Menakar Keabsahan Diri Sebagai Pemimpin Rohani (II)

Catatan: Dalam e-Leadership 118, telah dipaparkan hal pertama untuk mengukur kepemimpinan rohani sejati, yaitu membangun kepemimpinan di atas kehendak Allah. Dalam edisi 119, kita akan melihat 2 hal lainnya, yaitu meneguhkan kepemimpinan dengan motivasi agung sebagai pemimpin rohani dan membuktikan kepemimpinan dengan memperjuangkan hal besar yang inklusif, yang akan diakhiri dengan suatu refleksi.

2. Meneguhkan Kepemimpinan dengan Motivasi Agung sebagai Pemimpin Rohani

Dalam upaya menegaskan bahwa saya dan Anda ada dalam kehendak Allah yang sesungguhnya, kita harus meneguhkan sikap kita sebagai pemimpin rohani. Pemimpin rohani adalah dia yang menyadari bahwa Tuhan Allah, demi kemurahan-Nya telah memanggilnya kepada keselamatan. Pemimpin rohani yang terpanggil oleh Tuhan Allah akan selalu berupaya untuk mendahulukan kehendak Allah. Mendahulukan kehendak Allah haruslah nyata dalam hati, pikiran, sikap, kata, serta tindakan, dengan memerhatikan kebenaran berikut ini.

Pertama, sebagai upaya meneguhkan sikap kita, maka kita perlu menyimak Sabda TUHAN Yesus yang menegaskan, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31b-32) Di sini, hal yang perlu dipahami ialah bahwa seorang pemimpin rohani haruslah membuktikan diri sebagai pemimpin yang mengutamakan firman Allah (Mazmur 1; 119:105). Keadaan hati, pikiran, sifat, sikap, kata, serta tindakannya, haruslah diwarnai oleh "kebenaran firman TUHAN". Ia akan selalu bertanya, "Apakah hati saya, pikiran saya, sifat saya, sikap saya, kata-kata saya, serta tindakan saya selaras dengan firman Allah?" Semua yang selaras dengan firman Allah berarti kita ada di dalam kebenaran yang tanpa dosa. Kebenaran yang tanpa dosa adalah kebenaran yang tidak boleh dikompromikan dengan dosa. Sebagai contoh, "motivasi saya adalah untuk merebut kedudukan kepemimpinan, tetapi saya menyelubunginya dengan sikap licik, berbicara manis, dan mengakali hukum. Dilihat dari perspektif umum, cara ini bisa dibanggakan dan disebut strategi. Tetapi dalam perspektif rohani, ini adalah sebuah "penipuan". Kebenaran yang tanpa dosa adalah pembuktian seorang pemimpin ada di dalam kehendak TUHAN, yang memberikan kekuatan untuk membuktikan bahwa sang pemimpin rohani sedang mengutamakan TUHAN Allah, karena ia memahami bahwa firman Allah mengharuskan "ya" adalah "ya," dan "tidak" adalah "tidak," di mana yang bertentangan dengan ini adalah dosa, seperti yang disabdakan TUHAN, "... jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17; 1:26; 3:2-11)

Mengutamakan kehendak Allah berarti mengesampingkan kehendak diri, mengabaikan kemauan untuk menang sendiri, dengan tujuan untuk membiarkan kehendak Allah terlaksana di dalam kebenaran, sehingga akan ada kemuliaan bagi nama-Nya (Roma 11:36).

Kedua, pemimpin rohani yang hidup selaras dengan kehendak Allah akan selalu dituntun oleh Roh Kudus. Tuntunan Roh Kudus meneguhkan hakikat hidup rohani pemimpin, dengan kuasa untuk hidup seperti TUHAN Yesus (1 Yohanes 2:6). Pemimpin yang hidup seperti Yesus, akan dipenuhi dan dituntun Roh Kudus (Matius 3: 13-17; 4:1; Markus 1:12-13; Lukas 4:1-13; Roma 8:14-16). Pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus, akan menampakkan keunggulan karakter yang diwarnai oleh "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri" (Galatia 6:22-23; bandingkan 1 Samuel 24:6-8; 26:9-11).

Ketiga, dalam melaksanakan hal ini, tanggung jawab pemimpin ialah membuktikan bahwa ia benar-benar mendahulukan kehendak TUHAN, dengan berbuat kebenaran dan kebaikan. Kebenaran dan kebaikan yang dilakukannya itu selalu berujung kepada membawa kemuliaan bagi TUHAN dan keuntungan bagi banyak orang, di mana tidak selamanya membawa keuntungan bagi diri. Contoh teragung dari kebenaran ini, dapat dilihat dari sikap dan doa TUHAN Yesus di Getsemani (Matius 26:36-46; Markus 14:32-42; Lukas 22:39-46), di mana Ia membiarkan kehendak ALLAH Bapa-Nya terlaksana, yang ditandai dengan hati, pikiran, sifat, sikap, dan tindakan-Nya yang mendahulukan kehendak Bapa-Nya, dengan kesigapan menanggung risiko dari kehendak TUHAN yang terlaksana itu.

Keempat, pemimpin rohani yang hidup dalam kebenaran yang mewarnai hati, pikiran, sifat, sikap, dan tindakan akan selalu termotivasi untuk mendahulukan kebenaran dengan hidup dalam kebenaran. Hidup di dalam kebenaran akan berindikasi dengan melakukan kebenaran, keadilan, ketulusan, kejujuran yang nyata dari hati, pikiran, sifat, sikap, kata, serta tindakan yang membawa kedamaian kepada sesama (Yesaya 32:1-2; 8, 17). Dalam hal ini, pemimpin akan selalu berupaya menuntun orang ke dalam kebenaran, dengan kesediaan yang tinggi untuk mengangkat serta menolong sesama dengan segenap hati (Galatia 6:1-2).

Kelima, pemimpin rohani yang hidup dalam kebenaran dan mendahulukan kehendak Allah, akan diteguhkan untuk membuktikan integritas diri sebagai seorang pelayan TUHAN. Bukti bahwa pemimpin rohani adalah pemimpin rohani yang berintegritas ialah bahwa ia memahami kehendak Allah, yang ditandai oleh hati, pikiran, sifat, sikap, kehidupan, serta tindakan yang arif, sehingga ia menjadi berkat kepada banyak orang dalam kepemimpinannya dan lebih luas lagi (Efesus 5:15-21; 1 Raja-raja 3:16-28).

3. Membuktikan Kepemimpinan dengan Memperjuangkan Hal Besar yang Inklusif

Pemimpin rohani yang mendahulukan kehendak TUHAN Allah dengan hidup di dalam kebenaran dan kebaikan, akan selalu memperjuangkan hal besar. Memperjuangkan hal besar di sini berarti membebaskan diri dari sikap egoisme, yang cenderung mendorong kepada upaya mementingkan diri dan kelompok, serta cenderung memperjuangkan kepentingan sendiri. Pemimpin rohani akan selalu menyadari beberapa kebenaran penting yang harus disikapi dan dihidupi secara konkret, antara lain:

Pertama, pemimpin rohani sepenuhnya hidup dengan kesadaran bahwa menjadi pemimpin itu adalah kasih karunia Allah (Roma 12:1-2,7; 2 Korintus 4:1). Kepemimpinan baginya adalah pekerjaan mulia yang harus disikapi dengan penuh hormat dan tanggung jawab yang tinggi (1 Timotius 3:1-7). Dalam hubungan ini, pemimpin haruslah memimpin dengan "sukarela sesuai dengan kehendak Allah, mendahulukan pengabdian, tidak mencari keuntungan, dan selalu memimpin dengan teladan" (1 Petrus 5:2-3; Ibrani 13:7, 17).

Kedua, pemimpin seperti ini menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk senantiasa berupaya mendahulukan kepentingan orang lain (Filipi 2:3-4). Mendahulukan kepentingan orang lain berarti bersikap altruis, yang selalu berupaya mengangkat dan meneguhkan orang lain.

Ketiga, pemimpin rohani yang mendahulukan kepentingan orang lain adalah bagian dari upaya memperjuangkan hal besar, yang membawa keuntungan kepada banyak orang. Keadaan hati, pikiran, sifat, sikap, kata, dan tindakan pemimpin rohani seperti ini adalah dasar bagi pembuktian integritas diri, motivasi, daya juang, dan pencapaian yang diakui oleh kalangan luas (Filipi 4:5). Pemimpin seperti ini akan membuktikan bahwa "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya supaya jangan melihat kejahatan, dia seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya adalah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin" (Yesaya 33:15-16). Pemimpin yang memperjuangkan hal besar sesungguhnya memahami Sabda Kristus TUHAN, bahwa "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." (Matius 7:12) Pemimpin yang mau menjadi besar, akan hidup untuk memperjuangkan hal besar demi kepentingan yang lebih besar. Inilah pemimpin rohani yang memahami kehendak TUHAN, yang setia membuktikan diri dengan terus menjadi berkat."

Refleksi

Secara umum, upaya mengukur dan membuktikan diri sebagai pemimpin rohani hanya akan terlaksana apabila setiap pemimpin menetapkan untuk mendahulukan kebenaran berikut ini:

Pertama, pemimpin rohani akan sensitif dengan terus mendahulukan kehendak TUHAN Allah. Mendahulukan kehendak TUHAN tidaklah semudah membalik telapak tangan, di mana ia harus menyerahkan diri kepada Roh Kudus untuk memohon bimbingan-Nya. Pemimpin akan selalu berupaya mengedepankan kebenaran firman Allah di atas kehendak dirinya sendiri. Bukti bahwa seseorang itu mendahulukan kehendak Allah adalah bahwa TUHAN Yesus Kristus akan terus dimuliakan dalam kehidupan serta kepemimpinannya; sekalipun sang pemimpin merugi, kehilangan dan terkalahkan dalam keputusannya mendahulukan kehendak Allah.

Kedua, pemimpin rohani akan selalu berupaya membuktikan komitmennya untuk mengedepankan integritas dirinya sebagai pemimpin rohani. Pembuktian ini didasarkan atas kerelaannya hidup selaras dengan firman Allah, dituntun Roh Kudus, dan membuktikan diri hidup seperti Yesus TUHAN dengan menandakan keagungan kehidupan Kristus di dalam dan melalui hati, pikiran, sifat, sikap kata, serta tindakannya, sehingga ada pengakuan bahwa ia adalah pemimpin rohani sejati.

Ketiga, pemimpin rohani harus hidup dan membaktikan dirinya untuk memperjuangkan hal besar bagi kemuliaan TUHAN, kebaikan umat yang dipimpinnya, serta lingkungan di mana ia mengabdi. Di sini pemimpin harus terus hidup dalam kebenaran, membebaskan diri oleh kuasa kebenaran dari egois, dan mempertahankan sikap altruis yang membawa keuntungan serta kebaikan kepada sebanyak mungkin orang yang dilayaninya. Pemimpin seperti ini adalah pemimpin berkat, yang akan terus memberkati dan menikmati berkat dari kehidupan serta pengabdian kepemimpinan yang diembannya. Selamat mengukur keabsahan diri sebagai pemimpin rohani yang bakti hidup serta matinya adalah untuk memberkati.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs: DR. Yakob Tomatala
Alamat URL: http://yakobtomatala.com/2011/06/26/
Judul asli artikel: Menakar Keabsahan Diri Sebagai Pemimpin Rohani
Penulis artikel: Dr. Yakob Tomatala
Tanggal akses: 22 Maret 2010
Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar