Hukum waktu yang tepat memberinya kesempatan untuk menjadi presiden Amerika Serikat. Ketika itu adalah masa yang pasang surut dalam sejarah bangsa. Semua orang masih lelah akibat perang Vietnam dan malu karena skandal Watergate. Rakyat berkecil hati dan moralnya merosot. Dan terutama mereka skeptis terhadap siapa pun yang ada hubungan dengan pemerintahan di Washington. Sementara berkampanye, calon presiden berikutnya ini, yang tidak pernah memegang jabatan di Washington, mengatakan tentang dirinya, "Saya minta maaf. Sayangnya, mayoritas bangsa Amerika … juga orang luar". Dia adalah Jimmy Carter.
WAKTUNYA TEPAT BAGI ORANG LUAR
Jika Anda paham Hukum Waktu yang Tepat, Anda pasti mengerti mengapa Jimmy Carter terpilih menjadi presiden Amerika Serikat pada tahun 1976. sesungguhnya, kehidupan serta karir Carter dicirikan oleh gerakan-gerakan yang tepat waktunya. Sebagai lulusan Anapolis, Carter tadinya ingin berkarir di Angkatan Laut Amerika Serikat, namun ketika ayahnya tiba-tiba meninggal pada tahun 1953, ia kembali ke Plains, Georgia, untuk mengambil alih bisnis keluarganya. Dalam beberapa tahun saja, ia menjadi usahawan yang kuat, yang disegani, serta pemimpin di komunitasnya.
Pada tahun 1962, zaman berubah. Mesin politik yang lama di Georgia dengan metode-metodenya yang korup dalam memilih pejabat mulai hancur, dan Carter memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi senat Georgia. Carter sadar bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, seseorang yang bukan bagian dari sistem yang lama memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri. Namun ia menghadapi perlawan yang hebat. Bos-bos politik lama masih berjuang keras untuk mempertahankan kendalinya. Seorang pemimpin yang korup secara terang-terangan mengintimidasi para pemberi suara di wilayahnya dan mengatur hasil pemungutan suaranya. Akibatnya, Carter kalah. Namun ia tidak mau menyerah tanpa melawan. Ia naik banding menuntut proses pemungutan suaranya ditinjau kembali. Ketika hasil-hasilnya terbalik, Carter akhirnya menang. Lalu pada tahun 1970, ia sukses mencalonkan diri menjadi gubernur. Sekali lagi, ia sadar bahwa waktunya tepat untuk seorang yang relatif pendatang baru untuk menantang mesin politik yang sudah mapan.
YANG BUKAN PEMIMPIN TIDAK SELALU DAPAT MELIHATNYA
Yang dilakukan Carter selanjutnya hampir-hampir tak terbayangkan. Ia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat. Inilah orang yang seluruh karirnya sebagai politikus terpilih hanya terdiri dari satu masa jabatan di senat Georgia dan satu masa jabatan sebagai gubernur negara bagian. Pengalamannya minim, dan ia tidak pernah diliput secara nasional. Carter begitu tidak dikenal sehingga ketika ia muncul di pertunjukan televisi berjudul What's My Line? Pada tahun 1973 ketika masih menjadi gubernur, para panelis tidak mengenalnya dan tidak dapat menerka profesinya.
Ketika Carter pertama kalinya mencalonkan diri untuk menjadi presiden, orang-orang di media massa tidak menggubrisnya. Mereka pikir seorang mantan gubernur yang tidak dikenal dari selatan, tanpa pengalaman apa pun di Washington, tak mungkin punya kesempatan meraih nominasi partai Demokrat, apa lagi kepresidenan. Namun Carter pantang mundur. Ia dan beberapa rekan kuncinya telah menyadari bahwa waktunya tepat baginya tahun 1976, dan mereka pun bertemu untuk membicarakannya. Penulis biografi Carter, yaitu Peter G. Bourne, yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, mengatakan bahwa ia melihat "kesempatan terbuka yang unik bagi orang luar untuk mencalonkan diri sebagai presiden". Carter melihatnya juga; ia tahu bahwa masalahnya adalah sekarang atau takkan pernah lagi.
Carter mencalonkan diri sebagai presiden pada bulan Desember 1975, satu tahun setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur. Reaksi rakyat Amerika sungguh berbeda. Bourne melaporkan,
Kebanyakan wartawan tampaknya tidak menangkap arus sosial serta politik yang sedang mempengaruhi negara. Dampak perang Vietnam, skandal Watergate, perubahan dalam hubungan ras di Selatan, serta terutama keterbukaan dalam proses politknya sangat diabaikan, dan para calon diperiksa hanya dalam konteks paradigma politik lama.
Hukum Waktu yang Tepat menunjukkan bahwa ketika itu adalah saat yang tepat bagi orang luar untuk mencalonkan diri, dan Carter adalah segalanya yang bukan seperti presiden-presiden belakangan ini: Ia tidak memegang jabatan publik apa pun ketika berkampanye, setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur pada tahun 1974. Profesinya bukan pengacara. Ia sangat vokal dalam iman Kristianinya. Dan tidak seperti orang-orang yang sebelumnya memegang jabatan negara yang tertinggi, ia tidak pernah menjadi bagian dari politik Washington sebagai anggota kongres, senator, wakil presiden, ataupun anggota kabinet. Wajahnya adalah wajah baru dengan pendekatan yang berbeda terhadap pemerintah, sesuatu yang sangat dinginkan bangsa Amerika. Saya percaya bahwa Jimmy Carter takkan pernah terpilih di waktu yang lain - baik sebelum maupun sesudahnya. Luar biasanya, pada tanggal 20 Januari tahun 1977, James Earl Carter terpilih menjadi presiden ke tiga puluh sembilan dari Amerika Serikat.
Namun, waktu tidak selalu menjadi sahabat Carter. Pada pemilihan presiden tahun 1980, kesempatannya hilang untuk terpilih kembali. Negaranya mengalami banyak masalah seperti yang sudah-sudah. Perekonomiannya kacau: Amerika menghadapi inflasi dua digit, harga minyak mencapai rekor tertinggi, dan tingkat suku bunga hipotik yang meroket. Ada juga sejumlah masalah kebijakan luar negeri, termasuk serangan Soviet ke Afganistan, dan, tentunya, lamanya penyanderaan terhadap warga Amerika di Iran. Upaya penyelamatan terhadap para sandera di Iran itu semakin memojokkan Carter. Pada malam pemilihan, ternyata Carter hanya mendapatkan 49 suara yang diperoleh Ronald Reagen. Kekalahannya sungguh telak. Hukum Waktu yang Tepat itu ibarat pedang bermata dua.
WAKTU YANG TEPAT ADALAH SEGALANYA
Para pemimpin besar menyadari bahwa kapan harus memimpin adalah sama pentingnya dengan apa yang harus diperbuat dan harus menuju ke mana. Setiap kali seorang pemimpin membuat suatu gerakan, hanya ada empat kemungkinan:
TINDAKAN KELIRU DI SAAT YANG KELIRU HANYA AKAN MEMBAWA KEPADA BENCANA
Seorang pemimpin yang melakukan tindakan keliru disaat yang keliru pasti akan menderita gema yang negatif. Ketika pasukan Amerika Serikat berupaya menyelamatkan para sandera yang ditawan Iran dalam pemerintahan Carter, itu adalah contoh tindakan yang keliru disaat yang keliru. Sebelum keputusan untuk mengadakan upaya penyelamatan tersebut, Sekretaris negara Cyrus Vance telah mendebat bahwa rencananya lemah. Ia percaya bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak beres. Sayangnya, ia benar. Beberapa helikopter mengalami mesalah mekanis, sebuah diantaranya lenyap dalam badai pasir, dan satu lagi menabrak sebuah pesawat angkutan, mengakibatkan tewasnya delapan orang. Peter Bourne menggambarkannya sebagai "kombinasi antara kemalangan dengan ketidakmampuan militer". Itu hanya dapat digambarkan sebagai bencana. Itu adalah contoh tidak tepatnya waktunya, dan seperti hal-hal lainnya, bencana itu menandakan lenyapnya kesempatan Carter untuk terpilihnya kembali.
TINDAKAN BENAR DI SAAT YANG KELIRU HANYA AKAN DITENTANG
Mengetahui apa yang perlu dilakukan adalah satu hal; memahami kapan itu harus dilakukan adalah hal lain lagi. Saya teringat akan sebuah contoh dari waktu yang tidak tepat ini dari pengalaman saya sendiri sebagai pemimpin. Di awal tahun 1980-an, saya berusaha mencoba program kelompok kecil di Skyline, gereja saya di San Diego. Program itu tepat, namun gagal. Mengapa? Waktunya tidak tepat. Kami tidak sadar bahwa kami belum memiliki pemimpin cukup banyak untuk mendukung peluncuran program tersebut. Namun enam tahun kemudian, ketika kami mencobanya lagi, program ini sangat sukses. Semuanya adalah soal waktu.
TINDAKAN KELIRU DISAAT YANG TEPAT ADALAH KELIRU
Selama kira-kira satu decade, banyak rekan saya berusaha membujuk saya untuk meluncurkan program radio. Sudah lama saya menolak gagasan ini. Namun dua tahun yang lalu, saya sadar bahwa waktunya tepat. Maka kami pun menciptakan sebuah program yang berjudul Growing Today. Namun, ada satu masalah: formatnya. Saya ingin menyerahkan bahannya kepada orang lain untuk membantu mereka, namun saya bertekad untuk tidak menerima sumbangan dari publik. Solusinya, saya pikir, adalah mengudarakan program yang berorientasi pada pertumbuhan dan mengandalkan penjualan produk untuk mendukungnya. Ternyata keliru. Program seperti itu tak dapat menghasilkan pendapatan impas. Radionya benar, namun jenis programnya keliru. Hukum Waktu yang Tepat kembali berbicara.
TINDAKAN YANG TEPAT DI SAAT YANG TEPAT MENDATANGKAN SUKSES
Jika para pemimpin melakukan tindakan yang tepat di saat yang tepat, sukses adalah hampir tak terhindarkan. Sumber daya manusia, prinsip-prinsip, serta proses-proses, bersatu membuat dampak yang luar biasa. Dan hasil-hasilnya menyentuh bukan saja sang pemimpin melainkan juga para pengikutnya serta seluruh organisasinya.
Jika pemimpin yang tepat bertindak di saat yang tepat, hal-hal yang luar biasa akan terjadi. Renungkanlah kehidupan Winston Churchill. Baru setelah berusia enam puluhanlah ia menjadi perdana menteri Inggris. Sebagai serdadu, penulis, dan negarawan, ia telah menghabiskan hidupnya memimpin orang lain, namun hanya selama Perang Dunia II lah saatnya tepat baginya untuk muncul sebagai pemimpin besar. Dan setelah perang usai, orang-orang yang telah berkerumun di sekelilingnya pun melepaskannya.
Pada pidato ulang tahunnya yang kedelapan puluh kepada Parlemen pada tanggal 30 November 1954, Churchill mengenang perannya dalam kepemimpinan Inggris Raya: "Saya tidak pernah menerima apa yang baik-baik telah dikatakan banyak orang - bahwa saya telah memberikan inspirasi kepada sebuah bangsa. Kemauan mereka keras dan tekad mereka bulat, dan terbukti tak terkalahkan. Saya hanya menyalurkannya saja. Bangsa ini serta seluruh umat manusia di seluruh dunialah yang memiliki hati singa. Saya hanya beruntung mendapatkan kesempatan untuk mengaum".
Kontribusi Churchill sesungguhnya tak ada hubungannya dengan keberuntungan, melainkan banyak hubungannya dengan waktu yang tepat. Ia paham dampak penentuan waktu yang tepat dalam bertindak dalam kehidupan seseorang. Pada kesempatan lainnya ia menggambarkannya begini: "Dalam kehidupan semua orang, akan datang saat yang istimewa, ketika yang bersangkutan dilahirkan. Kesempatan istimewa itu, jika ia memanfaatkannya, akan memnuhi misinya - misi yang hanya dapat dipenuhi olehnya seorang. Disaat itulah, ia ditemukan kebesaran. Itulah saatnya yang terbaik."
UJIAN PERANG MEMPERLIHATKAN HUKUM WAKTU YANG TEPAT
Pengalaman Churchill memperlihatkan bahwa Hukum Waktu yang Tepat menjadi sangat jelas selama perang. Anda dapat melihat hukum ini bekerja pada Perang Teluk tahun 1991 dengan Irak. Pada tahapan awal dari Operasi Perisai Gurun, keprihatinan terbesar adalah menyediakan cukup banyak pasukan dan peralatan untuk membela Arab Saudi dengan efektif. Seandainya Irak menyerang sebelum para pembela ini tiba, satu lagi negara akan jatuh ke dalam tangan Sadam Husein.
Lalu sasarannya adalah mengerahkan cukup banyak pasukan untuk meraih kemenangan terhadap pasukan Irak. Pasukan koalisi menggunakan waktu yang ada dan mengadakan serangan udara yang sukses sebelum meluncurkan operasi Badai Gurun untuk mengusir Irak ke luar dari Kuwait. Dan bukti dari waktu yang tepat dapat dilihat dari hasil-hasilnya: sementara Irak menderita korban puluhan ribu dan lebih dari enam puluh ribu serdadunya tertangkap, Amerika Serikat serta pasukan dari 150 pasukan dan hanya empat puluh satu serdadunya tertawan oleh pasukan Irak.
Salah satu alasan mengapa perang memperlihatkan Hukum Waktu yang Tepat dengan begitu jelas adalah karena ganjarannya begiut dramatis serta seketika. Jika Anda mengenang peperangan besar yang manapun, akan Anda lihat pentingnya penentuan waktu yang tepat. Petempuran di Gettysburg ketika Perang Sipil adalah contoh utama.
Awal pertempuran bermula ketika Jendral Konferensi, Robert E. Lee, membawa Pasukan Virginia Utara ke Pennsylvania di akhir bulan Juni tahun 1863. Itu adalah tahun yang ketiga dalam perang, dan kedua bangsa sudah mulai lelah. (1) menarik pasukan Sekutu ke luar dari Virginia, (2) memberikan persediaan kepada pasukannya dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada di Pennsylvania, dan (3) membawa pertempurannya ke pusat wilayah musuh, dengan harapan dapat mengakhiri perang tersebut.
Strategi sang jendral adalah bergerak di Harrisburg, Pennsylvania, dalam lupaya untuk membuat pasukan Sekutu - yang menurut informasi terakhir ada di Virginia - kalang kabut. Beberapa hari sebelum pertempuran itu, Lee mengatakan kepada Jendral Trimble,
Pasukan kita sedang tinggi semangatnya, tidak terlalu lelah, dan dapat dikonsetrasikan ke arah manapun dalam waktu dua puluh empat jam atau kurang. Saya belum dengar apakah musuh telah melintasi Potomac, dan sedang menunggu kabar dari Jendral Stuart. Jika mereka dengar dimana kita berada, mereka akan datang …. Dalam keadaan kelaparan dan lelah, sangat melorot moralnya, ketika sampai di Pennsylvania. Saya akan mendahului mereka dengan pasukan yang kuat, menyergap mereka sebelum mereka dapat berkonsentrasi, menciptakan kepanikan yang akan menghancurkan mereka.
Lee berusaha menggunakan kesempatan untuk meraih kemenangan. Ia baru tahu pada tanggal 1 Juli pagi bahwa pasukan Sekutu telah bergerak ke utara. Ketika itu, pasukan Sekutu telah bertempur dengan pasukan Kofederasi di Chambersburg Road, sebelah barat dari Gettysburg. Perkembangan tersebut merusak strategi Lee dan menghancurkan waktunya.
Naluri pertama Lee adalah bertahan dan menunggu kekuatan penuh pasukannya sebelum bertempur. Namun, karena selalu sadar akan Hukum Waktu yang tepat, ia sadar kapan pasukannya mendapatkan keuntungan tiba-tiba. Sementara Lee menyaksikan dari menara di dekat sana, ia melihat pasukan Federal ditarik mundur. Pasukan konfederasi mendapatkan kesempatan untuk menduduki dataran tinggi Cemetery Hill, dilawan hanya oleh beberapa cadangan infantri serta artileri Sekutu. Jika mereka dapat meraih serta mengendalikan posisi itu, pikir Lee, mereka akan mengendalikan seluruh daerah tersebut. Itu akan menjadi kunci kemenangan bagi Konfederasi dan mungkin akan mengakhiri perang.
WAKTUNYA LEWAT, KESEMPATANNYA LENYAP
Namun pasukan dari Selatan tidak berhasil menduduki bukit tersebut. Walaupun hari masih pagi dan waktunya tepat untuk melancarkan serangan, Jendral Konfederasi, R.S. Ewell, yang berada dalam posisi untuk menduduki bukit tersebut, hanya menonton saja ketimbang menyerang musuh. Dan kesempatannya lenyap. Keesokan paginya, pasukan Sekutu telah memperkuat posisi mereka, dan kesempatan pasukan dari Selatan pun lenyap. Pasukan dari Utara dan Selatan itu bertempur lagi selama dua hari, namun akhirnya, pasukan Lee menderita kekalahan, setelah kehilangan 33.000 dari 76.300 orangnya, entah terluka parah atau tewas. Satu-satunya pilihan mereka adalah mundur dan kembali ke Virginia.
SATU LAGI KESEMPATAN YANG LENYAP
Setelah kekalahan tersebut, Lee memperkirakan pasukan Sekutu di bawah kepemimpinan Jendral Meade akan langsung balas menyerang dan benar-benar menghancurkan pasukannya. Itu juga diperkirakan oleh Abraham Lincoln setelah mendengar kabar tentang kemenangan Sekutu. Segera ingin memanfaatkan Hukum Waktu yang Tepat, Lincoln mengirimkan pesan kepada Meade lewat Jendral Halleck pada tanggal 7 Juli 1863 langsung dari Washington D.C. dalam surat tersebut, Halleck mengatakan,
Dengan hormat saya sampaikan pesan dari Presiden berikut ini,
"Kami mendapatkan informasi bahwa Vicksburg menyerah kepada Jendral Grant pada tanggal 4 Juli. Nah, jika Jendral Meade dapat menuntaskan pekerjaannya itu yang sejauh ini telah dijalankan dengan penuh kemenanngan dengan menghancurkan pasukan Lee, pemberontakan akan tekahir."
Lincoln sadar bahwa waktunya tepat untuk mengambil tindakan yang dapat mengakhiri peperangan. Namun sama seperti halnya pasukan Selatan tidak memanfaatkan saat-saat yang menentukan untuk meraih kemenangan ketika ada, pasukan dari Utara pun tidak. Meade tidak buru-buru menyusul kemenangannya di Gettysburg, dan tidak cukup agresif menyerang Lee. Ketika ia mengumumkan sasarannya, dengan mengatakan bahwa ia akan "mengusir setiap penyerbu yang ada di tanah ini", jawaban Lincoln adalah, "Ya Allah, hanya itu saja?" Lincoln tahu bahwa kesempatan Sekutu lenyap.
Hukum Waktu yang Tepat telah dilanggar. Pada tanggal 14 Juli, sisa-sisa Pasukan Virginia Utara melintasi Potomac, lolos dari kehancuran. Lincoln sangat kecewa karena Sekutu telah melewatkan kesempatan untuk mengakhiri peperangan. Belakangan ia mengatakan bahwa upaya Meade telah mengingatkannya akan "Seorang wanita tua yang berusaha mengusir bebek liar dari seberang sungai".
Akhirnya, kedua pasukan yang berperang itu melewatkan kesempatan untuk terbaik untuk mencapai kemenangan, dan peperangan tersebut berlanjut selama hampir dua tahun lagi, dan ratusan ribu pasukan lagi tewas. Para pemimpin dari kedua belah pihak mengetahui apa yang harus mereka perbuat untuk meraih kemenangan, namun mereka gagal menindaklanjutinya di saat-saat yang menentukan.
Membaca situasi dan mengetahui apa yang harus diperbuat tidaklah cukup untuk membuat Anda sukses dalam kepemimpinan. Hanya tindakan tepat disaat yang tepatlah yang akan membawa sukses. Yang lain malah akan harus dibayar mahal. Itulah Hukum Waktu yang Tepat.