Sebagai seorang pemimpin kristiani, kita sangat memerlukan hikmat dalam menyelesaikan setiap masalah. Bagaimana mendapatkannya? Alkitab menunjukkan beberapa langkahnya.
Melalui doa
Usahakanlah meminta hikmat Tuhan melalui doa dan firman Tuhan. Yakobus 1:5 berkata, "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit --, maka hal itu akan diberikan kepadanya."
Tuhan ingin agar setiap kita memperoleh hikmat dalam hidup kita. Syarat agar memperoleh hikmat adalah kita tinggal di dalam-Nya dan Tuhan di dalam kita. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya" (Yohanes 15:17). Tuhan telah berjanji bahwa kita akan memperoleh segala sesuatu yang kita minta, termasuk bila kita meminta hikmat. Ia akan memberikan hikmat bila kita berdoa dengan sungguh-sungguh. Percayalah bahwa Bapa di surga akan mengabulkan doa kita itu.
Melalui Firman Tuhan
Makin dalam kita menggali firman Tuhan, makin banyak pula hikmat yang diberikan kepada kita. Alkitab penuh dengan janji-janji bahwa Tuhan akan memberikan hikmat. Dalam menghadapi setiap pergumulan, yakinlah bahwa dengan menggali firman Tuhan, suatu saat Ia akan menyatakan sesuatu pada kita sebagai tanda untuk melangkah.
Tuhan pernah menyatakan hikmat itu dalam pergumulan saya. Waktu itu Tuhan memberikan kesempatan pada saya untuk melayani di Banglades. Namun, semua urusan, situasi, maupun visa tidak memungkinkan saya untuk berangkat. Selama tiga hari, saya bergumul dalam doa dan terus menggali firman Tuhan. Tepat pada malam terakhir, Tuhan berbicara pada saya melalui Yesaya 49:1-6. Roh Kudus menerjemahkan firman itu dalam hati saya, "Harus menjadi terang bagi bangsa-bangsa, keselamatan harus sampai ke ujung bumi, salah satunya ialah Banglades." Esok harinya, saya berangkat ke Banglades dan mujizat terjadi. Saya bisa melayani di sana selama satu minggu tanpa visa. Dari pengalaman ini, saya mengerti bahwa masalah yang paling berat maupun yang paling sederhana sekalipun bisa diselesaikan melalui hikmat firman Tuhan.
Menyelidiki masalah yang terjadi
Penyelesaian suatu masalah tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan penyelidikan terhadap masalah tersebut. Jika kita menyelidiki dan mengenali masalah itu, kita tidak akan bisa memutuskan bagaimana jalan keluar yang tepat. Sama seperti seorang dokter yang mendiagnosa suatu penyakit, ia tidak akan bisa mengobatinya bila tidak mengetahui penyebab penyakit itu. Oleh karena itu, jangan membuat kesimpulan tanpa menyelidiki penyebab terjadinya suatu masalah.
Menemukan bantuan yang tepat
Anda bisa meminta komentar dan masukan dari orang lain sehubungan dengan masalah yang dihadapi. Dari sekian banyak komentar, Anda harus bisa menyaring dan menemukan komentar yang paling akurat untuk menentukan langkah penyelesaian yang akan Anda ambil. Misalnya, Anda akan memecat seorang bawahan. Sebelum pemecatan itu terjadi, teliti dulu latar belakang, alasan, dan akibat pemecatan itu. Jangan segan untuk meminta pendapat rekan-rekan lain. Segala pertimbangan harus dipikirkan secara objektif. Sebelum mengambil keputusan terakhir, ada baiknya Anda mengevaluasi keputusan itu berdasarkan fakta yang ada. Mengevaluasi secara objektif itu memang sulit, itulah sebabnya evaluasi harus dilakukan oleh beberapa orang.
Lalu bagaimana dengan faktor perasaan dalam menyelesaikan suatu masalah?
Biasanya, membedakan faktor inilah yang paling sulit. Memutuskan perkara yang berhubungan dengan benda atau tempat jauh lebih mudah dibandingkan dengan hal-hal yang menyangkut manusia. Dalam lembaga yang berada di garis komando, hal perhitungan perasaan tidak menentukan. Tetapi dalam pekerjaan rohani, perasaan ini sering kali lebih menonjol, meskipun sebenarnya hal itu tidak dibenarkan. Pekerjaan Tuhan ditentukan oleh hasil yang maksimal berdasarkan perhitungan yang objektif dan karya Roh Kudus. Misalnya, dalam pengadaan "mutasi" dalam satu lembaga gerejawi. Seni dalam mutasi itu terletak pada kepentingan lembaga dan kepentingan bersama.
Sering kali yang bersangkutan lebih subjektif dalam memikirkan mutasi tersebut. Sedangkan pemimpin sendiri melihat keseluruhan dengan lebih objektif. Masalah seperti ini perlu pendekatan pribadi guna menjelaskan kepada yang bersangkutan mengenai pentingnya mutasi itu bagi seluruh lembaga dan peranan yang akan dimainkan oleh yang bersangkutan dalam mutasi pelaksanaan tugas. Motivasi di balik mutasi itu perlu jelas bagi anggota yang dipimpin. Faktor-faktor apa yang perlu diperhitungkan, misalnya, peningkatan pendidikan, dll.
Dalam pengalaman saya, hal ini sulit sekali. Tapi cara yang baik adalah kita menanyakan yang bersangkutan terlebih dahulu, apakah ia bersedia. Kalau misalnya ia mau, pikirkan juga mengenai pendidikan anak-anaknya, hubungan pemindahan itu dengan pelayanan yang sedang berlangsung, dsb. Dalam memperhitungkan hal itu, pemimpin sendiri tidak cukup. Perasaan orang yang bersangkutan harus dijajaki. Selidikilah mulai dari orang-orang terdekat dengan dia. Ini semua memperkaya pertimbangan kita kepada penyelesaian masalah yang sempurna.
Jadi, untuk langkah-langkah penyelesaian ini, hikmat Tuhan sangat berperan.
Sumber diringkas seperlunya dari:
Penulis | : | DR. P. Octavianus | Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1986 |