Filsafat Kepemimpinan yang Alkitabiah
Esensi kepemimpinan yang alkitabiah adalah kepemimpinan yang melayani. Yesus menitikberatkan hal ini dalam Yohanes 13:1-17 dengan memberikan contoh pembasuhan kaki kedua belas murid. Dengan melakukannya, Ia memberi contoh yang dapat dilihat oleh para murid untuk menolong mereka memahami tindakan seorang pemimpin yang melayani dengan lebih baik.
Kepemimpinan Pelayan Berarti Ketaatan terhadap Kepemimpinan
Biasanya, kita melihat seseorang sebagai seorang pemimpin atau seorang pelayan, bukan keduanya sekaligus. Akan tetapi, Yesus menggabungkan dua ide tersebut. Seorang pemimpin yang meneladani Kristus harus berpikir dan bertindak dengan cara pikir seorang pelayan. Yesus tidak mengabaikan kepemimpinan. Dalam Lukas 22:26, Yesus mengajarkan bahwa seseorang yang memerintah harus melakukannya dalam sikap seorang pelayan. Ia tidak mengatakan kita harus berhenti memerintah/memimpin. Memberi pengarahan, mencoba untuk mencapai sasaran-sasaran, mengharapkan akuntabilitas, mengambil tanggung jawab, memperbaiki kesalahan, dan membuat berbagai keputusan adalah baik.
Ketika Allah telah memanggil Anda ke dalam pelayanan tertentu dalam kerajaan-Nya, merupakan tanggung jawab Anda untuk memimpin. Mungkin ada alasan-alasan lain yang Anda ragukan, mungkin Anda merasa tidak aman dengan kepribadian Anda atau Anda tidak merasa berbakat (misalnya, Musa merasa dia tidak pandai berbicara). Kemungkinan, Allah memanggil Anda untuk menghadapi ketakutan-ketakutan ini dan memperoleh kepercayaan diri.
Kepemimpinan Pelayan Berarti Melayani
Yesus membasuh kaki kedua belas murid. Ini adalah tugas seorang budak. Yohanes mengungkapkan secara detail bagaimana Yesus melepaskan pakaiannya, berbalut handuk, dan menuangkan air ke dalam baskom (Yohanes 13:4-5). Petrus pada awalnya menolak. Pada kejadian-kejadian sebelumnya, para murid telah dibuat heran atas tindakan-tindakan dan kata-kata Yesus. Sebagai contoh, Yesus mengatakan tentang "anak-anak kecil" dalam Markus 9:42, "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut." Sangat mudah untuk memanfaatkan anak-anak atau mengambil keuntungan atas mereka. Kepemimpinan yang melayani termasuk menyambut anak-anak kecil.
Ketika para murid datang kepada Yesus dan bertanya siapakah yang paling besar, Yesus memanggil seorang anak kecil dan menyuruhnya berdiri di antara mereka (Matius 18:1-9). Sikap yang melayani mudah ditemukan ketika kita melihat bagaimana seseorang memperlakukan anak-anak kecil. Hal ini juga mencakup perlakuan terhadap orang-orang yang lapar, haus, asing, serta mereka yang sakit dan berada dalam penjara (Matius 25:32).
Melayani berarti melakukan sesuatu untuk orang lain tanpa mengharapkan keuntungan. Hati dan pikiran kita harus murni dan rendah hati.
Namun, contoh kepemimpinan pelayan yang paling menakjubkan bukanlah pembasuhan kaki itu, melainkan kematian Yesus di kayu salib. Ia pergi ke Yerusalem untuk mati di kayu salib bagi dosa-dosa dunia. Itu adalah untuk keuntungan pihak lain, termasuk kita. Markus 10:45 berkata, "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Ia yang tidak berdosa menyerahkan diri-Nya sendiri untuk membebaskan orang lain.
Apakah kita bersedia mengesampingkan hak-hak, kebutuhan, dan harapan kita sendiri untuk kepentingan orang lain? Leighton Ford pernah menggambarkan hal ini sebagai kemerdekaan untuk menyerahkan apa yang diharapkan seseorang dengan tujuan untuk melayani maksud Allah dan kebaikan orang lain.
Kepemimpinan yang Melayani Dimulai dengan Panggilan dari Allah
Kita harus menjawab sejumlah pertanyaan ini dengan jujur:
- Mengapa kita memimpin?
- Apakah motivasi kita seperti Yakobus dan Yohanes, yang meminta agar dapat duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus (Markus 10:36-37)?
- Apakah kita memimpin karena kita ingin menjadi orang spesial atau penting?
- Apakah kita ingin memimpin karena kita senang memiliki kekuasaan?
- Apakah kita ingin menjadi pemimpin-pemimpin Kristen yang berhasil, terkenal, dan termasyur?
Apabila hal-hal tersebut menjadi motivasi kita, kita memilih posisi untuk diri kita sendiri. Ini semua tentang apa yang kita inginkan. Yang sebaliknya adalah apa yang Allah kehendaki. Ini adalah panggilan dari Allah. Perbedaannya kelihatannya sangat kecil, tetapi kenyataannya, itu cukup penting.
Dua poin yang harus diingat:
Pertama, ketika kita dipimpin oleh sebuah panggilan Allah dan bukan oleh kekuasaan kita sendiri, kita sesungguhnya memiliki kekuasaan. Ini adalah kerajaan Allah, dan kita hanyalah pengurus. Akan tetapi, kita dapat bertindak dengan kekuasaan Raja. Kita tidak memosisikan diri kita sendiri di tempat yang utama. Segala kemuliaan adalah bagi Dia. Kita mendapatkan kemerdekaan untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kerajaan. Karena kita tidak peduli dengan reputasi kita sendiri, kita dapat membuat keputusan-keputusan yang sulit atau tidak umum karena kita memiliki kekuasaan yang sejati.
Kedua, ketika kita dipimpin oleh panggilan Allah dan bukan oleh kekuasaan kita sendiri, hal itu memberi kita identitas yang saleh. Identitas-identitas kita mungkin didasarkan pada karunia-karunia atau status sosial kita sendiri, tetapi ketika kita sadar bahwa Allah telah memanggil kita, Ia adalah intinya, dan kita benar-benar aman dalam identitas-Nya.
Kepemimpinan Pelayan adalah Mengenai Penggembalaan
Kepemimpinan pelayan menemukan motif yang menarik dan jelas dalam penggembalaan. Seorang gembala menjaga kawanan ternak. Ia memberi mereka makan (Yohanes 21:15) dan mencari padang rumput yang hijau dan air segar (Mazmur 23). Ia mencari seekor domba yang tersesat (Lukas 15:4) dan bahkan bersedia menyerahkan nyawanya sendiri (Yohanes 10:11).
Setelah kebangkitan-Nya, Yesus memberi tahu Petrus, "Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yohanes 21:16). Zaman sekarang, menjadi pendeta memiliki konotasi yang sama: menjangkau keluar demi kebaikan orang-orang di gereja-gereja kita, memelihara manusia rohani jemaat, waspada terhadap bahaya, dan mencari mereka yang tersesat dan bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Fokusnya bukan pada gembala, tetapi pada domba.
Kepemimpinan Pelayan Mencakup Pernyataan Misi yang Jelas
Dengan tidak memandang keberadaan orang-orang yang kepadanya kita bertanggung jawab, kita lebih sering melupakan misi yang harus kita jalankan. Kepemimpinan tanpa misi yang jelas mengenai arah dan tujuan yang jelas adalah kepemimpinan yang buruk. Yesus tahu bahwa Ia diutus (Yohanes 4:34; 6:29; 20:21). Di sinagoge di Nazaret, Ia menceritakan misi-Nya: "untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" sebagai penggenapan nubuatan Perjanjian Lama (Lukas 4:18-21; Yesaya 61:1-2).
Ia juga mengetahui mengapa Ia diutus: "untuk memanggil orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Lukas 5:32); "bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" (Markus 10:45); "untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10), dst.. Yesus memiliki pemikiran yang jelas tentang takdir. Bahkan, Ia memberi petunjuk kepada murid-murid, terutama setelah kematian-Nya: ada misi global untuk digenapi (Matius 28:18-20).
Sebagai pemimpin-pemimpin pelayan zaman sekarang, kita harus mengetahui pernyataan misi kita. Jika tidak, kita bisa saja melakukan banyak hal, tetapi kita tidak akan memenuhi misi global Allah. Sebagai pemimpin, kita harus memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah supaya kita tahu ke mana kita pergi. Kita perlu mempelajari firman-Nya untuk mengerti prinsip-prinsip kerajaan, kita juga harus menerapkan prinsip-prinsip ini, atau kita akan menjadi penuntun yang buta (Lukas 15:14).
Ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya, Petrus awalnya menolak. Yesus menanggapi dengan berkata, "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." Sebelum kita dapat melayani orang lain dan membasuh kaki mereka, kita harus mengizinkan Yesus membasuh kaki kita. Dia ingin melayani, menyegarkan, menghibur, dan menyucikan kita.
Ini adalah undangan untuk duduk di meja perjamuan dengan Yesus. Dari komunitas yang disegarkan akan mengalir pelayanan. Yesus, di atas segalanya, tidak ingin memiliki budak-budak, tetapi anak-anak (Lukas 15:31). (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Lausanne World Pulse |
Alamat URL | : | http://www.lausanneworldpulse.com/perspectives.php/ |
Judul asli artikel | : | Biblical Philosophy of Leadership |
Penulis artikel | : | Oliver Lutz |
Tanggal akses | : | 23 Mei 2014 |