Masalah mengenai bagaimana berhubungan dengan orang non-Kristen merupakan hal yang penting baik di negara Kristen maupun di negara non-Kristen. Orang Kristen di mana pun menjumpai orang non-Kristen yang memeluk suatu agama, seperti Islam, perdukunan, ataupun mormonisme. Atau, mungkin kita menjumpai orang-orang sekuler yang tidak memiliki kesetiaan pada agama apa pun. Hubungan kita dengan orang non-Kristen menunjukkan pada kita bahwa ada banyak hal yang mengagumkan dalam kehidupan mereka. Banyak dari mereka yakin dengan agama mereka dan menjalankannya.
Bagaimana seharusnya kita menghormati kualitas yang mengagumkan dan kepercayaan yang rohaniah dari orang non-Kristen? Dapatkah mereka menemukan keselamatan melalui agamanya sendiri? Tipe hubungan seperti apakah yang harus kita jalin dengan orang-orang non-Kristen yang kita temui? Haruskah kita mencoba menjadikan mereka orang Kristen? Bagaimana kita bersaksi pada mereka? Sebenarnya, pertanyaan semacam ini berbeda dengan pertanyaan yang mungkin ditanyakan pada seseorang yang memiliki latar belakang Kristen. Fokus dari buku ini adalah kepada orang non-Kristen.
Buku ini dibagi dalam dua bagian. Pertama, berdasar pada penuturan Lukas tentang pelayanan Paulus di Atena (
Bagian kedua dari buku ini berhubungan dengan pokok permasalahan yang secara tidak langsung muncul dari suatu penjelasan yang ada di perikop Kisah Para Rasul meskipun kebanyakan dari pokok permasalahan ini juga berhubungan dengan beberapa cara pada prinsip-prinsip yang dibentuk dari perikop ini.
Saya tahu bahwa ada banyak gereja yang tidak sependapat dengan apa yang saya tulis di sini. Maka banyak perhatian diberikan untuk mempertahankan pada apa yang saya yakini sebagai kedudukan Alkitabiah pada sikap dan kesaksian pada orang-orang non-Kristen dipandang dari sudut keberatan yang muncul melawannya. Meskipun saya telah membaca dengan seksama tulisan-tulisan dari orang-orang yang berbeda kedudukannya dengan saya, saya tidak mengutip begitu saja dari mereka, sebab saya telah menulis buku yang bersifat non teknis bagi para pembaca awam. Buku literatur yang saya pelajari tidak akan dapat diterima secara umum atau pada pembaca tingkat biasa. Tetapi, meskipun demikian para pembaca akan menghadapi argumen yang diberikan dalam literatur ini melalui kontak lain dalam masyarakat dan gereja. Sehingga saya mengambil pendapat- pendapat itu tetapi tidak mengutip secara langsung dari tulisan aslinya. Kutipan saya secara umum terbatas mereka yang ide-idenya saya gunakan dan sebagai balas budi saya kepada mereka.
Satu kata mengenai bagaimana buku ini dapat ditulis mungkin akan sangat membantu. Ide menulis suatu buku dengan topik kekristenan dan iman lain muncul dalam diri saya kira-kira sekitar sebelas tahun yang lalu. Kemudian saya tahu bahwa saya tidak siap untuk menggelar proyek semacam ini. Tetapi, sejak saat itu saya mulai mengumpulkan bahan-bahan pendukung buku ini. Setelah beberapa tahun berlalu, saya berceramah di berbagai seminar dan konferensi mengenai penginjilan dan secara teratur menjumpai pertanyaan- pertanyaan yang datang kepada saya mengenai topik buku ini. Hal ini membantu menguatkan hati saya untuk mengerjakan buku ini.
Sesuatu terlintas dalam benak saya tiga tahun yang lalu ketika saya melihat film GANDHI. Saya benar-benar tergerak oleh kepahlawanan hidupnya sebagai salah satu pemimpin besar di Asia. Film ini juga menjadi suatu tantangan yang kuat pada kepercayaan saya akan keunikan kekristenan. Di film ini saya melihat orang-orang non- Kristen menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam Alkitab dengan cara yang lebih efektif daripada yang dilakukan oleh orang-orang Kristen itu sendiri. Pada kenyataannya, kekristenan dalam film ini merupakan penindas dan saya bersimpati pada orang-orang yang ditindas, yang kebanyakan dari mereka adalah orang-orang non- Kristen. Sekembalinya dari nonton film saya duduk di kursi selama berjam-jam sampai hampir pagi, sebagai reaksi saya terhadap film tersebut, saya mengadakan sebuah ceramah dengan judul "Penginjilan di Bawah Senjata". Ceramah ini berkembang luas secara bertahap selama tiga tahun berikutnya sampai kemudian menjadi buku ini.
Saya pertama kali menggunakan bahan-bahan dalam buku ini untuk mengajar kelompok Youth for Christ (YFC) yang berbeda di Sri Langka. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya sebab diskusi yang hidup mengikuti setiap session yang ada. Pembaca akan merasakan bahwa buku ini ditulis dengan latar belakang interaksi dengan orang yang berbeda agama, yang merupakan bagian penting dalam hidup saya sendiri dan juga pelayanan kami di YFC. Saya juga telah berbagi porsi dari bahan-bahan dalam buku ini dengan pemimpin dari 'Salvation Army', Persekutuan Mahasiswa Universitas Kristen, Persekutuan Rumah Sakit Kristen di Sri Langka, dan staf YFC di Afrika selatan dan Singapura.
Saya berharap bahwa buku ini akan memiliki akibat yang berlipat tiga bagi pembacanya. Pertama, saya berharap ini akan membantu mereka berpikir secara Alkitabiah mengenai orang-orang non-Kristen dan kepercayaan mereka. Kedua, saya berharap ini akan menambah sukacita dan apresiasi mereka mengenai Kuasa Kristus dan Injil-Nya. Ketiga, saya berharap ini akan memotivasi mereka untuk bersaksi kepada orang-orang non-Kristen, dan melakukannya secara efektif.
Saya berhutang budi pada banyak orang yang membantu saya dalam mengerjakan buku ini. Saya dengan jelas merasakan adanya pengaruh yang besar dari lima guru saya selama saya belajar dan menulis buku ini. Ibu saya memperkenalkan saya kepada Yesus Kristus, dan dialah yang pertama kali mengajarkan kepada saya kuasa Kristus. Ibu saya telah menjadi penganut agama Budha selama empat belas tahun dalam hidupnya, baginya kuasa Kristus menjadi suatu kenyataan yang benar- benar berharga.
Dr. J.T. Seamands, Profesor Misi dari Seminari Teologi Asbury, memperkenalkan saya pada subjek materi yang dibahas dalam buku ini. Setelah menghabiskan waktunya di India, di mana dia membenamkan dirinya sendiri pada budaya Asia, pada seorang penginjil dan penulis lagu pujian dari India yang hebat. Meskipun dia adalah orang Amerika, dia telah melakukan lebih dari yang dilakukan orang lain untuk membantu saya menemukan kejayaan dari budaya Asia saya. Bukunya yang berjudul "Tell It Well: Communicating the Gospel Across Cultures" merupakan pemeliharaan klasik non teknis pada banyak pokok permasalahan yang berhubungan dengan misi gereja.
Guru Asbury yang lain, Dr. Robert E. Coleman (sekarang di Trinity Evangelical Divinity School) merupakan satu contoh yang memiliki komitmen pada teologi dan penginjilan. Dr. Daniel P. Fuler, Proffesor Hermeneutika di Seminari Fuler menunjukkan pada saya pentingnya penerapan Alkitab yang mengendalikan seseorang dalam menghadapi pertanyaan sulit secara acak. Pemimpin YFC Dr. Victor Manogarom dari India merupakan seorang yang mendemonstrasikan hidup dari semangat dan dari panggilan pelayanan. Saya mendiskusikan banyak topik dalam buku ini dengan dia dan mendapat keuntungan banyak dari kebijaksanaan yang dia miliki.
Nona Sandra Leitch mengetik hampir semua naskah dalam buku ini sebagai kontribusi sukarela pada Allah. Istri saya bersama dengan Nyonya Faith Burman, Nyonya Jayanthi Dsiva Pragasam, Nona Edna Rodrigo, dan Radhika Sivapragasam, Tuan Victor Arachi, dan terkhusus sekretaris saya Nona Helen Selilah, yang membantu dalam banyak cara. Teman-teman dan sahabat di Sri lanka dan di luar negeri membantu saya mengambil istirahat pendek dari jadwal kesibukan saya untuk 'menyembunyikan' saya di rumah mereka dan menulis. Banyak teman dan sahabat berdoa untuk proyek ini sampai penyelesaiannya.
Hutang budi saya terbesar dan rasa terima kasih terbesar saya adalah untuk istri saya, Nelun. Dia percaya dalam buku ini dan dia membayar harga dengan membebaskan saya untuk menulis buku ini selama satu periode yang penuh tekanan dalam keluarga saya, menghadapi sakit penyakit dari anak-anak kami. Sungguh merupakan kegirangan besar dapat mengabdikan dengan kasih buku ini padanya.