai dengan kalimat, "Taurat Tuhan itu sempurna" (ayat 7). Penggambaran ini untuk menjelaskan bahwa pernyataan ini sebagai "keteguhan" (ayat 7), "tepat", "menyukakan hati" (ayat 8), "suci" dan "adil semuanya" (ayat 9). Perikop ini juga menggambarkan pengaruh yang menyeluruh yang sangat luarbiasa atas orang percaya. Kita menekankan bahwa hanya Alkitab yang dapat mendesak kekuasaan sempurna atas manusia. Tak ada tulisan lain baik tulisan Kristen maupun non-Kristen yang memberikan pernyataan seperti di dalam Alkitab ini.

Baru-baru ini, beberapa tindakan orang Kristen terhadap penganut kepercayaan lain telah bertentangan dengan pernyataan orang Kristen mengenai keunikan Kristus. Seorang penulis mengatakan, "Apa yang kita miliki dalam Alkitab bukanlah usaha-usaha untuk membuat kebenaran yang obyektif, tetapi suatu perjuangan untuk memahami, merayakan, menyaksikan dan menghubungkan."{8} Bagi penulis ini, Alkitab merupakan pengungkapan iman dan pengalaman penulis. Kita seharusnya tidak membuat pernyataan yang berisi "kebenaran absolut dan objektif" yang didasarkan atas keyakinan kita bahwa hal ini merupakan pernyataan unik yang diberikan Tuhan, dia mengatakan "Bagi kebanyakan agama seperti Islam dan Hindu, yang juga berdasar pada konsep pernyataan Allah, dan melalui sejarah dari orang yang berbeda yang telah mengaku memiliki pernyataan yang bervariasi dari Allah."{9} Hal ini tidak merupakan bagian dalam buku ini untuk mempertahankan kepercayaan kita bahwa Alkitab merupakan pernyataan unik dari Allah yang berisi kebenaran yang obyektif dan absolut. Hal ini sudah dibahas dalam berbagai buku mengenai pernyataan Allah yang muncul baru-baru ini.{10}

BELAJAR DARI KEPERCAYAAN LAIN

Jika pandangan kebenaran ditemukan dalam kepercayaan lain, mungkin sudah saatnya orang-orang Kristen dapat belajar dari kepercayaan lain itu. Hal ini dapat dijelaskan dalam dua cara.

Pertama, meskipun Pernyataan Allah lengkap dalam menunjukkan semua yang dibutuhkan bagi keselamatan dan hidup yang benar, Allah telah memberikan hak istimewa dan tanggung jawab dalam menerapkan pernyataan ini dalam situasi khusus yang kita hadapi. Dalam beberapa tempat, kita memiliki petunjuk khusus yang absolut, seperti larangan perzinahan. Tetapi dalam tempat yang lain, kita memiliki prinsip- prinsip yang umum. Dan ini merupakan tugas kita untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam situasi budaya khusus kita. Satu contoh dari hal ini adalah prinsip penyembahan penghormatan. Dalam menerapkan prinsip ini, kita bisa belajar banyak dari musik yang digunakan oleh non-Kristen dalam budaya yang ada. Musik telah dikatakan sebagai bahasa jiwa. Dengan mendengarkan musik dari non-Kristen, kita bisa belajar banyak mengenai bentuk musik yang tepat bagi orang-orang dalam budaya yang kita perhatikan.

Cara lain untuk belajar dari kepercayaan lain sedikit lebih kompleks untuk dijelaskan. Meskipun pernyataan Allah itu lengkap, tetapi persepsi kita tentang hal ini tidak lengkap. Maka kita harus banyak belajar. Alkitab berisi semua yang diperlukan bagi kehidupan yang sempurna, tetapi karena situasi budaya kita, kita mungkin terhindar dari segala sesuatu yang diajarkan secara jelas dalam Alkitab. Budaya yang lain mungkin tidak memiliki halangan budaya seperti ini. Sehingga, meskipun tanpa terang dari Injil, orang-orang dari budaya lain bisa dengan mudah berada di tempat ini dengan menggunakan pernyataan umum.

Saya memiliki seorang teman, pengikut Hindu, dari cara hidup rohaninya saya mendapatkan suatu rasa tanggung jawab. Semenjak saya bersahabat dengan dia, saya menyadari bahwa ada banyak hal yang dapat saya pelajari dari sahabat saya ini, seperti meditasi, kesetiaan, dan penghormatan dalam doanya. Banyak dari kita yang berada di Sri Lanka, yang bertumbuh dengan latar belakang Kristen, sangat kurang pengetahuan dan latihan dalam hal meditasi, kesetiaan dan penghormatan. Saya merasa bahwa latar belakang kehidupan agama Hindunya telah membantunya secara positif dalam perkembangan kehidupan doa Kristennya.

Ketika sahabat saya ini datang pada Kristus, dia mengerti kebenaran doa yang sejati. Dia melihat bahwa doa merupakan percakapan secara pribadi antara anak dan Bapa yang dikasihinya. Bagi dia ini merupakan suatu kebenaran yang baru, revolusioner dan bebas. Sekarang dia tahu bahwa doa secara Hindu, yang dia panjatkan dalam beberapa bentuk sebagai suatu cara untuk mendapatkan keselamatan, tidak berarti apa-apa. Dia tidak menggunakan doa yang berisi harapan bahwa doa akan menjadi jalan untuk memperoleh keselamatan. Doa baginya sekarang merupakan konsekuensi dari keselamatan yang telah dia terima sebagai pemberian dari Tuhan, suatu ungkapan hubungan yang intim yang dia miliki dengan Tuhan, yang sekarang menjadi Bapa yang dikasihinya.

Dalam memasuki hubungan dengan Tuhan Allah dia menggunakan meditasi, penghormatan atas kesetiaan yang dia dapatkan dari latar belakang Hindu yang dia alami. Penghormatan ini dengan sendirinya mengungkapkan cara yang bertolak belakang dengan penginjilan. Tetapi penghormatan itu sendiri merupakan gambaran yang bagus. Kita dapat mengatakan bahwa hal ini memiliki akar dalam pernyataan Allah yang umum, dan sehingga kita dapat belajar dari hal ini.

Penghormatan juga terdapat dalam Alkitab. Pernyataan kedua dalam doa Bapa Kami, "Dipermuliakanlah Nama-Mu," membuktikan hal ini. Tetapi tradisi Kekristenan pada saat saya bertumbuh sangat rasional dalam pendekatannya pada kebenaran sehingga menyebabkan hilangnya beberapa inti karakter dalam penghormatan pada Kekristenan. Pengalaman kristiani saya di tempat tersebut tidak sempurna secara Alkitabiah. Agama-agama di Asia menjaga aspek penghormatan ini, sebagian disebabkan karena budaya orang Asia sifatnya tidak rasional. Sehingga meskipun kita tahu bahwa Agama Hindu bukanlah cara untuk mendapatkan keselamatan, kita dapat belajar tentang penghormatan dari agama Hindu. Namun, kita juga tahu bahwa pernyataan yang sempurna tentang penghormatan terdapat di dalam Alkitab, tapi kita telah dibutakan dalam melihat hal ini karena kemerosotan Kekristenan yang kita warisi.

Salah satu contoh yang tepat mengenai kemerosotan Kekristenan kita muncul ketika kita melihat kebiasaan kita terhadap alam. Pemazmur mengatakan pada kita bahwa setiap hari segala sesuatu yang telah Tuhan ciptakan selalu memberitakan kebenaran Allah (Mazmur 19:1-6). Saat ini banyak orang Kristen yang belum mengerti pesan ini. Kenyataannya kita tidak tahu bagaimana mendengarkan suara seperti itu. Bagi kita, alam merupakan sesuatu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kita mungkin menggunakan kebesaran alam untuk memperdebatkan keberadaan Allah, tetapi di antara hal itu, kita sangat sulit melihatnya sebagai sumber kebenaran. Kita telah kehilangan aspek kehidupan meditasi atau perenungan.

Saya percaya kelemahan ini merupakan alasan mengapa kekristenan telah membuat jalan masuk yang sangat kecil ke dalam masyarakat Asia, di mana kerohanian lebih ditekankan pada kesalehan yang dipraktekkan. Contohnya, banyak orang Hindu dan Budha yang telah tidak terkesan dengan Kekristenan. Mereka memandang orang Kristen sebagai orang yang tidak berohani karena kita kurang menekankan pada aspek kehidupan meditasi dan perenungan. Hal ini kurang menguntungkan sebab kedua hal ini telah dinyatakan dengan jelas sebagai aspek yang penting dari Pernyataan Allah bagi manusia.

SISTEM YANG TIDAK DAPAT DITERIMA

Meskipun kita bisa menerima dan belajar dari praktek tertentu dari sistem yang non-Kristen, kita harus menolak sistem itu sendiri. Kita mengetahui bahwa kesetiaan agama Hindu tidak membawa pada keselamatan, hanya beriman pada Kristus-lah yang dapat membawa keselamatan.

Kita harus menolak pernyataan kaum Sinkretis yang mengatakan, "Marilah kita saling belajar dan hidup harmonis satu dengan yang lainnya. Selain itu, kita berada dalam satu perintah yang sama, meskipun pelaksanaannya bisa berbeda." Ahli Alkitab mengatakan, "Kita tidak dibawah perintah yang sama. Beberapa praktek keagamaan kita mungkin sama. Kita boleh belajar satu sama lain, tetapi ada suatu rasa yang menyebabkan kita tidak dapat hidup secara harmonis dengan yang lainnya. Kita mencari untuk membawa semua orang yang belum mengenal Kritus pada Kristus dan agar bertobat dari agamanya yang dahulu."

Aliran sinkretis mengatakan bahwa kita berada satu di pusat, meskipun kita berbeda dalam beberapa hal. Ahli Alkitab Kristen mengatakan bahwa meskipun kita memiliki persamaan dalam beberapa hal tetapi tujuan kita berbeda. Kekristenan berkisar pada sumber perbedaan dengan agama lain. Jalan Kristus membawa pada kehidupan. Alkitab mengajarkan bahwa jalan lain menuju kebinasaan.

Kita mendekati berita kebenaran dan kebaikan dalam kepercayaan yang lain dari dasar kepercayaan kita dalam keunikan Kristus. Jika suatu aspek dari agama tertentu sesuai dengan Pernyataan Kristus maka kita mengakui hal tersebut. Tetapi jika kepercayaan tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Kristus, maka kita menolaknya. Seperti yang dikatakan oleh Lesslie Newbigin, "Tuhan Yesus diperuntukkan bagi orang yang percaya yang bersumberkan pada pemahaman total dari pengalaman yang dialami dan terdapat kriteria dimana cara lain dari pengertiannya di hakimi. {11} Hal ini sesuai dengan Pernyataan Kristus bahwa Dia adalah "kebenaran" (Yohanes 14:6).

Sisi baik dalam suatu agama yang memiliki landasan pernyataan umum, seperti yang telah kita katakan, mungkin digunakan oleh para penginjil sebagai titik temu dan batu pijakan dalam mengabarkan Injil. Tapi kita perlu menambahkan bahwa kebaikan yang sama dalam suatu agama juga dapat menyesatkan orang.

Etika mulia Budha, dengan semua kebaikan yang nampak, memberikan dorongan kepada banyak orang untuk mencoba menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka merasa puas bahwa mereka menggunakan usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan. Tetapi usaha sendiri ini bertentangan dengan cara keselamatan Allah, yaitu dengan iman. Sebelum seseorang melatih imannya, pertama-tama dia harus menghilangkan keinginannya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Etika Budha mungkin menyebabkan orang menjadi percaya pada kemampuannya untuk menyelamatkan dirinya dan membutakan dirinya dari jalan keselamatan. Sehingga, Setan dapat menggunakan sesuatu yang terbaik dari suatu agama untuk membawa orang lain meninggalkan kebenaran (2Korintus 4:4).

KERJASAMA DALAM SITUASI BIASA

Dampak lain dalam kepercayaan kita mengenai pernyataan umum Allah yang berhubungan dengan kerjasama kita dengan kepercayaan lain di bidang moral, sosial, atau politik berupa perhatian yang saling menguntungkan. Seorang teolog, John Jefferson Davis memberikan pemikiran yang rasional bagi kegiatan semacam ini. Dia mengatakan bahwa orang yang tidak percaya sekalipun memiliki Tuhan yang tercipta dalam hati nuraninya. Oleh karena pernyataan umum Allah, baik orang yang percaya maupun yang tidak percaya dapat saling melengkapi secara moral.{12} Sehingga kita bisa bekerja sama dengan orang non-Kristen yang akan menghasilkan kedamaian, tanggungjawab terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan sosial, dan menentang aborsi.

Namun, kita harus ingat bahwa kerjasama semacam ini memiliki banyak hambatan. Davis mengatakan bahwa salah satu kunci untuk menghindari hambatan ini adalah dengan mempersempit dan memperinci dasar kerjasamanya.{13} Kita bekerjasama dalam suatu kasus yang disepakati bersama dan tidak lebih dari itu. Davis juga mengatakan bahwa kita harus memastikan bahwa kelompok yang dibentuk memiliki tujuan yang jelas yang dinyatakan secara tertulis dan tidak bertentangan dengan Alkitab.

Kita harus ingat bahwa tugas utama kita, penginjilan dengan perubahan dalam pandangan, ditolak oleh sebagin besar non-Kristen. Kerjasama dengan orang non-Kristen tidak boleh menunjukkan tujuan kita yang sebenarnya. Kadang-kadang organisasi penginjilan menyelipkan tujuan penginjilan mereka agar mendapatkan dukungan dari pemerintah atau dari lembaga non-Kristen melalui beberapa kegiatan sosialnya. Penerapan seperti ini sangat berbahaya. Kita harus benar-benar paham bahwa perhatian sosial kita berjalan seiring dengan tujuan pengijilan, yang tidak akan kita ubah untuk mencari dana. Karena mereka menolak untuk mempekerjakan orang yang homoseks dalam tim kerja mereka, baru- baru ini Bala Keselamatan (Salvation Army) harus membayar denda yang cukup besar dari negara bagian.

Mengikuti kerusuhan rasial di Sri Langka yang terjadi baru-baru ini, saya ikut bersyukur bagi komisi perdamaian yang dijabat oleh seorang Budha yang anggotanya banyak berasal dari penganut Budha. Saya menemukan bahwa apa yang saya lakukan dalam komisi ini tidak bertentangan dengan prisip Kekristenan saya. Tetapi saya tidak bisa berpartisipasi dalam beberapa kegiatan yang dibentuk oleh beberapa orang Kristen tertentu, misalnya rapat umum dewan gereja yang pembicara utamanya adalah seorang pendeta Budha. Saya merasa tidak bisa turut ambil bagian karena rapat umum dewan gereja tidak boleh dihadiri oleh penganut agama lain. Saya juga tidak boleh ambil bagian dalam pelayanan doa bersama bagi perdamaian yang diadakan di seluruh gereja di tempat ini. Dalam pelayanan doa bersama ini orang Hindu dan Islam bergabung bersama dengan orang-orang Kristen untuk berdoa bagi perdamaian.

Sidang umum dewan gereja dan persekutuan doa bersama ini disambut sebagai langkah besar ke depan dalam hal pemahaman antar beragama dan keharmonisan beragama. Tetapi secara Alkitabiah, dalam mencari keharmonisan dengan agama lain, tidak boleh menyerah dalam hal pengajaran Alkitab mengenai keunikan Tuhan Yesus Kristus. Paulus menjelaskan bahwa satu-satunya cara agar doa kita dapat diterima oleh Bapa, hanyalah melalui perantaraan Yesus Kristus (1Timotius 2 :1-8). Sehingga, orang Kristen tidak boleh turut dalam pelayanan doa "bersama" dimana baik orang Kristen maupun non-Kristen memanjatkan doa bersama-sama.

Murray Haris menggambarkan prinsip Paulus yang terdapat dalam perikopnya mengenai pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang belum percaya (2Korintus 6:14-16):

"Janganlah kamu membina suatu hubungan baik itu untuk selamanya ataupun untuk sementara dengan orang yang tidak percaya yang mau berkompromi dengan standar kekristenan atau yang mengancam konsistensi kesaksian orang-orang Kristen. Dan mengapa hal itu tidak diperbolehkan? Karena orang yang tidak percaya tidak sama dengan standar, simpati dan tujuan orang Kristen." {14}

Catatan-catatan:

  1. Bruce A. Demarest, "General Revelation" (Grand Rapids: Zondervan, 1982), hal. 227, 228.

  2. Carl. F. H. Henry, "God, Revelation and Authorithy: God Who Speaks and Shows", Vol. 1. (Waco: Word Books, 1976), hal. 401.

  3. Don Richardson, "Eternity in Their Hearts" (Ventura, Calif.: Regal Books, 1981), bab 1.

  4. Terdapat dalam buku yang sama, hal. 44.

  5. Lesslie Newbigin, "The Open Secret" (Grand Rapids: Eerdmans, 1987), hal. 192.

  6. J.H. Bavinck, "The Church Between Temple and Mosque" (reprint, Grand Rapids: Eerdmands, 1981), hal. 15, 16.

  7. Demarest, "General Revelation", hal. 228.

  8. S. Welsey Ariarajah, "The Bible and People of Other Faiths" (Geneva: World Council of Churches, 1985), hal. 27.

  9. Terdapat dalam buku yang sama, hal. 28.

  10. Leon Morris, "I believe in Revelation" (Grand Rapids: Eerdmans, 1976) merupakan suatu pembelajaran non-teknikal yang paling baik. Carl F. H. Henry's monumental "God, Revelation and Authority, vol. I-IV, "God, Who Speaks and Shows" (Waco: Word Books, 1976-1979) sama dengan hampir setiap berita yang mungkin berhubungan dengan doktrin pewahyuan. Lihat juga Carl F. H. Henry, ed., "Revelation and The Bible" (Grand Rapids: Baker Book House, 1959); J. I. Packer, "'Fundamentalism' and the Word of God" (Grand Rapids" Eerdmans, 1958); Bernard Ramm, "Special Revelation and the Word of God" (Grand Rapids: Eerdmans, 1961).

  11. Newbigin, "Open Secret", hal. 191.

  12. Terdapat di Randy Frame "Eternity", Jan. 1985, hal. 19, 20

  13. Terdapat dalam buku yang sama, hal. 21.

  14. Murray J. Harris, "'2 Corinthians,' The Expositor's Bible Commentary", vol. 10 (Grand Rapids: Zondervan, 1976), hal. 359.

Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 
AttachmentSize
atitude08.txt31 KB
atitude08.htm33 KB

Komentar