Panggilan Pemimpin
Nas: 1 Petrus 5:1-4
Surat ini ditulis oleh Rasul Petrus kepada orang-orang Kristen yang tersebar di daerah Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia. Orang-orang Kristen kala itu sedang mengalami penganiayaan yang sangat berat dari pihak kekaisaran Romawi. Banyak di antara mereka yang mati mengenaskan karena pembantaian yang dilakukan Kaisar Romawi. Itulah sebabnya, Petrus memberi nasihat kepada pembacanya bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah yang telah ditebus dengan harga yang mahal. Mereka adalah umat Allah yang memiliki tingkah laku dan tanggung jawab yang baru, sekalipun menghadapi berbagai macam penderitaan.
Dalam surat ini, setelah menyampaikan identitas pengirim dan penerima serta salam sebagaimana lazimnya surat pada masa itu (1 Petrus 1:1-2), pertama-tama Petrus menunjukkan status baru bagi umat pilihan yang telah menerima anugerah Allah (1 Petrus 1-2:10). Selanjutnya, Petrus memberikan paparan mengenai tingkah laku yang baru bagi orang yang sudah menjadi milik Tuhan (1 Petrus 2:11-3:7). Penderitaan sebagai risiko bagi orang yang sudah ditebus, sering diperlakukan tidak adil oleh dunia (1 Petrus 3:8; 4:12), dan diakhiri dengan tanggung jawab baru sebagai umat pilihan Allah (1 Petrus 5:1-11), penutup (1 Petrus 5:12-14).
Nas yang kita selidiki merupakan bagian dari tanggung jawab seorang milik Tuhan, khususnya orang yang dipanggil untuk menjadi pemimpin umat dalam sebuah sidang jemaat atau gereja lokal. Hal ini penting karena aniaya yang terjadi di mana-mana membuat anggota jemaat sangat membutuhkan pertolongan seorang pemimpin. Sebaliknya, orang-orang yang seharusnya menjadi pemimpin jemaat pun merasa berat untuk melakukan tugas panggilannya mengingat hebatnya penganiayaan saat itu. Dalam suasana seperti itu, Petrus mengingatkan para pemimpin jemaat akan panggilan mereka. Petrus menulis, "Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak." (1 Petrus 5:1)
Tampak jelas bahwa nasihat Petrus ini dialamatkan kepada para pemimpin jemaat. Istilah yang dipakai Petrus, yang diterjemahkan dengan "penatua" berasal dari kata Yunani "presbuteros". Selain presbuteros, Petrus juga menggunakan istilah "episkopos" yang biasanya diterjemahkan sebagai "penilik jemaat". Sekalipun kata ini digunakan dalam ayat dua, tetapi tidak tampak dalam Alkitab bahasa Indonesia. Istilah lainnya adalah "poimen" yang diterjemahkan dengan "gembalakan", juga terdapat dalam ayat dua. Tiga istilah berbeda yang dipakai oleh Petrus tidak dimaksudkan untuk menunjukkan adanya tiga macam kepemimpinan dalam struktur gereja pada waktu itu, melainkan lebih menekankan pada fungsi pemimpin gereja. Pemimpin gereja, apa pun istilahnya, baik presbyteros maupun episkopos, harus melakukan tugas poimen atau penggembalaan. Pelayanan firman atau pelayanan sosial yang dikerjakan oleh gereja haruslah berfungsi untuk menggembalakan jemaat. Pendeknya, jemaat terlayani dengan baik, dalam hal kebutuhan rohani dan jasmani.
Teman Penatua
Sebagai dasar untuk menasihati para pemimpin jemaat, Petrus tidak mengenalkan dirinya sebagai rasul. Padahal, dengan memperkenalkan diri sebagai rasul, atau setidaknya salah satu dari kedua belas murid Yesus yang paling dekat, ia memiliki wibawa dan otoritas untuk memberi perintah kepada para pemimpin jemaat. Dalam perjalanan sejarah berdirinya gereja, Petrus adalah seorang perintis gereja mula-mula. Dalam kepemimpinan gereja saat itu, ia disebut sebagai soko guru. Petrus memiliki kedudukan yang tinggi dalam hierarki kepemimpinan gereja mula-mula. Namun, ia tidak menggunakan kedudukannya itu untuk memerintah para penatua gereja. Sebaliknya, ia memperkenalkan diri sebagai teman penatua.
Dari kebenaran ini, kita dapat belajar bahwa kepemimpinan di gereja sebenarnya tidak ada majikan dan bawahan, tidak ada bos dan jongos, tetapi kawan sekerja dalam pekerjaan Tuhan. Apa pun sistem gereja yang kita anut, seharusnya menghindari gaya pelayanan antara majikan dan bawahan. Di gereja-gereja, masih sering didapati cara kerja yang demikian. Di satu sisi, ada pendeta sebagai gembala sidang yang terlalu berkuasa atas pengurus dan jemaatnya sehingga ia bagai raja di tengah-tengah komunitasnya. Semua jemaat dan pengurus memiliki kewajiban untuk memberikan kehormatan dan upeti bagi sang raja supaya hidupnya tenteram dan diberkati. Namun, di sisi lain, ada pengurus jemaat yang terlalu berkuasa sehingga mereka mempekerjakan seorang pendeta menurut arah dan kebijakan mereka. Seorang pendeta menjadi seperti karyawan yang bekerja menurut aturan dan bertanggung jawab penuh kepada pengurus. Apabila melalaikan tugas, apa lagi melanggar aturan, dengan mudah pengurus menjatuhkan sanksi, yang dapat berupa hukuman tidak boleh melayani atau dikurangi honorariumnya. Dapat dibayangkan, seorang pendeta di sebuah gereja lokal diperlakukan seperti seekor kuda yang dikendalikan oleh kusirnya untuk membawa ke mana kereta itu pergi. Cara kerja demikian tidaklah sesuai Alkitab. Petrus memberikan contoh bekerja dalam pelayanan adalah "kerja sama" sebagai kawan seperjuangan. Itulah yang menjadi alasan Petrus lebih suka memperkenalkan diri sebagai kawan penatua daripada sebagai rasul.
Saksi Penderitaan Kristus
Tuhan Yesus melayani di bumi disertai oleh kedua belas murid-Nya. Salah satunya adalah Petrus. Banyak hal menakjubkan dilakukan Tuhan Yesus selama pelayanan tersebut. Yesus mengajar banyak orang. Mereka terkesima dengan ajaran-Nya yang penuh kuasa. Dia membuat mukjizat-mukjizat ajaib yang mencengangkan dunia. Dia dimuliakan di gunung disertai Elia dan Musa. Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem dan disambut seperti Raja yang berkuasa, yang datang di tengah-tengah masyarakat-Nya. Dia mengalahkan maut dengan bangkit dari antara orang mati dan naik ke surga disaksikan oleh lima ratus orang sekaligus pada siang hari.
Petrus adalah saksi dari semua itu. Namun, Petrus tidak pernah memperkenalkan diri sebagai saksi mukjizat Yesus, saksi kemuliaan Yesus, atau saksi kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga. Sebaliknya, ia memperkenalkan diri sebagai saksi penderitaan Kristus. Apa yang ada di benak Petrus ketika ia mengatakan sebagai saksi penderitaan Kristus? Petrus pasti ingat cara ia menyaksikan seluruh drama penderitaan Yesus ketika dihakimi di rumah imam besar, tempat Petrus dipenuhi dengan rasa takut yang luar biasa. Ketakutan itulah yang menjadikannya tidak berani mengaku sebagai pengikut Yesus ketika ditanya seseorang waktu itu. Ia menyangkal Yesus tiga kali sebelum ayam berkokok. Ia gagal menyertai Yesus dalam penderitaan-Nya. Namun, tatapan mata Yesus, kunjungan Yesus di tepi danau Galilea, dan Roh Kudus yang hadir dan diam dalam hatinya, mengampuni, melayakkan, dan memakai Petrus menjadi saksi-Nya. Petrus menjadi penjala manusia sekaligus gembala domba-domba Allah hanya karena kekuatan anugerah Allah.
Petrus menasihatkan kita untuk mau menggembalakan domba-domba Tuhan, sekalipun mungkin kita pernah gagal dalam mengikut Tuhan, karena bagi Petrus, menjadi gembala sidang pun hanya karena kasih setia Tuhan. Tanpa kasih setia-Nya, kita tidak akan sanggup hidup mengikut Tuhan, apalagi menggembalakan jemaat.
Penerima Kemuliaan
Petrus adalah salah satu dari tiga murid Yesus yang diizinkan melihat kemuliaan Yesus di gunung (Baca Markus 9:1-4).
Kemuliaan yang disaksikan oleh Petrus, Yakobus, dan Yohanes begitu mengesankan mereka. Apalagi dalam kemuliaan itu hadir Elia dan Musa yang merupakan dua tokoh yang sangat fenomenal di mata mereka. Hidup dan pelayanan mereka sama-sama diikuti oleh mukjizat Tuhan, sekalipun di tengah-tengah tantangan dan kesulitan. Mereka juga mengakhiri hidupnya dengan mulia. Elia mengakhiri hidupnya dengan dijemput oleh kereta berapi yang datang dari surga, sedangkan Musa mati dan Tuhan sendiri yang menguburkannya (Ulangan 34:6), bahkan dalam Yudas 1:9 secara tersirat dituliskan bahwa jasad Musa ada dalam pengawalan penghulu malaikat bernama Mikhael.
Petrus juga menyaksikan penderitaan dan kematian mengerikan yang dialami Tuhan Yesus. Petrus merupakan saksi kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga yang begitu mulia. Dari dua kebenaran yang ia saksikan itu, Petrus memiliki keyakinan bahwa dalam pelayanan yang kita lakukan dengan setia kepada Tuhan, sekalipun sulit dan penuh tantangan bahkan penderitaan, Tuhan akan memuliakan kita. Penderitaan yang kita alami sekarang tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan kita terima kelak pada waktu Tuhan Yesus datang yang kedua kali.
Kalau kita mengerti bahwa Tuhan merindukan kita untuk terlibat dalam pelayanan penggembalaan umat-Nya, seperti yang dialami Petrus, kita bisa memenuhi panggilan pelayanan itu dengan kemenangan. Petrus menyatakan diri sebagai teman penatua. Ia saksi penderitaan Kristus dan pernah gagal sebagai murid Yesus, tetapi ia berhasil menjalani panggilannya menjadi penjala manusia dan penggembala domba-domba Allah. Petrus yang pernah mengalami ketakutan bisa meraih sukses karena pertolongan Tuhan. Ia yakin akan mendapat kemuliaan pada masa depan. Kita tidak perlu begitu tercekam oleh rasa takut sehingga mengabaikan panggilan kita. Penderitaan yang mungkin akan kita hadapi adalah hal yang biasa. Tuhan bisa membuka jalan keluar bagi pintu-pintu yang tertutup di hadapan kita. Penderitaan yang kita hadapi akan menyiapkan kita untuk menerima kemuliaan pada masa mendatang. Terimalah panggilan-Nya dengan hati terbuka dan sukacita, maka Tuhan akan memampukan kita untuk menjalaninya. Lihatlah dengan kacamata iman Anda, bahwa kemuliaan Tuhan juga disediakan bagi kita.
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Rahasia Di Balik Gembala dan Domba |
Judul bab | : | Panggilan Pemimpin |
Penulis | : | Noor Anggraito |
Penerjemah | : | Yolanda Pantou |
Penerbit | : | Penerbit ANDI, Yogyakarta 2012 |
Halaman | : | 309 -- 314 |