Model Mentoring dari Teladan Alkitabiah
Bob Buford, dalam buku "Halftime"-nya yang luar biasa, membahas tentang keinginan untuk beralih dari kesuksesan menuju "kebermaknaan" (signifikansi). Bagi banyak orang, kebermaknaan lebih dapat dicapai dengan cara menjadi mentor bagi orang lain, daripada menyelesaikan hal itu seorang diri.
Walaupun mentoring sudah sangat ditekankan dalam literatur-literatur organisasi sejak tahun 1970-an, namun fenomena yang dinamis ini sebenarnya berawal dari kebudayaan mitologi Yunani kuno, ketika Odysseus memercayakan putranya kepada Mentor. Ada banyak definisi tentang mentoring, tetapi benang merahnya adalah fokus kepada investasi dari seorang senior kepada seorang junior untuk membimbingnya ke arah kesuksesan. Menurut saya, mentoring adalah kemampuan untuk berdiri di luar kehidupan orang yang dibimbing (mentori) dan mencermati pengaruhnya dulu dan sekarang, dan pada saat yang sama membimbingnya ke arah integritas yang diperlukan untuk mengerti posisinya, serta melangkah ke arah panggilan hidupnya.
Walaupun sebagian besar penelitian tentang konsep mentoring menunjukkan hasil yang positif, namun terdapat beberapa keberatan. Terkadang para mentor dan mentori merasa terganggu dalam proses mentoring. Mentor mungkin merasa tertipu karena bimbingannya kepada mentori berdampak sangat kecil atau waktunya terbuang selama hubungan mentoring. Sebaliknya, para mentori terkadang merasa kecewa karena mereka mengharapkan lebih banyak daripada apa yang mereka terima. Bagi orang-orang yang bersemangat dalam membimbing orang lain, sangatlah penting untuk mengetahui cara terbaik dalam berinvestasi kepada orang lain. Kita dapat mengamati teladan alkitabiah yang istimewa mengenai cara melakukan mentoring dalam interaksi antara rasul Paulus dengan anak didiknya, Timotius.
Para ahli konservatif menyatakan kepada kita bahwa 2 Timotius adalah surat terakhir yang ditulis oleh rasul Paulus. Dalam surat ini, Paulus membimbing Timotius untuk memenuhi panggilan hidupnya. Surat 2 Timotius ditulis dari penjara Roma yang dingin, kemungkinan dalam minggu-minggu terakhir sebelum kematian Paulus dalam penganiayaan yang kejam oleh Kaisar Nero. Timotius dapat digambarkan sebagai seorang profesional setengah baya, yang berumur sekitar empat puluhan dan sedang membutuhkan sosok seorang ayah untuk menuntunnya dalam tugas yang sangat sulit, yaitu menggembalakan jemaat di Efesus. Betapa indahnya melihat hikmat Paulus ketika dia membimbing Timotius sebagai mentorinya.
Mungkin ciri yang paling istimewa dari hubungan Paulus dan Timotius adalah bahwa kedua orang ini memiliki semangat yang menyala-nyala untuk alasan yang sama. Keduanya menginginkan hidup yang bermakna dalam panggilan mereka, serta berdampak kepada sebanyak mungkin orang dalam pelayanan jemaat. Parker Palmer dalam bukunya yang menggugah pikiran berjudul "The Courage to Teach", memaparkan kedinamisan seorang mentor yang rindu memperluas kehidupannya bagi orang lain, dan seorang mentori yang rindu mengisi kehidupannya dengan apa yang dapat diberikan oleh mentornya. Hubungan-hubungan mentoring yang efektif adalah hubungan yang di dalamnya, mentor dan mentori memilih satu sama lain. Salah satu alasan yang menyebabkan beberapa hubungan mentoring menghasilkan kekecewaan adalah karena ketidakcocokan antara mentor dan mentorinya. Dalam kisah Paulus dan Timotius, kita melihat dua pria dengan alasan dan semangat yang sama. Hal ini barangkali adalah salah satu dari prinsip-prinsip yang paling dasar untuk memeriksa kecocokan dalam hubungan mentoring.
Lima Cara Memperluas Hubungan Mentoring
Dalam 2 Timotius, Paulus menunjukkan kepada kita lima cara utama untuk memperluas diri kita ke dalam kehidupan seorang mentori.
1. Melihat Kualitas-Kualitas Baik.
Kita menyaksikannya saat Paulus mencatat tentang keluarga, panggilan, dan karunia Timotius (2 Timotius 1:3-7). Goleman, Boyatzis, dan McKee mengingatkan kita dalam buku mereka "Primal Leadership" bahwa awal dari perkembangan pribadi, sering kali dimulai bukan dengan menilai kelemahan-kelemahan kita, tetapi dengan melihat kebaikan (hal-hal yang ideal) dalam diri kita. Paulus memperlihatkan kemampuannya memandang melampaui permukaan hidup Timotius dan bersaksi tentang kualitas-kualitas baik, yang dengan mudah terabaikan oleh orang lain. Kualitas pertama seorang mentor adalah melihat sesuatu yang ideal dalam hidup mentori. Kita tidak mungkin menginvestasikan diri kita kepada orang yang menurut kita tidak layak mendapatkan investasi.
2. Mendorong Agar Mentori Memelihara Karunia Istimewanya.
Paulus menyatakan bahwa Timotius harus "memelihara harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya" dalam hidupnya (2 Timotius 1:14). Dalam 2 Timotius 2:1-7, kita menemukan Paulus memberikan petunjuk yang jelas kepada anak didiknya tentang cara untuk menginvestasikan karunia istimewanya. Secara khusus, Paulus menggunakan tiga analogi untuk menyampaikan pesan pemeliharaan ini. Pertama, Timotius harus berpikir seperti seorang prajurit yang mengetahui bahwa kesetiaan utamanya adalah kepada komandannya. Kedua, Timotius harus berpikir seperti seorang olahragawan yang menyerahkan hidupnya kepada kedisiplinan yang akan membangun parameter-parameter tingkah laku dan kebiasaan di dalam kehidupannya. Yang terakhir, dia harus berpikir seperti seorang petani yang memahami bahwa pada akhirnya, ia akan menikmati segala hasil usahanya. Titik kunci dari kualitas kedua Paulus sebagai mentor ini adalah dia membimbing investasi Timotius kepada tujuan yang Timotius ciptakan dalam hidup. Berapa sering kita melihat talenta yang disia-siakan hanya karena pola pikir yang menyebabkan seseorang mundur alih-alih melangkah maju? Paulus tahu bahwa jika Timotius ingin menggenapi kerinduan hidupnya, dia harus belajar dari sudut pandang seorang tentara, atlet, dan petani.
3. Memberi Peringatan tentang Kelemahan-kelemahannya.
Kita melihat Paulus memperingatkan Timotius tentang bidang-bidang yang menjadi kelemahannya. Dalam 2 Timotius 2:20-23, Paulus meninjau bidang-bidang yang dapat menjadi kekuatannya dan bidang-bidang lain yang dapat menyebabkan kelemahannya. Dalam model pembelajaran mandiri Boyatzis (juga dalam "Primal Leadership"), kita melihat penekanan yang diberikan dalam hal mencari tahu mengenai kekuatan dan kelemahan kita, sehingga dapat mencapai kemampuan-kemampuan kita dengan seutuhnya. Paulus langsung menantang Timotius bahwa beberapa sifatnya akan melemahkan hidupnya sampai pada titik ketidakefektifan, sementara itu kualitas-kualitas yang lain akan memperkuatnya. Sebagai mentor yang bijaksana, Paulus menekankan bahwa kualitas-kualitas karakter ini terletak dalam tanggung jawab Timotius sendiri. Tom Landry, seorang pelatih American football, memunyai kebijakan bahwa jika ada pemain berbakat yang menunjukkan pilihan hidup yang buruk, kemungkinan besar ia tidak akan memilihnya sebagai anggota tim. Ia belajar lewat pengalamannya bahwa talenta yang besar tidak dapat menebus kompromi moral. Paulus tampaknya memunyai kesimpulan yang sama sebagai seorang mentor.
4. Menyatakan Perlunya Kegigihan.
Secara realistis Paulus menunjukkan cakupan kesulitan yang harus dihadapi Timotius dalam 2 Timotius 3:1-9. Bacaan ini mencerminkan bahwa Paulus memahami konteks pelayanan Timotius acap kali dapat terasa berat. Mentoring yang bijaksana tidak hanya menunjukkan puncak kehidupan yang dijalani dengan baik, tetapi juga kebenaran bahwa kegigihan dalam menjalankan tugas-tugas yang sangat berat pun sangat diperlukan.
5. Menjadi Teladan.
Paulus menunjukkan bahwa dirinya sendiri adalah teladan yang baik bagi Timotius. Tidak ada ucapan "lakukan seperti apa yang kukatakan, jangan seperti apa yang kulakukan" dari Paulus. Sebaliknya, dia dengan tegas menyarankan agar Timotius mengikuti teladan tentang bagaimana dia berinvestasi dalam hidupnya, dan bahwa dia tidak akan kecewa (2 Timotius 3:14).
Saya merasa penutup surat Paulus sungguh indah. Paulus menggunakan frasa bahwa dia "sudah mulai dicurahkan sebagai anggur persembahan" (2 Timotius 4:6). Rujukan terhadap anggur persembahan ini berakar dari Perjanjian Lama. Pada tahap akhir persembahan korban di hadapan Allah, imam akan mengambil secawan anggur yang sangat keras dan mencurahkannya ke atas korban yang akan menghasilkan asap yang naik kepada Allah. Persembahan anggur tidak ditujukan untuk memberkati mereka yang mempersembahkan korban, tetapi sebagai tindakan penyembahan kepada Allah. Nilai utama Paulus dalam memuliakan Allah ditampilkan kepada Timotius saat dia menjelaskan pemahamannya bahwa ia siap menjadi anggur persembahan.
Apa Arti Mentoring untuk Saya Sebagai Seorang Pendeta
Sebagai seorang pendeta, saya mendapat kehormatan untuk memimpin pertemuan mentoring mingguan. Di sana saya berkumpul bersama dengan beberapa orang yang sangat bersemangat untuk menjadi lebih dari sekadar orang yang sukses; mereka rindu menjadi orang yang bermakna. Dalam suasana mentoring ini, saya menyadari nilai-nilai Paulus sebagai mentor bagi Timotius. Saya mencapai kesimpulan bahwa mentor yang efektif harus memunyai lima kualitas utama:
- Kemampuan untuk menilai apakah ada kecocokan antara semangat atau kerinduan mentor dan mentori.
- Pemahaman yang mendalam tentang idealisme di dalam diri mentori.
- Kemampuan untuk menggiatkan investasi dalam kehidupan mentori agar menjadi diri mereka yang ideal.
- Kejujuran yang mendalam, yang tidak menghindari pembicaraan yang jujur mengenai kegigihan dalam menghadapi bagian kehidupan yang sangat tidak menyenangkan.
- Kesediaan untuk tidak hanya "mengajarkan cara," tetapi juga "menunjukkan cara" dengan nilai dan pilihan saya.
Sebagai mentor, kita bisa mempertimbangkan pertanyaan yang ditekankan oleh Santo Agustinus: "Hal apa yang saya inginkan untuk dikenang orang dari diri saya?" Bagi Agustinus, inilah awal kedewasaan. Dalam masyarakat yang lebih mengidolakan kesuksesan daripada "kebermaknaan", kita perlu memiliki pria dan wanita yang tidak hanya bersedia untuk memberi orang lain sarana untuk mencapai keberhasilan dalam tugas-tugas mereka, tetapi juga memberikan sarana bagi mereka untuk menemukan kebermaknaan. (t/Uly)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Christian Leadership Alliance |
Alamat URL | : | http://www.christianleadershipalliance.org/?biblical_mentoring |
Judul artikel | : | A Mentoring Model from a Biblical Example |
Penulis | : | Mike Oney |
Tanggal akses | : | 21 Juli 2011 |