halaman | : pasal 14 (125-130) |
Urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat.
II Korintus 11:28
MELAYANI adalah definisi kepemimpinan yang dipakai oleh Yesus, dan ini memang benar, apakah di bidang sekuler atau di bidang rohani. Lord Montgomery mengatakan bahwa pengalamannya dalam peperangan meyakinkan dia bahwa seorang anggota staf harus menjadi pelayan pasukan- pasukannya, dan seorang anggota staf yang baik sekaligus harus melayani komandan dan pasukannya, tetapi dia sendiri harus tetap tidak dikenal.
Dalam bukunya, Training of the Twelve, Dr. A.B. Bruce menulis: "Di kerajaan-kerajaan lain, yang memerintah adalah orang-orang yang berhak untuk dilayani. Di dalam Kerajaan Allah yang memerintah adalah orang- orang yang merasa mendapat kehormatan untuk melayani." Dr. John A. MacKay dari Princeton berpendapat bahwa gambaran seorang pelayan merupakan gambaran yang sangat penting mengenai agama Kristen. Anak Allah menjadi pelayan Allah agar memenuhi panggilan Allah. Gambaran yang sama memberikan satu pola dan norma sebagai pegangan bagi tiap- tiap orang Kristen, badan utusan Injil dan gereja Kristen untuk belajar bagaimana mereka memenuhi panggilan yang diberikan oleh Allah.
Seorang pemimpin yang sejati lebih mengutamakan kesejahteraan orang lain daripada kenikmatan dan martabat dirinya sendiri. Ia menunjukkan simpati dan perhatian terhadap mereka yang dipimpinnya berkenaan dengan masalah, kesukaran dan kekuatiran mereka, tetapi haruslah simpati yang menguatkan dan memberi dorongan, bukan yang melemahkan. Ia selalu mengarahkan keyakinan mereka terhadap Tuhan. Dalam tiap-tiap keadaan darurat, ia melihat kesempatan untuk memberikan pertolongan. Patut diperhatikan bahwa pada waktu Allah memilih seorang pemimpin untuk menggantikan Musa yang besar, Ia memilih Yosua, orang yang telah membuktikan dirinya sebagai seorang pelayan yang setia (Kel 33:11).
Pada waktu menyampaikan kata sambutan, sambil memberikan beberapa rahasia kepemimpinan Hudson Taylor yang berhasil, maka penggantinya, D.E. Hoste, berkata, "Rahasia lain dari pengaruhnya di antara kita terletak di dalam simpati dan pertimbangannya yang masak untuk kesejahteraan dan kebaikan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ukuran pengorbanan dan jerih payah yang tinggi nilainya yang selalu dipegangnya, tidak pernah menyebabkan ia kehilangan kelemahlembutan dan simpatinya terhadap mereka yang tidak dapat mencapai ukuran seperti dia di bidang ini. Ia menunjukkan sikap lemah lembut dan sabar terhadap kegagalan dan kekurangan saudara-saudaranya, dan karena itu dalam banyak hal ia berhasil menolong mengangkat mereka kepada penyerahan diri yang lebih sungguh-sungguh."
MENDISIPLIN merupakan tanggung jawab lain seorang pemimpin, yaitu satu tanggung jawab yang berat dan seringkali tidak disukai. Di dalam setiap gereja atau lembaga keagamaan perlu adanya disiplin yang berdasarkan hidup saleh dan kasih, jika ukuran-ukuran dari Allah ingin dipertahankan, terutama dalam hal kemurnian iman, moral dan sikap Kristen.
Paulus menetapkan semangat yang diperlukan bagi mereka yang menjalankan disiplin. "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu jangan kena pencobaan" (Gal 6:1). Syarat yang paling dasar untuk semua tindakan disiplin adalah kasih. "Tegorlah dia sebagai seorang saudara" (II Tes 3:15). "Sebab itu aku menasihatkan kamu, supaya kamu sungguh-sungguh mengasihi dia" (II Kor 2:8). Orang yang pernah mengalami dan secara jujur menghadapi kegagalan dan kekurangannya sendirilah yang paling cakap untuk menghadapi kegagalan orang lain dengan cara yang simpatik tetapi tegas. Roh lemah lembut akan jauh lebih berhasil daripada melontarkan kritik dan mencari-cari kesalahan.
Dalam menyelesaikan suatu persoalan yang nampaknya memerlukan tindakan disiplin, maka harus diingat kelima hal berikut ini. (1) Tindakan seperti itu hanya boleh diambil setelah diadakan penyelidikan yang saksama dan tidak memihak. (2) Tindakan ini hanya boleh diambil demi kebaikan seluruh pekerjaan dan pribadi yang bersangkutan. (3) Tindakan ini harus selalu didasarkan kasih yang murni dan dilakukan dengan mengingat kepentingan pihak lain. (4) Tindakan ini harus selalu disertai maksud untuk memberikan pertolongan rohani kepada pihak yang bersalah dan memulihkan dia. (5) Tindakan ini harus dilakukan dengan disertai banyak doa.
MEMBIMBING merupakan tanggung jawab yang ketiga. Seorang pemimpin rohani harus tahu ke mana ia pergi dan seperti seorang gembala, berjalan di depan kawanan dombanya. Ini merupakan cara Gembala Agung kita. "Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia" (Yoh 10:4). "Seorang pemimpin yang ideal," kata A.W. Tozer, "adalah orang yang mendengar suara Allah dan mematuhinya pada waktu suara itu memanggil dia dan pengikut-pengikutnya." Paulus memberikan tantangan ini kepada orang- orang di Korintus: "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (I Kor 11:1). Ia mengenal siapa yang sedang diikuti olehnya dan ke mana ia pergi, oleh sebab itu ia dapat menantang mereka untuk mengikut dia.
Tetapi tidak selalu merupakan satu tugas yang mudah untuk membimbing orang lain yang, meskipun saleh, mempunyai pendirian sendiri yang kuat. Seorang pemimpin tidak boleh menurutkan kemauannya sendiri secara sewenang-wenang. D.E. Hoste menekankan kenyataan ini:
Di dalam tugas seperti yang kita lakukan, maka mereka yang memegang pimpinan harus bersedia menghadapi tentangan dan perlawanan dan harus dapat menghindarkan tindakan-tindakan yang walaupun pada hakekatnya sehat dan berguna, tetapi tidak dapat diterima oleh beberapa orang yang bersangkutan. Berkali-kali Hudson Taylor terpaksa mengubah secara besar-besaran, atau mengesampingkan sama sekali, proyek-proyek yang baik dan bermanfaat, tetapi yang mendapat tentangan keras. Dengan demikian ia cenderung menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada kerugian yang mungkin dapat dihilangkan atau dikurangi oleh perubahan-perubahan tersebut. Tetapi kemudian, sebagai jawaban doa yang dipanjatkan dengan sabar dan tekun, banyak dari proyek- proyek itu akhirnya dilaksanakan juga.
MEMPRAKARSAI sesuatu merupakan satu fungsi yang penting dalam jabatan seorang pemimpin. Beberapa orang mempunyai lebih banyak karunia untuk memelihara hasil yang telah dicapai daripada memprakarsai usaha-usaha yang baru; lebih banyak karunia untuk menjaga ketertiban daripada untuk membangkitkan semangat. Seorang pemimpin yang sejati harus mempunyai keberanian maupun penglihatan. Ia harus menjadi seorang perintis dan bukan hanya orang yang memelihara. Kebanyakan dari kita lebih suka melakukan sesuatu yang aman, tetapi Paulus tidak demikian. Ia selalu mengambil risiko yang telah diperhitungkannya dengan hati- hati dan dengan banyak berdoa.
Robert Louis Stevenson mengecam sikap yang terlalu berhati-hati, yang takut-takut, dan tidak berani mengambil tindakan. Hudson Taylor tidak takut mengambil risiko. Langkah iman yang hebat yang senantiasa diambilnya dikecam orang sebagai tindakan yang ceroboh. Tetapi hal itu tidak menghalanginya, dan sekarang sejarah berada di pihaknya. Usaha terbesar yang pernah dicapai dalam sejarah gereja dan badan-badan utusan Injil, merupakan hasil dari beberapa orang pemimpin yang selalu berhubungan dengan Allah, yang berani mengambil risiko dan memperhitungkannya dengan hati-hati.
Banyak kegagalan yang besar merupakan akibat dari tindakan berhati- hati yang berlebihan, bukannya oleh percobaan pemikiran baru yang berani. Seorang teman yang dengan kehormatan memegang suatu jabatan penting yang pelayanannya menjangkau seluruh dunia di dalam lingkungan Kristen, baru-baru ini menyatakan kepada penulis bahwa ketika ia meninjau kembali hidupnya, ia merasa heran bahwa kebanyakan kegagalannya disebabkan karena ia tidak cukup berani. "Batas-batas Kerajaan Allah tidak pernah diperluas oleh orang yang bersikap terlalu berhati-hati," kata Ny. H.W.K. Mowll.
Seorang pemimpin tidak boleh mengabaikan nasihat orang-orang yang berhati-hati di sekelilingnya. Mereka seringkali akan menyelamatkan dia dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Tetapi ia harus berhati-hati jangan sampai ia membiarkan sikap hati-hati yang berlebih-lebihan, mengekang inisiatifnya, jika ia merasa bahwa penglihatannya itu berasal dari Allah. Juga ia tidak boleh membiarkan mereka menghalangi dia untuk mengambil langkah-langkah iman yang berani, yang telah ditugaskan Allah kepada dia dan kepada mereka.
MEMIKUL TANGGUNG JAWAB dan melakukannya dengan rela merupakan ciri yang perlu bagi seorang pemimpin. Jika ia belum siap melakukan hal ini, maka ia tidak memenuhi syarat untuk memegang jabatan ini. Orang yang mengelakkan keterlibatan yang lebih berat dan sukar, yang sehubungan dengan jabatannya, akan membatasi pengaruhnya sampai di situ.
Yosua menunjukkan mutu kepemimpinannya dengan cara menerima tanggung jawab yang berat untuk menggantikan pemimpin besar Musa dengan tidak ragu-ragu. Yosua mempunyai alasan yang lebih besar daripada Musa untuk menyatakan ketidakmampuannya, tetapi ia tidak mengulangi dosa pemimpinnya. Sebaliknya, dengan cepat ia menerima tanggung jawab itu dan menjalankan tugasnya itu dengan sepenuh hati.
Pada waktu Elia diangkat naik ke sorga, Elisa menerima tanggung jawab jabatan nabi yang kosong itu dari tuannya dengan tidak ragu-ragu. Ia menerima kuasa yang diberikan kepadanya bersama dengan jatuhnya jubah Elia dan ia sendiri menjadi seorang pemimpin. Dalam setiap keadaan, faktor yang menentukan adalah kepastian adanya panggilan Allah. Setelah memperoleh kepastian itu, tidak seorang pun perlu ragu-ragu untuk menerima tanggung jawab yang diberikan oleh Allah.
Sungguh selalu memberi semangat kalau kita boleh melihat ke dalam kehidupan batin orang-orang besar yang dipakai Allah dan mengetahui beberapa unsur yang menjadikan mereka efektif secara rohani.
Dalam buku Life of Robert E. Speer ditulis beberapa peraturan yang dipegang sebagai pedoman hidup oleh Uskup Agung Benson, seorang yang memikul tanggung jawab yang besar. Peraturan-peraturan itu membuka pikiran dan memberi tantangan. Meskipun ia hidup pada zaman yang berbeda, namun banyak di antara peraturan yang dipegangnya itu masih tetap relevan dengan keadaan sekarang dan kita patut mentaatinya.
Jangan berlambatan untuk memulai pekerjaan utama hari itu.
Jangan menggerutu karena banyak pekerjaan atau karena kurangnya waktu, melainkan pakailah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.
Jangan mengomel kalau menerima banyak surat; bahkan jangan menggerutu.
Jangan membesar-besarkan tugas yang sedang anda lakukan, seolah-olah anda sampai menderita oleh karenanya, melainkan anggaplah semua itu sebagai hak istimewa dan kegembiraan.
Jangan menarik perhatian orang kepada pekerjaan anda yang bertumpuk atau kepada pengalaman anda yang tidak berarti.
Sebelum mengecam seseorang, mintalah kasih yang sungguh-sungguh dari Allah. Hendaknya anda yakin bahwa anda mengetahui dan bahwa anda telah memberikan kelonggaran sebanyak mungkin. Kalau tidak, kecaman anda yang bermaksud baik itu akan ternyata tidak efektif, tidak dapat dimengerti atau mungkin merupakan provokasi semata-mata.
Betapa baiknya bagi ketenteraman apabila kita tidak mempercakapkan orang lain, tidak percaya akan segala sesuatu tanpa pertimbangan, dan tidak begitu mudah menceritakan sesuatu kepada orang lain lagi.
Jangan mencari pujian, ucapan terima kasih, penghormatan atau penghargaan dari atasan atau dari sesama atas usia yang lebih lanjut atau atas pelayanan yang sudah lampau.
Jangan merasa kurang enak kalau nasihat atau pendapat anda tidak diminta, atau dikesampingkan.
Jangan membiarkan diri dibandingkan dengan orang lain secara menguntungkan.
Jangan menginginkan percakapan berpusat pada diri anda sendiri.
Jangan mencari budi atau belas kasihan orang; anda hendaknya pantas menerima kelemahlembutan tanpa memintanya.
Menanggung kesalahan; bukannya menyalahkan atau melontarkan kesalahan kepada orang lain.
Jika pujian yang seharusnya diberikan kepada anda diberikan kepada orang lain, jangan anda merasa kurang enak, melainkan ucapkanlah syukur.