Mulai sekarang jelaslah bahwa kita memandang penginjilan dengan pertobatan sebagai tujuannya. Kita ingin melihat orang meninggalkan kepercayaannya yang lama, entah itu kepercayaan sekuler ataupun rohani, lalu mengikut Kristus sebagai satu-satunya Tuhan mereka. Namun, masuknya mereka ke agama yang lain bukanlah suatu gagasan yang umum pada saat ini, baik bagi orang Kristen maupun non-Kristen. Salah satu tokoh Sri Lanka yang paling dihormati, Dr. G.P. Malalasekera, seorang pemeluk agama Budha, mengatakan, "Beralih memeluk agama lain ... merupakan kata-kata yang buruk. Bagi kami di negeri ini, perpindahan agama memuat semua kebiasaan buruk dari kelompok yang tidak diinginkan, pemaksaan, penyuapan dan korupsi, denasionalisasi, ekploitasi kemiskinan dan kebodohan serta kerakusan, penyakit dan ketidakmampuan." {1}
GAMBARAN PROSELITISME
Apa yang digambarkan Dr. Malalasekera bukanlah suatu pertobatan, melainkan proselitisme. Dr. J.T. Seamands membedakan antara proselitisme dan pertobatan. "Proselitisme merupakan usaha dari pihak luar untuk menarik seseorang masuk pada kelompok tertentu. Perubahan dalam proselitisme terjadi karena pengaruh dari luar pada seseorang: perubahan terjadi secara horizontal murni -- misalnya perubahan posisi dalam tingkatan yang sama. "Conversion" atau pertobatan merupakan perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang mengenai hidup ini yang diubahkan oleh Tuhan. Ini merupakan perubahan secara vertikal -- misalnya perubahan posisi dari satu tingkat ke tingkat yang lain."
Dr. Seamands menceritakan kisah pertobatan seorang mahasiswa Muslim, yang percaya pada Yesus sebagai Juruselamat setelah mempelajari Alkitab Perjanjian Baru secara teliti. Tidak lama setelah dia dibaptis sebagai orang Kristen, beberapa temannya bertemu dia dan bertanya, "Ahmad, kami mendengar bahwa kamu telah merubah agamamu; benarkah demikian?" Secepat kilat Ahmad menjawab, "O.. tidak, kamu telah salah. Saya tidak begitu saja merubah agamaku. Agamakulah yang telah merubah aku!" "Inilah yang dinamakan pertobatan," kata Dr. Seamands, "suatu perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang mengenai hidupnya." {2}
Proselitisme sering terjadi di dalam sejarah perkembangan gereja. Dimana seseorang menjadi Kristen karena alasan tertentu dan tidak tersentuh inti utama Injil, di situlah proselitisme ada. Proselitisme terjadi bila negara Kristen memerintah negara lain. Banyak orang menjadi Kristen karena merasa berguna secara ekonomi dan sosial. Kadang-kadang tekanan politik mendesak orang non-Kristen dan mereka menjadi Kristen untuk menyelamatkan nyawanya, tetapi tidak jiwanya. Beberapa orang merasa bahwa kolonialisme membantu penginjilan. Sesungguhnya kita dapat menegaskan bahwa Tuhan berkuasa menggunakan segala keadaan untuk melakukan kebaikan. Contohnya, Tuhan menggunakan pengkhianatan saudara-saudara Yusuf untuk menyelamatkan keluarga Yakub. Tetapi hal ini menjadi salah bila menyebut kolonialisme sebagai alat yang dipakai Tuhan untuk kemajuan Injil. Kekristenan tidak memerlukan perlindungan dan dukungan dari penguasa imperialis untuk dapat bertahan dan tumbuh subur.
Kolonialisme berbeda jauh dengan semangat penginjilan. Para penginjil merupakan pelayan-pelayan. Sementara kolonialis merupakan tuan. Penginjilan memperkenalkan dirinya pada budaya yang lain. Kolonialis memaksakan budayanya di atas yang lain. Penginjilan menanggung penderitaan di kayu salib di antara mereka. Sementara itu kolonialis mengakibatkan penderitaan bagi yang lain. Penginjil mengorbankan dirinya, rasa nyamannya, kekayaannya, dan keadilannya. Kolonialis mencari hormat, kekayaan, dan kekuasaan.
Saat ini di Sri Lanka gereja-gereja mengalami dampak dari ketergantungannya pada penguasa kolonial bagi kelangsungan hidupnya. Setelah hampir 350 tahun Protestan hadir di tanah ini, dan lebih 300 tahun dari tahun-tahun tersebut Sri Lanka diperintah oleh negara "Protestan", hanya 0,7% dari jumlah penduduk yang ada yang menjadi anggota gereja Protestan. Injil telah gagal untuk bertumbuh di Sri Lanka. Dengan adanya kemerdekaan Sri Lanka dari Inggris, banyak orang yang telah dipaksa masuk Kristen kembali lagi ke agama Budha. Saat ini kami memiliki gereja yang dapat dikatakan sebagai gereja terlemah dan paling sedikit di Asia. {3}
Kita mungkin dapat membandingkan gereja yang ada di Korea dengan di Sri Lanka. Gereja di Korea tidak pernah diperintah oleh pemerintah kolonial, sebagai akibatnya mereka banyak menderita. Pada saat kita pergi membawa Alkitab ke dalam masyarakat Sri Lanka, mereka menyebut kita sebagai pengkhianat sebab mereka mengira bahwa kita telah menjadi kaki tangan penguasa asing yang memerintah Sri Langka. Patriotisme orang Kristen di Korea tidak pernah dianggap seperti di Sri Lanka. Gereja di Korea tumbuh subur dan bertambah banyak melampaui batas yang hampir sulit dipahami.
Banyak tindakan mulia, penyebab pelayanan misi, telah jatuh pada kondisi yang tidak dihormati sebab orang-orang menghubungkan tindakan mulia ini dengan imperialisme. Dalam sebuah buku, "The Revolt in the Temple", yang ditulis untuk memperingati 2.500 tahun agama Budha ada di Sri Lanka, penulisnya mengatakan, "Dalam gerakan imperialis mereka, penguasa barat telah menganggap bahwa misionaris telah menjadi sekutu terbaiknya." Dia mengutip pendapat orang Afrika yang dihormati yang mengatakan, "Pendeta Kristen datang dan berkata, 'Lihatlah ke atas' dan ketika kita melihat ke bawah kembali tanah sudah lenyap." {4} Kritik semacam ini sesungguhnya tidak adil, tetapi hal ini bisa terjadi bila kolonialisme dihubungkan dengan kekristenan.
Saya kuatir kalau-kalau beberapa petobat baru yang ke gereja di Asia termasuk dalam kategori orang-orang yang berada di bawah pemaksaan atau proselitisme dan bukan karena pertobatan. Beberapa orang bergabung di gereja karena orang Kristen sangat bermurah hati dengan uang. Sehingga mereka pindah agama dalam usaha untuk mendapatkan kekayaan. Beberapa orang malah tertarik dengan gaya hidup orang-orang Barat atau kalangan atas dari orang-orang Kristen yang berbahasa Inggris. Mereka mengira bahwa persekutuannya dengan orang Kristen akan membantu mereka naik ke tingkat sosial yang lebih tinggi. Beberapa orang melihat bahwa para pemimpin Kristen ingin mencari pekerja bagi mereka dan mengira bahwa mereka mungkin memiliki kesempatan yang lebih baik dalam mendapatkan pekerjaan jika mereka menjadi Kristen. Seorang wanita berkata pada saya bahwa dia ditawari pekerjaan dengan iming-iming perjalanan ke luar negeri bila dia mau mengikuti gereja tertentu.
Saya dulu pernah berbicara dengan pengajar terkenal Budha dari Sri Lanka yang bekerja di suatu negara Muslim selama beberapa tahun karena tugas dari PBB. Dia mengatakan pada saya bagaimana seorang teman Muslimnya mengeluh tentang cara orang Muslim yang miskin di negara ini menjadi orang Kristen, yang tertarik oleh bantuan yang diberikan oleh orang Kristen. Kemudian orang Budha ini berkata pada teman muslimnya: "Jangan menjadi putus asa karena hal ini. Orang ini menjadi Kristen hanya supaya mereka mendapatkan kebutuhan pokoknya akan makanan, rumah dan pakaian. Kebutuhan inilah yang tidak diberikan oleh orang Muslim. Tetapi, meskipun mereka di cap sebagai orang Kristen, dalam hatinya mereka tetap muslim. Meskipun mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai orang Kristen, mereka akan mati sebagai orang Muslim."
Ini merupakan contoh bagaimana orang di luar gereja memandang suatu pertobatan atau perpindahan agama. Tentu saja, ada beberapa orang yang telah bergabung dengan gereja dengan cara seperti ini. Tetapi cara seperti ini disebut proselitisme dan bukan pertobatan.
Meskipun beberapa di antara mereka mengalami "kelahiran baru" di Barat, kemungkinan mereka tidak mengalami pertobatan yang sesungguhnya. Alasan mereka menjadi "Kristen" tidak ada hubungannya dengan berita Injil. Mereka datang pada Kristus tidak untuk mendapatkan pengampunan dosanya, dan tidak menjadikan Kristus sebagai Tuhan dalam hidupnya. Mereka datang untuk mendapatkan "puncak" kerohanian, suatu pengalaman yang dapat membantu menetralkan kebosanan dan kekosongan yang mereka alami. Pengalaman subjektif merupakan cara penting yang Tuhan gunakan untuk mendapatkan perhatian dari orang yang tidak beragama. Tetapi bila "puncak" kerohanian ini berhenti dan penyesalan menghilang serta ketuhanan Kristus tidak dirasakan, ini dianggap hanya sebagai suatu pengalaman. Hal seperti ini bukanlah pertobatan. Permasalahan manusia yang paling mendasar, keegoisan, tidak diserang. Sebab apa yang dinamakan pertobatan dimulai saat orang tersebut berpartisipasi dalam kegiatan gereja, keegoisan yang dimilikinya sekarang ditunjukkan dalam bentuk yang rohani. Tetapi keegoisan tetap keegoisan. "Puncak" kerohanian gagal menyentuh inti terdalam dalam kehidupan pribadi seseorang, sehingga secara murni dia bukanlah orang yang bertobat.
PENDERITAAN DAN PENGINJILAN
Betapa bersyukurnya kita yang berada di Sri Lanka mengetahui bahwa gereja mula-mula dimulai oleh orang-orang tertindas yang diperintah oleh imperialisme Roma. Gereja mula-mula tidak memiliki kekuatan politik, sosial, atau ekonomi. Orang-orang mengikut Kristus bukan karena ingin mendapatkan kedudukan semacam ini. Kenyataannya, penganiayaan dan penindasan selalu berkaitan erat dengan pertumbuhan gereja. Dr. Robert Coleman telah mengatakan bahwa meskipun kesaksian sejarah, penganiayaan, yang menjadi faktor utama pertumbuhan gereja, telah diabaikan secara nyata dalam literatur pertumbuhan gereja modern. Dia menyebut penganiayaan merupakan faktor tersembunyi bagi pertumbuhan gereja yang bagi pemikiran modern sulit untuk memahaminya.
Dalam kunjungan saya ke Barat, saya seringkali tergoda untuk merasa iri ketika saya melihat fasilitas dan sumber bahan-bahan yang dimiliki oleh gereja yang ada di sana. Tetapi, akhirnya saya teringat pada panggilan gereja di Asia untuk mengalami penganiayaan. Kita tidak boleh mengorbankan hak-hak istimewa yang kita miliki ini. Paulus berkata, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya (
Gereja di China memberikan kita suatu contoh yang baik mengenai prinsip penderitaan. Beberapa gelombang terbesar dalam pertumbuhan gereja berkaitan erat dengan ketidakberdayaan gereja dibanding kekuatannya, di mana penderitaannya lebih berhubungan dengan kemakmuran secara duniawi. Salah satu gelombang pertumbuhan yang datang mengikuti pemberontakan "The Boxer" terjadi sekitar tahun 1900. Para misionaris Kristen pada masa itu telah mendapatkan perlindungan dari penguasa barat yang telah mengeksploitasi orang China. Sehingga orang China menghubungkan kekristenan dengan penguasa barat. Dan ketika mereka memberontak, mereka melakukan pembunuhan masal terhadap orang-orang Kristen. Kira-kira sekitar 30.000 orang Kristen dibunuh. Tetapi dengan kekuatan barat pemberontakan ditumpas. Orang China dipaksa orang Barat agar setuju membayar kompensasi yang tinggi atas kerugian yang terjadi. Lembaga Misi Hudson Taylor, "China Island Mission", dan beberapa orang Kristen menolak kompensasi ini dalam hubungannya dengan semangat Kristus. Dr. Arthur menjelaskan apa yang terjadi:
"Mereka tidak pernah mengajukan tuntutan dan tidak menerima kompensasi ketika kompensasi ditawarkan. Orang China menjadi kagum. Di Propinsi Shansi, pengumuman pemerintah dipasang di mana-mana untuk memuji Yesus dan ajaran-Nya tentang kesabaran dan pengampunan. Pengesahan pejabat tinggi ini untuk mengurangi anti asing dari orang-orang dan mendukung pertumbuhan yang tidak sedikit bagi gereja-gereja di China pada tahun-tahun berikutnya." {5}
Dalam tahun-tahun belakangan ini gereja di China mengalami satu gerakan yang tak terlupakan bagi pertumbuhan gereja dalam sejarah kekristenan. Sekitar 35 tahun yang lalu, Mao Tse Tung mengambil alih pemerintahan, membuang semua misionaris, dan memaksa gereja untuk menjadi sebuah gerakan bawah tanah. Orang Kristen di seluruh dunia berdoa dengan sedih hati bagi saudara dan saudari mereka yang ada di China. Sejak kabar berita mengenai gereja di China tidak terdengar lagi, tak seorang pun tahu apakah yang terjadi di bawah situsi yang sulit tersebut.
Kemudian pemerintah mulai membebaskan kebijaksanaannya. Orang Kristen dapat pergi ke sana dan melihat apa yang terjadi. Apa yang mereka lihat mengejutkan mereka. Dalam waktu kurang lebih 35 tahun, jumlah orang Kristen bertumbuh dari sebelumnya tidak lebih dari 5 juta menjadi 50 juta (beberapa orang berpendapat sekitar 100 juta). Kebanyakan dari orang-orang Kristen ini bertemu tidak di gereja yang nyaman tapi di 50 ribu gereja kecil atau juga gereja rumah di seluruh daerah di negara itu. {6}
Kesimpulannya adalah bahwa penguasa duniawi entah itu politik, sosial atau ekonomi bukan masalah bagi penginjilan untuk bertumbuh subur. Ketika penguasa duniawi dan penginjilan bergabung, maka terjadi proselitisme. Sejarah telah menunjukkan pada kita bahwa tikaman terbesar dari penginjilan dengan pertobatan yang sejati terjadi ketika gereja terpisah dari penguasa dunia.
Saya percaya bukti di atas membawa pesan bagi orang yang tergoda untuk meninggalkan situasi yang sulit karena "pintu telah tertutup" bagi pemberitaan penginjilan. Pintu mungkin tertutup sebagai alat penginjilan tradisional, tetapi pemerintah tidak dapat menghentikan kesaksian yang menarik hati, yang penuh semangat dan penuh dengan Roh Kudus, yang membagikan kabar kesukaan kepada sahabatnya, dan yang berani mati bagi Injil ini. Gereja mula-mula, gereja di China, Korea, Uganda, dan negara-negara lain merasakan hal ini.
BUKTI PERTOBATAN
Bagaimana kita tahu bahwa seseorang benar-benar telah bertobat? Dalam pelayanan kami di YFC (Youth For Christ) beberapa tahun yang lalu, kami telah banyak bekerja dengan orang-orang yang tak terjangkau. Kami melihat banyak dari mereka menyatakan komitmen mereka pada Kristus. Beberapa orang telah membuktikan bahwa mereka benar-benar percaya pada Kristus sementara yang lain terlihat setelah beberapa waktu untuk membuat komitmennya sebagai alasan yang tidak penting bagi Injil.
Lima tanda telah muncul dari pengalaman-pengalaman ini bahwa kita menemukan bukti dari pertobatan yang benar. Ini semua bukan petunjuk mutlak pada pertobatan yang benar, tidak juga sebagai satu- satunya bukti dari pertobatan. Namun mereka telah membantu kita dalam membedakan pertobatan dari proselitisme. Kita mungkin menggambarkan hal ini seperti kata-kata Yohanes Pembabtis dalam Matius 3:8, "Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan"; atau kata-kata Paulus dalam
Pertama, kita harus mencari tahu apakah orang tersebut telah memahami bahwa keselamatan merupakan anugerah Allah. Beberapa orang menerima agama Kristen, tertarik pada kehidupan Kristus atau karena kehidupan yang dipraktekkan oleh orang Kristen, atau karena harapan adanya kepenuhan kebutuhan ekonomi, atau keinginan lainnya yang akan mereka peroleh. Mereka mengubah agamanya, tetapi tidak terjadi perubahan di dalam dirinya yang diubahkan oleh Roh Kudus. Sementara itu praktek dan ritual agama mereka yang dahulu, mereka bawa dalam praktek keagamaan dan kerohanian Kekristenan mereka.
Beberapa orang dengan sungguh-sungguh mencoba mengikuti agama barunya, dengan kekuatannya sendiri. Tetapi sesaat setelah itu mereka menghadapi pencobaan, keraguan dan penderitaan. Mereka tidak memiliki sumber kekuatan untuk mengatasi badai ini. Kekristenan yang mereka miliki sepenuhnya merupakan tindakan yang berasal dari kemampuan sendiri. Ketika mereka tidak memiliki kekuatan sendiri untuk menghadapi pencobaan, beberapa dari mereka menyimpulkan bahwa kekristenan tidak bekerja, dan mereka meninggalkannya, sedang yang lainnya tetap berusaha bertahan hidup dengan tetap dalam komunitas Kristen. Perhatian mereka selalu pada keputusan dan usaha yang dibuatnya. Ketika hal tersebut gagal, mereka juga meninggalkan Kekristenan atau tetap tinggal untuk hidup dengan kekalahan.
Tetapi orang tersebut tidak pernah menerima kekristenan. Menerima kekristenan berarti menerima Kristus. Hal ini seperti membawa kehidupan seseorang pada Kristus dan meminta Kristus untuk menyelamatkan dan mengendalikan hidupnya. Ketika hal ini terjadi maka ada perubahan dari dalam yang dilakukan oleh Allah dan mengalami terjadinya "hidup... dalam segala kelimpahan" (
Bukti kedua dari pertobatan adalah kerinduan atau kemauan dari orang yang bertobat itu untuk menjadikan Kristus sebagai satu-satunya Tuhan. Dia mau membuang semua berhala dalam hidupnya, baik sekuler maupun rohani (
Bukti ketiga, orang ini mau untuk taat pada Kristus, meskipun kadang harus membayar mahal. Setiap orang yang mengikut Kristus harus berani menyangkal dirinya dan memikul salibnya. Kristus berkata bahwa ini merupakan satu-satunya cara untuk mengikut Dia (
Sehingga ketika orang yang sungguh-sungguh percaya tahu bahwa dia tidak boleh mengambil jalan praktek bisnis yang tidak mengindahkan aturan, dia mau menghadapi resiko masa depannya dengan mengubah jalannya. Ketika dia melihat kenyataan bahwa orang Kristen tidak dapat membayar pekerjanya, dia mau mengurangi keuntungannya agar dapat memberikan gaji yang layak pada pekerjanya. Dia mau terlihat bodoh dalam masyarakat dengan mengasihi musuhnya. Dia mau meninggalkan tradisi ras yang diwarisinya atau perbedaan kasta.
Apakah kita menganjurkan keselamatan dengan karya yang ditentukan oleh aspek ketaatan? Tidak. Kita secara sederhana mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Kristus yang berfirman, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga!" (
Tanda keempat merupakan penjelasan tambahan dari tanda ketiga. Orang berani membayar harga untuk mendapatkan kasih. Pada saat seseorang memasuki komunitas Kristen, hal yang biasanya menarik perhatiannya adalah kehangatan yang didapatkan dari persekutuan orang Kristen. Dia merasa bersukacita dengan kasih yang dia dapatkan dari persekutuan Kristianinya dan mau memberikan dirinya sendiri masuk dalam pelayanan sebagai ganti rasa sukacita yang didapatkannya dalam kelompok ini. Ada getaran jiwa dalam memberikan pelayanan yang berharga ini. Karena begitu pentingnya, sehingga orang perlu memberikan dirinya sendiri. Kekristenan terjadi karena hal yang demikian.
Namun, setelah beberapa waktu kemudian, getaran jiwa dalam melayani berangsur-angsur menghilang. Kemudian datanglah panggilan untuk bertekun dalam melayani ditengah-tengah kelelahan, dalam ladang yang gundul dengan buah yang tidak dapat dilihat. Kita mulai meneliti kembali kelemahan dalam mengikuti Kristus dan perlunya melatih diri pada penderitaan panjang yang akan dialami. Sementara itu di dalam pelayanan juga terdapat kritikan, kesalahpahaman, dan penghinaan dari kesalahan yang terjadi. Disamping hal tersebut dalam pelayanan terdapat panggilan untuk berani mengorbankan milik kita yang berharga bagi karya Allah.
Tantangan semacam ini dapat dilihat bila hanya terdapat kasih "agape" yang ditanamkan Allah dalam diri seseorang. Rasa kasih agape ini tetap kokoh setelah getaran jiwa untuk melayani dan bersekutu menghilang. Kasih bersumber pada sesuatu yang lebih mendalam dibanding pelayanan maupun persekutuan. Kasih ini bersumber pada Kristus, yang memberi kekuatan pada kita sehingga kita dapat berkata, "Kasih Kristus memampukan kita" (
Kelima, orang ini memiliki keinginan untuk belajar Kitab Suci. Alkitab merupakan makanan bagi orang Kristen baru. Dia seperti seorang bayi yang baru lahir, yang membutuhkan air susu untuk kesehatan dan pertumbuhannya (
Saya tidak setuju dengan anggapan bahwa doa merupakan satu tanda bagi pertobatan sebab saya menemukan banyak "proselites" suka berdoa. Tetapi saya harus cepat-cepat menambahkan, bahwa seorang yang sungguh- sungguh bertobat akan menjadi seorang pendoa. Suatu hubungan telah dibangun bersama Tuhan dan doa merupakan salah satu ungkapan yang terdalam dari hubungan tersebut. Tetapi waktu doanya tidak hanya suatu permintaan bagi dirinya sendiri. Ini akan berbentuk percakapan dua arah dari dua orang yang saling mengasihi secara mendalam.
Seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, lima bukti dari pertobatan bukanlah suatu kondisi atau keadaan untuk bertobat. Seseorang tidak perlu menunjukkan semua kualitas secara sempurna sebelum kita dapat menyatakan bahwa dia selamat (sebenarnya hanya Tuhan yang dapat menentukan pernyataan semacam itu). Tetapi seseorang yang telah benar-benar diselamatkan dalam hidupnya akan berjalan dalam arah yang merefleksikan kelima tanda ini.
Sebelum kita mengakhiri diskusi ini, kita harus menentukan bahwa tak seorang pun yang datang pada Tuhan dengan motivasi yang murni. Banyak orang Kristen dinamis yang bertobat melalui YFC di Sri Langka masih agak malu-malu ketika mengingat apa yang membuat mereka datang dalam pertemuan ini. Jikalau motivasi kita benar-benar murni, kita dapat menyombongkan diri bahwa kita layak menerima keselamatan dari Tuhan. Tapi kita tahu bahwa tak seorang pun yang layak mendapatkan keselamatan. Kenyataannya, ketika kita mengalami kegagalan kita tidak mampu memiliki motivasi murni secara total. Tetapi Tuhan membawa kita pada motivasi-motivasi yang kita miliki dan menggunakan sedikit iman yang terdapat dalam motivasi itu untuk menyalurkan anugerah hidup yang kekal. Tuhan Allah menggunakan benih kecil sebagai pijakan kaki untuk masuk dalam hidup kita dan mulai bekerja untuk merubah kita menjadi manusia yang baru. Dia membantu kita menguasai motivasi-motivasi yang ada dan membuat hidup kita berbuah seperti bentuk pertobatan yang kita jelaskan di atas.
Membahas masalah pertobatan merupakan hal yang tepat untuk mengakhiri buku mengenai sikap orang Kriten terhadap orang yang berbeda imannya. Buku semacam ini mungkin merupakan buku yang berisi semacam diskusi teoritis. Seperti yang seringkali ditegaskan oleh Stanley Jones, "Manusia diciptakan untuk bertobat." {7} Sampai dia bertobat, dia belum menemukan alasan keberadaannya. Pertobatan terjadi ketika Kristus mengubah hidup kita. Sehingga pendekatan Kristen mengenai agama dimulai dari pandangan pertobatan. Hal ini membuat orang Kristen menjadi ciptaan yang baru, dan bagi orang yang belum bertobat, segala sesuatu dalam dirinya berteriak menginginkan ciptaan baru ini. Penginjilan menyatakan cara bagaimana menjadi ciptaan baru ini.
Catatan-catatan:
Kutipan dari D.C. Vijayavardhana, "Dharma-Vijaya or The Revolt in the Temple" (Colombo: Sinha Publications, 1953), hal. 500.
J.T. Seamands, "Tell It Well: Communicating the Gospel Across Cultures" (Kansas City: Beacon Hill Press, 1981), hal. 62.
P.F. Johnstone, "Operation Word (Bromley, Kent: STL Publications, 1978), hal. 127.
Vijayavardhana, "The Revolt in The Temple", hal. 499.
Arthur F. Glasser, "'China', The Church in Asia", ed. Donald E. Hoke (Chicago: Moody Press, 1975), hal. 171
Figures taken from Thomas Wang, "'Their Finest Hour', Chinese Around the World", Jan, 1983, hal 2.
E. Stanley Jones, "A Song of Ascents" (Nashville: Abingdon Press, 1968), hal. 52.