Pemimpin dalam Panggilan Tuhan
Musa, siapa tidak kenal? Dia adalah seorang pemimpin besar yang ditugaskan oleh Tuhan untuk membawa bangsa Israel -- umat Tuhan yang hidup dalam perbudakan -- keluar dari negeri Mesir. Siapa pula yang tidak kenal Yosua, yang menggantikan Musa dan memimpin bangsa Israel; generasi muda yang lahir di padang gurun selama berkelana 40 tahun?
Keduanya jelas merupakan sosok pemimpin zaman itu yang melakukan mukjizat dan mendemonstrasikan kuasa Tuhan. Musa dengan tongkatnya membelah Laut Merah setelah sebelumnya melakukan 10 mukjizat di tanah Mesir, sedangkan Yosua melakukan mukjizat dengan memerintah matahari dan bulan untuk berhenti di tempatnya ketika bangsa Israel bertempur dengan bangsa Amori (Yosua 10:12-14). Jelas mereka berdua merupakan pemimpin besar bangsa Israel, bukan saja karena jumlah umat yang harus dibawa, tidak kurang dari 2.5 juta orang, tetapi juga karena bangsa tersebut tidak mudah dipimpin -- disebut dengan istilah bangsa yang tegar tengkuk.
Bagaimana mereka menjadi pemimpin atau lebih tepatnya, bertanya bagaimana mereka dipanggil Tuhan untuk menjadi pemimpin?
Alkitab menceritakan ada kisah yang mirip seperti yang dialami oleh Musa maupun oleh Yosua. Pada waktu Musa sedang menggembalakan domba di tanah Median, tiba-tiba ia melihat belukar yang menyala-nyala, tetapi tidak terbakar, dan ketika ia menghampiri kemudian berusaha menjauh, ia mendengar namanya dipanggil: Musa berkata: "Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?" Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa!" dan ia menjawab: "Ya, Allah." Lalu Ia berfirman: "Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus." (Keluaran 3:3-5) Sedangkan Yosua pada waktu ia sedang memandang Kota Yerikho yang harus dilewati bangsa Israel karena merupakan pintu gerbang menuju Tanah Perjanjian Kanaan, tiba-tiba melihat seorang laki-laki, dan Yosua pun mendekati orang itu dan terjadilah dialog ini: ... "Kawankah engkau atau lawan?" Jawabnya: "Bukan, tetapi akulah Panglima Balatentara TUHAN. Sekarang aku datang." Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata kepadanya: "Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?" Dan Panglima Balatentara TUHAN itu berkata kepada Yosua: "Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri itu kudus." Dan Yosua berbuat demikian. (Yosua 5:13b–15)
Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan kepada Musa, ternyata Musa berhadapan dengan Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub (kakek buyut, kakek, dan ayah), sedangkan Yosua menurut beberapa interpretasi berhadapan langsung dengan Tuhan Yesus, yang mengaku sebagai Panglima Balatentara Tuhan. Keduanya tidak menolak ketika Musa maupun Yosua sama-sama bersujud menyembah. Dari pengalaman keduanya, kita melihat persamaan menerima perintah: "Tanggalkan kasutmu ... sebab tanah di mana engkau berdiri adalah kudus."
Kita bisa mengambil dua kesimpulan dengan peristiwa ini. Pertama, bahwa di mana ada hadirat Tuhan, tanah apa pun, entah itu tanah berbelukar ataupun jalan yang sunyi, menjadi kudus. Kedua, siapa pun yang berhadapan dengan Tuhan harus menjadi kudus, ditandai dengan menanggalkan kasut. Mengapa kasut? Rupanya kasut mengandung rahasia juga yang perlu kita gali dan menjadi kunci dalam panggilan Tuhan terhadap seorang yang dipilih-Nya untuk menjadi seorang pemimpin.
Kasut melambangkan setidaknya tiga hal. Pertama, sebagai status. Pada waktu itu di Israel, kasut menjadi salah satu lambang status, semakin tinggi status dan semakin kaya seseorang, semakin bagus kasut yang dipakainya. Pakaian boleh saja kurang lengkap atau bermutu sedang-sedang, tetapi kasut tetap harus dipakai kecuali sedang bertamu, harus ditanggalkan. Sebetulnya, tidak sulit untuk dapat mengerti hal ini, bayangkan Anda datang di sebuah pesta, yang pria dengan jas lengkap dan yang wanita memakai long-dress, tetapi keduanya tidak memakai sepatu alias "nyeker". Bayangkan pandangan semua orang terhadap mereka. Kedua, sebagai hak. Kita bisa mengetahui dari kisah Rut. Diceritakan ketika salah satu sanak dari Boas tidak bersedia mengawini Rut, maka ia melepaskan kasutnya sambil berkata: "Engkau saja yang membelinya." Dan, ditanggalkannyalah kasutnya. Kemudian berkatalah Boas kepada para tua-tua dan kepada semua orang di situ: "Kamulah pada hari ini menjadi saksi, bahwa segala milik Elimelekh dan segala milik Kilyon dan Mahlon, aku beli dari tangan Naomi" (Rut 4:8–9). Ketiga, sebagai kuasa. Ini bisa kita ketahui ketika Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang, ia dengan lantang berkata kepada umat Israel yang sedang antre untuk dibaptis di Sungai Yordan: Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api (Matius 3:11).
Dari peristiwa yang dialami oleh Musa dan Yosua, kita belajar bahwa seorang pemimpin ketika dipanggil oleh Tuhan harus menyadari bahwa Tuhan itu kudus, dan ia harus datang kepada Tuhan dalam kekudusan dengan sungguh-sungguh merendahkan diri dan menyerahkan kepada Tuhan, baik status, hak, maupun kuasa yang ada dalam dirinya.
Setelah peristiwa itu, Anda melihat bahwa mereka berdua siap dan mulai melakukan panggilan Tuhan untuk melakukan perkara-perkara besar dalam memimpin bangsa. Ada 'transfer of power through holiness' (transfer kuasa melalui kekudusan -- Red.).
Sejak zaman Alkitab, banyak pemimpin seperti Nebukadnezar, Beltsazar, dan Herodes, yang bersikap arogan karena kehebatan dan kekuasaan mereka, tetapi pada akhirnya mereka jatuh dalam kesombongan mereka. Sebab, Tuhan menentang pemimpin yang congkak dan ingin agar setiap pemimpin terlebih dahulu belajar merendahkan hati di hadapan Tuhan.
Kita tahu bagaimana keduanya berhasil dengan baik menjalankan tugas besar dari Tuhan sekalipun memerlukan dua tahap estafet dan dua generasi karena tegar tengkuknya bangsa Israel.
Kita perlu memiliki pemimpin seperti Musa dan Yosua. Adakah kita temukan di negeri kita?
Diambil dan disunting dari:
Nama situs | : | Full Gospel Business Men's Fellowship International Indonesia |
Alamat URL | : | http://www.fgbmfi.or.id/2013-07-06-04-08-39/artikel/special-teaching/192-pemimpin-dalam-panggilan-tuhan |
Penulis artikel | : | DR. Eliezer H. Hardjo Ph.D., CM. |
Tanggal akses | : | 9 Mei 2015 |
KUTIPAN
Mitos kepemimpinan yang paling berbahaya adalah bahwa pemimpin itu dilahirkan, bahwa ada faktor genetis dalam kepemimpinan. Itu omong kosong. Kenyataannya, hal yang sebaliknya yang benar. Pemimpin itu dibuat, bukan dilahirkan. -- Warren Bennis