Pemimpin Sebagai Mentor
PEMIMPIN SEBAGAI MENTOR
"Setiap pemimpin cenderung memimpin sebagaimana ia pernah dipimpin."
Observasi ini terdengar sederhana, namun memiliki implikasi penting, khususnya terhadap pengembangan kepemimpinan. Mari kita baca sekali lagi: setiap pemimpin cenderung memimpin sebagaimana ia pernah dipimpin. Dengan kata lain, prinsip, pola, dan perilaku kepemimpinan seseorang lebih banyak ditentukan oleh orang-orang yang dahulu pernah menjadi pemimpinnya dibanding dengan, misalnya, buku yang pernah ia baca, program pelatihan yang pernah ia ikuti, seminar yang pernah ia hadiri, dan seterusnya.
Jika seorang pemimpin tidak memiliki mentor dengan prinsip, pola, dan perilaku kepemimpinan yang baik, kemungkinan besar ia juga tidak akan menjadi pemimpin yang baik.
Tidak heran kita terus-menerus dikecewakan oleh pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tiran menghasilkan tiran. Manipulator menghasilkan manipulator. Namun, sebaliknya juga benar, pemimpin-pelayan menghasilkan pemimpin-pelayan.
Memang, pemimpin dapat memimpin berdasarkan sikap natural yang inheren dalam dirinya, atau berdasarkan program pelatihan kepemimpinan yang ia ikuti, atau bahkan buku yang ia baca. Namun, kemungkinan dari semua itu sangat kecil dibanding yang pertama, yaitu kecenderungan memimpin sebagaimana ia pernah dipimpin.
Timotius adalah seorang yang dipakai Allah untuk menjadi pemimpin gereja-Nya sebagai generasi penerus Paulus. Ia masih muda menurut standar sosial Yahudi pada waktu itu (komentator memperkirakan usianya sekitar 30-40 tahun). Ia memiliki sifat pemalu dan kurang percaya diri (1Korintus 16:10; 1Timotius 4:12). Dan ia sakit- sakitan, khususnya gangguan perut (1Timotius 5:23). Pendek kata, ia bukan tipe pemimpin yang hebat menurut standar dunia.
Namun, Allah memakai Timotius di balik berbagai kelemahannya. Bahkan Allah telah mempersiapkan Timotius dari sejak ia masih sangat muda. Neneknya, Lois, dan ibunya, Eunike, memberi pengaruh yang besar dalam imannya kepada Allah. Fondasi iman telah tertanam dalam diri Timotius semenjak kecil. Dan setelah fondasi itu diletakkan, ia siap untuk menjalani proses pengembangan kepemimpinan yang menjadi perpaduan yang indah antara faktor manusiawi dan ilahi.
Faktor Manusiawi
Dalam perjalanan misi Paulus yang kedua, Timotius diajak untuk pergi dari Listra, kota kediamannya, dan ikut dalam perjalanan misi Paulus ke berbagai tempat mulai dari Makedonia, Akhaya, Efesus, Korintus, Asia Kecil, dan Yerusalem. Bahkan ia juga bersama Paulus saat Paulus pertama kali mengalami pemenjaraan (Filipi 1:1; Kolose 1:1; Filipi 1:1).
Proses pemberdayaan ini berlanjut dengan Paulus memercayakan Timotius untuk menangani tiga tugas gereja yang tidak mudah: di Tesalonika (1Tesalonika 3:1-10), di Korintus (1Korintus 4:16,17; 16:10,11), dan di Filipi (Filipi 2:19-24). Bahkan ia juga berkolaborasi dengan Paulus dalam menulis enam surat kepada jemaat (1 dan 2 Tesalonika, 2Korintus, Kolose, Filemon, dan Filipi). Dan Timotius taat belajar di bawah Paulus.
Relasi afektif antara Paulus dan Timotius berjalan kurang lebih dua puluh tahun, dari sejak pertama kali Paulus bertemu dengan Timotius di Listra (sekitar tahun 46-48) sampai dengan pemenjaraan kedua Paulus di Roma menjelang kematiannya (sekitar tahun 67-68). Timotius belajar dari Paulus segala sesuatu yang perlu ia ketahui untuk menjadi pemimpin-pelayan yang berkenan bagi Allah dan berpadanan dengan panggilan Injil. Ia telah meneladani ajaran, cara hidup, pendirian, iman, kesabaran, kasih, dan ketekunan Paulus, bahkan bersama-sama merasakan penderitaan dan aniaya dengan Paulus (2Timotius 2:10,11).
Bagaimana Anda memimpin orang lain sebagian besar ditentukan oleh bagaimana Anda pernah dipimpin. Siapakah yang Anda teladani sebagai pemimpin? Apakah prinsip, pola, dan perilaku kepemimpinannya selaras dengan firman Tuhan?
Jika ada orang yang Allah pakai dalam hidup Anda untuk menjadi mentor seperti Paulus terhadap Timotius, bersyukurlah kepada-Nya. Doakan orang tersebut. Dan berdoalah agar Anda dapat meneruskan pola tersebut dengan menjadi mentor yang baik bagi calon-calon pemimpin lain.
Fungsi pemimpin bukan menciptakan pengikut, tapi melahirkan pemimpin. Keberadaan pemimpin bukan untuk membuat generasi pengikut yang selalu berada dalam bayang-bayangnya. Bukan untuk kloning pengikut. Namun, pemimpin ada untuk melahirkan para pemimpin baru yang bahkan lebih baik dari dirinya. Proses ini sulit dan kompleks. Bukan hanya membutuhkan pengorbanan pribadi dari sisi waktu, tenaga, pemikiran, dan sumber daya lain, namun juga kerendahan hati untuk rela menelurkan pemimpin baru yang lebih kapabel dari dirinya sendiri.
Sayangnya, banyak pemimpin yang melakukan mentoring dengan gaya guru kungfu. Ilmu yang tertinggi tidak pernah diajarkan karena sang guru khawatir hidupnya akan terancam oleh kelihaian muridnya. Dengan demikian, si murid tidak akan pernah berada pada level yang sama dengan sang guru. Apalagi pada level yang lebih tinggi!
Faktor Ilahi
Timotius bukan saja memiliki Paulus sebagai mentor yang berkualitas dan rela membagi hidupnya (dalam arti literal), namun ia juga memiliki karunia yang Allah percayakan kepadanya. Paulus menasihati Timotius untuk "mengobarkan" karunia tersebut (2Timotius 1:6).
Analogi yang tepat untuk mengerti kata "mengobarkan" di sini adalah upaya mengipas-ngipas nyala api yang hampir padam agar menyala-nyala kembali. Namun, ini tidak berarti Timotius sedang kehilangan iman. Tetapi bahwa dalam keterbatasannya, Timotius harus terus ingat untuk menggunakan dan menerapkan karunianya, atau karunia tersebut akan mubazir.
Kepemimpinan Kristen pada dasarnya adalah kepemimpinan berdasarkan karunia yang Allah berikan kepada para hamba-Nya. Kepemimpinan Kristen memang akan lebih efektif bila memanfaatkan dengan selektif segala pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepemimpinan yang ada. Namun, kepemimpinan Kristen adalah sebuah karunia. Paulus menaruh kepemimpinan dalam daftar karunia rohani di surat Roma 12:8.
Jika kita melalaikan hal ini, kepemimpinan yang dijalankan akan sangat mudah menjadi kepemimpinan sekuler, kepemimpinan yang mengandalkan diri sendiri dan menanggalkan Allah. Namun, jika kita selalu ingat bahwa kepemimpinan adalah sebuah karunia dari Allah, kita akan senantiasa bersandar pada Roh Allah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan kita. Dan tidak memiliki satu pun alasan untuk menyombongkan diri.
Itu sebabnya, Paulus menulis agar Timotius bersandar pada Roh Allah yang membangkitkan tiga hal: kekuatan, kasih, dan ketertiban dalam menjalankan tugasnya yang berat di gereja Efesus. Roh yang membangkitkan kekuatan untuk berani berhadapan dengan guru-guru palsu yang muncul dari dalam gereja. Roh yang membangkitkan kasih akan umat Allah yang memotivasi Timotius untuk menghadapi berbagai risiko disalah mengerti, dikhianati, dan seterusnya. Dan Roh yang membangkitkan ketertiban (lebih tepatnya, "soundmindedness" atau pikiran yang terang/sistematis) untuk menjaga Timotius dari berbagai ajaran palsu dan tidak sehat yang muncul di sekitarnya.
Dengan bersandar pada Roh Allah, pemimpin Kristen dipersiapkan untuk berhadapan dengan segala macam bentuk tantangan, kesulitan, dan bahaya kepemimpinan. Bahkan kematian sekalipun.
Harmonisasi
Faktor manusiawi dan ilahi bekerja bersama dalam proses pengembangan kepemimpinan dalam diri calon pemimpin Kristen. Sungguh suatu hal yang indah! Inilah cara yang Allah pilih untuk mempersiapkan Timotius, dan banyak pemimpin Kristen lainnya dari zaman ke zaman.
Jika hanya berfokus kepada faktor ilahi, kita akan kehilangan relevansi dengan realita dunia di mana kita mencoba memimpin. Karena setiap orang yang Allah berikan secara khusus dalam hidup kita, diberikan dengan maksud tertentu. Seorang mentor sangat berperan dalam membentuk hidup seseorang. Juga setiap peristiwa dan setiap pengalaman yang Allah izinkan untuk kita alami, tidak terjadi secara kebetulan.
Jika kita berfokus kepada faktor duniawi, kita akan kehilangan substansi dari kepemimpinan yang coba kita jalankan. Dan perlahan- lahan kita akan kehilangan arti dan arah dari kepemimpinan tersebut.
Namun, kalau kedua faktor tersebut kita pertahankan, kita akan meneruskan pola kepemimpinan Kristus, yang diturunkan kepada Paulus, lalu kepada Timotius, lalu kepada orang-orang yang Allah pakai dari generasi ke generasi menjadi pemimpin-pelayan.
Sumber diedit dari:
Judul buku | : | Kepemimpinan Kristen |
Judul bab | : | Pemimpin sebagai Mentor |
Penulis | : | Sendjaya |
Penerbit | : | Kairos Books, Yogyakarta 2004 |
Halaman | : | 229--233 |