Sifat-Sifat Pribadi Dalam Kepemimpinan (II)

Ketegasan

Orang yang berdalih dan bimbang, yang tidak dapat membuat keputusan, bukanlah pemimpin yang baik. Untuk memimpin orang lain, pemimpin harus tahu apa keinginannya dan cara meraihnya. Jika membuat keputusan adalah hal yang sulit baginya, bawahannya akan kurang memercayainya dan mulai mempertanyakan kemampuannya. Keadaan ini mengacaukan tujuan dan kebijakan tetap sebuah organisasi.

Ketika pemimpin yakin dengan kehendak Allah dan bertindak dalam jalur yang benar, dia dapat langsung membuat keputusan, terlepas apa pun kondisinya. Para pemimpin besar dalam Alkitab, jarang menunda membuat keputusan dan tidak merasa bimbang setelah keputusan itu dibuat.

Pemimpin yang sahih, akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan, serta menerima dan menghormati pendapat orang lain. Akan tetapi, ada waktunya dia perlu bertindak dengan tegas, walaupun ada berbagai pendapat yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa dia memegang kendali, karena dia memunyai keyakinan yang kuat tentang panggilannya dan kepastian tentang arahnya.

Dari sekian banyaknya tugas di masa depan, manakah yang membutuhkan prioritas? Masalahnya adalah siapa yang memutuskan -- kita sendiri atau tekanan-tekanannya? Jika keputusan itu diambil dari tekanan yang ada, maka tugas-tugas yang penting diperkirakan akan dikorbankan. Tidak ada waktu untuk mengerjakan tugas yang paling banyak memakan waktu, yaitu mengubah keputusan menjadi aksi.

Seseorang perlu membuat tugas baru menjadi tugasnya sendiri. Melemparkan tugas itu tidak akan membantu kepemimpinan yang berkualitas. Pemimpin perlu menentukan prioritas dengan objektif. Ingatlah, tekanan selalu lebih memilih masa lalu daripada saat ini atau masa depan. Tekanan-tekanan juga melihat apa yang terjadi dalam organisasi, bukannya di luarnya.

Kita harus ingat bahwa menetapkan prioritas tidaklah sulit. Tugas yang lebih sulit, saya sebut sebagai "posterioritas" -- menentukan tugas apa yang tidak perlu dikerjakan dan setia pada keputusan itu. Ingatlah, apa yang kita tunda sering kali kita abaikan atau kerjakan saat waktunya tidak tepat. Tentu saja, menentukan posterioritas selalu sulit, karena hal ini terkait dengan prioritas orang lain. Jadi, yang dibutuhkan di sini adalah keberanian untuk membuat keputusan.

Kegigihan

Teguh akan keyakinannya adalah kualitas yang penting untuk keberhasilan kepemimpinan. Setiap kisah sukses orang miskin menjadi orang sukses, memiliki elemen usaha individu di baliknya. Orang-orang ini tidak pernah membiarkan kekalahan menghantui mereka, walaupun mereka berhadapan dengan ujian-ujian sulit dan rintangan-rintangan yang besar.

Ketekunan perlu berimbang dengan kesabaran yang tinggi, karena rencana yang disukai biasanya membutuhkan banyak waktu untuk diimplementasikan dan digenapi.

Pemimpin memerlukan keberanian untuk berdiri teguh di atas keyakinannya dan gigih. Pria dan wanita dengan kualitas kepemimpinan yang alkitabiah adalah individu-individu yang menunjukkan keberanian.

Seseorang pernah membuat perbedaan antara keberanian dan kegigihan: "Keberanian adalah hasrat memulai dan kegigihan adalah hasrat untuk meneruskannya." Alasan utama orang kurang memiliki keberanian adalah takut gagal. Sikap ini dipelihara oleh perasaan yang tidak aman. Barangkali saat kanak-kanak, mereka sering ditertawakan atau diremehkan saat gagal. Kejadian ini menghancurkan dorongan dan keinginan untuk mencoba lagi. Trauma-trauma seperti ini memunyai pengaruh besar dalam kehidupan dewasanya dan menghancurkan keberanian yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang sukses. Keberanian adalah kemampuan untuk bertahan lima menit lebih lama.

Kualitas seperti ini memampukan pemimpin menghadapi bahaya atau kesulitan dengan keteguhan. Hal ini membantu mereka menghadapi tugas-tugas yang tidak menyenangkan dan bahkan fakta atau kondisi yang menghancurkan. Mereka bisa membuat keputusan-keputusan tegas, bahkan saat mereka tahu bahwa keputusan-keputusan itu tidak disukai.

Salah satu pemimpin terhebat pada abad ke-20 adalah Sir Winston Churchill, yang tidak pernah menjauhkan diri untuk menyatakan kebenaran kepada pengikut-pengikutnya, bahkan jika kebenaran itu sangat menyedihkan. Seseorang berkata kepadanya, "Saya ragu, jika ada orang lain dalam sejarah yang pernah melontarkan pernyataan-pernyataan yang suram [seperti Churchill], namun tetap memberikan kepada para pengikutnya kekuatan dan sukacita -- bahkan kegembiraan." Tentunya, hal ini disebabkan oleh keberanian dan kegigihannya dalam kepemimpinan, yang memberikan kemenangan bagi Inggris di tengah-tengah krisis yang sedang terjadi di negaranya pada waktu itu.

Kehidupan yang Seimbang

Tema tentang kehidupan yang seimbang dapat ditulis tersendiri menjadi satu buku. Seorang pemimpin perlu memunyai kegemaran dan ketertarikan dalam kehidupannya di luar pekerjaannya, agar dia berhasil. Dia tidak hanya perlu melengkapi keluarganya secara materi, tetapi dia perlu meluangkan waktu bersama mereka. Apakah pekerjaan Anda telah mengambil sebagian besar waktu Anda, mencuri beberapa saat untuk investasi dengan hidup bersama orang-orang yang Anda kasihi? Seorang pemimpin yang berhasil adalah seseorang yang memprioritaskan keluarganya.

Saya mengenal seseorang yang memunyai pemimpin, yang hampir setiap saat berkata "Dave, apakah kamu sudah menghabiskan waktumu dengan keluargamu? Bagaimana kabar keluargamu?" Orang itu memunyai perspektif yang bagus, seiring dengan hal itu dia memunyai staf yang bahagia. Manusia bisa menjadi pecandu kerja, dengan mencurahkan dirinya secara berlebihan dalam segi finansial, dengan membuat rencana-rencana yang tidak realistis, atau hanya dengan gagal mengenali kekurangan kepribadiannya. Terkadang, dia memakai pekerjaan sebagai mekanisme pelarian diri. Oleh karena itu, dia perlu mendorong dirinya sendiri keluar dari apa yang seharusnya menjadi prioritasnya.

Sedihnya, kita menyayangkan pecandu obat-obatan dan minum-minuman keras, tetapi terkadang kita mempromosikan dan mengagumi pecandu kerja. Kita memberinya status dan menerima penilaiannya terhadap dirinya sendiri. Sementara itu, keluarganya mungkin mendapatkan waktu dan perhatian yang sangat sedikit darinya, sehingga mereka tidak terlalu mengenalnya.

Bekerja secara berlebihan bukanlah penyakit. Hal ini adalah gejala dari masalah yang lebih mendalam -- masalah ketegangan, ketidakcukupan, kebutuhan untuk mencapai yang mungkin adalah implikasi neurotik. Sayangnya, bagi pecandu kerja, dia tidak memunyai rumah; rumahnya hanyalah cabang kantornya. Dia tidak bisa mengambil liburan, tidak bisa santai, tidak menyukai akhir minggu, menunggu hari Senin, dan selalu membuat bebannya bertambah berat dengan membawa lebih banyak pekerjaan untuknya. Orang seperti itu biasanya membela diri ketika diminta akrab dengan orang lain.

Kita pernah mendengar para pemimpin perusahaan atau bisnis yang telah memenuhi segala kebutuhan istri-istri mereka secara material, tetapi tidak memberikannya kepada diri mereka sendiri. Dan kemudian datanglah perceraian, karena sang suami hanya tertarik dengan pekerjaannya. Akan tetapi, hal itu jarang menjadi rintangan baginya. Dia beralasan "Saya selalu bisa mendapatkan istri lagi, tetapi di mana saya bisa mendapatkan pekerjaan seperti ini?" Tragedi-tragedi seperti itu terdapat di mana-mana.

Orang seperti ini tidak bisa bertahan sukses, karena cepat atau lambat, kehidupan menjenuhkan baginya. Masalahnya adalah prioritas yang merupakan persoalan tentang nilai-nilai dasar. Ingatlah bahwa pekerjaan, pelayanan, atau posisi tidak boleh menjauhkan Anda dari keluarga Anda. Jika Anda mengecewakan mereka, Anda mengecewakan tanggung jawab terbesar Anda -- dan hidup Anda adalah sebuah kegagalan.

Iman dan Doa

Untuk pemimpin Kristen, iman dan doa adalah napas yang penting karena kedua hal ini menjangkau Allah sendiri. Doa membersihkan. Doa memberikan jaminan dan penguatan, agar pemimpin terus maju. Hal ini adalah seni yang tidak diajarkan dalam filsafat; hal ini dipelajari dan dikembangkan hanya dengan melakukannya. Tuhan Yesus dan Rasul Paulus adalah teladan dalam kegiatan-kegiatan rohani ini. Kehebatan pemimpin dalam Alkitab, ditandai oleh ketekunan mereka dalam doa. Paulus menasihati kita dalam Efesus 6:18 untuk memberi diri kita seutuhnya kepada doa.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan memengaruhi orang lain. Pemimpin Kristen perlu mengetahui alat paling efektif untuk melakukan hal ini. Terkadang orang menjadi penghambat tajam untuk perkembangan, dan hanya Allah yang dapat mengubah atau menghapus masalah itu. Oleh karena itu, pemimpin perlu bersandar pada Allah dalam doa. Untuk menggerakkan orang, pemimpin perlu hidup benar di hadapan Allah. Doa yang benar adalah hasil dari hubungan yang benar dengan Dia. (t/Uly)

Diterjemahkan dan diringkas dari:

Judul buku : The Making of a Christian Leader
Judul asli artikel : Personal Traits in Leadership
Penulis : Ted W. Engstorm
Penerbit : Zondervan Publishing House, Michigan, 1981
Halaman : 115 -- 120
Kategori Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar