Musa

Ada orang yang selalu saja mendapatkan masalah. Ketika konflik pecah, mereka selalu saja berada di dekatnya. Reaksi merupakan tindakan kesukaan mereka. Inilah Musa. Dia tampaknya terbawa kepada apa yang perlu dibetulkan. Sepanjang hidupnya, dalam keadaan baik maupun buruk, dia menanggapi konflik di sekitarnya. Bahkan pengalamannya dengan nyala api yang keluar dari semak duri merupakan sebuah ilustrasi dari karakternya. Ketika melihat api dan bahwa semak duri tidak terbakar, dia tetap saja memeriksanya. Apakah itu berkelahi untuk membela seorang budak Yahudi atau mencoba menjadi wasit dalam pertarungan dua orang sanak, ketika melihat konflik, Musa memberi reaksi.

Bagaimanapun, dalam tahun-tahun berikutnya, suatu kejadian yang mengagumkan terjadi pada karakter Musa. Dia tidak berhenti bereaksi, tapi justru dia belajar untuk bereaksi secara benar. Kejadian sehari-hari yang berbeda dan terus berubah, dalam memimpin dua juta orang di padang gurun lebih dari cukup untuk menantang kemampuan reaksi Musa. Kebanyakan waktu dia berperan sebagai penahan antara Allah dengan orang Israel. Pada satu waktu Musa harus menghadapi murka Allah terhadap keluhan dan percekcokan orang-orang Israel. Pada satu waktu lain lagi Musa harus bereaksi terhadap serangan-serangan mereka atas karakternya.

Kepemimpinan sering kali melibatkan reaksi. Jika kita ingin bereaksi menurut naluri yang sesuai dengan kehendak Allah, kita harus mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang patuh pada Allah. Kepatuhan yang terus-menerus kepada Allah paling baik dikembangkan pada saat-saat yang sedikit mengandung stres. Sehingga ketika stres datang, reaksi alami kita akan berupa kepatuhan pada Allah.

Pada masa sekarang dimana standar moral lebih rendah, kita menemukan bahwa hampir mustahil untuk percaya bahwa Allah telah menghukum Musa untuk sekali perbuatannya yang tidak mematuhi Allah. Namun demikian, kita gagal melihat bahwa Allah tidak menolak Musa; Musa hanya membatalkan dirinya untuk memasuki tanah perjanjian. Bagaimanapun besarnya orang itu, dia tidak kebal terhadap kesalahan ataupun akibatnya.

Dalam diri Musa, kita melihat kepribadian yang sangat menonjol yang dibentuk oleh Allah. Tapi kita tidak boleh salah mengerti apa yang dilakukan Allah. Allah tidak mengubah siapa atau apa diri Musa; Allah tidak memberi Musa kemampuan atau kekuatan baru. Malahan, Allah mengambil dan 'membentuk' karakter Musa sampai mereka sesuai dengan tujuan yang Allah tetapkan bagi Musa.

Apakah dengan mengetahui hal ini membuat suatu perubahan dalam pemahaman Anda tentang tujuan Allah dalam hidup Anda? Allah sedang mencoba untuk mengambil apa yang telah Dia ciptakan pada mulanya dan menggunakannya untuk tujuan yang dimaksudkan-Nya. Saat Anda berbicara dengan Allah, jangan bertanya, "Saya seharusnya berubah menjadi apa?" melainkan "Bagaimana saharusnya saya menggunakan kemampuan dan kelebihan saya untuk melakukan kehendak-Mu?"