Hanya Sedikit yang Berakhir dengan Baik

Dalam sebuah pertandingan, bagaimana kita mengawali dan bagaimana kita berlari adalah hal penting. Namun, pada akhirnya, bagaimana kita mengakhiri pertandinganlah yang penting. Dalam presentasi penjualan, penting bagaimana kita memulai, dan bagaimana kita melakukan presentasi. Namun, akhirnya bagaimana kita menyelesaikannya, bagaimana kita menutup suatu penjualan itulah yang diperhitungkan.

Gambar: AYT

Dalam hidup, berlaku hal yang sama. Bagaimana kita memulai, dan bagaimana kita melanjutkan - itulah yang penting. Namun akhirnya, bagaimana kita menyelesaikan merupakan hal yang sungguh-sungguh penting. Sebagian dari kita sudah mengawali dengan baik. Sebagian dari kita sudah melanjutkan dengan baik. Namun, bagaimana kita akan mengakhiri? Apakah kita akan mengakhiri dengan baik, atau kita akan mengakhiri dengan buruk?

Tidaklah sulit mengawali sesuatu. Yang sulit adalah mengakhirinya. Tidak susah untuk mengawali sesuatu dengan baik. Yang sulit adalah mengakhirinya dengan baik. Demikianlah Salomo mengatakan kepada kita, "Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati" (Pengkhotbah 7:8). Sungguh benar! Kita sombong saat mengawali sesuatu dengan baik, tetapi kita segera menyadari bahwa butuh kesabaran untuk mengakhirinya dengan baik. Kesabaran lebih baik daripada kesombongan. Penyelesaian suatu hal lebih penting daripada awalnya.

Beberapa tahun yang lalu, saya berada di Singapura untuk mengajar kursus kilat mengenai kepemimpinan. Dua puluh enam siswa masing-masing membayar beberapa ratus dolar untuk mengikuti kursus yang saya adakan selama beberapa malam dan akhir pekan. Saya menikmati mengajar dalam kursus kilat itu, dan dari semua yang saya dengar, murid-murid juga menikmatinya. Mereka memulainya dengan ketertarikan yang besar dan mengejarnya dengan antusiasme yang hebat. Saya kemudian kembali ke Hawai dan menunggu para murid saya mengumpulkan tugas mereka. Ketika tenggat waktu akhirnya berakhir, saya menghitung hanya sebelas tugas yang masuk. Dari dua puluh enam orang yang memulai, hanya sebelas orang yang menyelesaikannya. Dari mereka yang memulai, kurang dari setengahnya yang mengakhiri. Tidak sulit untuk memulai sesuatu. Yang sulit adalah mengakhirinya, dan mengakhirinya dengan baik.

Jejak dari Tugas yang Tak Selesai

Hal yang sama berlaku dalam berelasi. Ketika seorang laki-laki dan perempuan bertemu dan saling jatuh cinta, tidaklah sulit bagi mereka untuk sering saling memikirkan satu sama lain, dan saling memberi perhatian. Api cinta yang besar menggerakkan mereka untuk melakukan bahkan sesuatu yang mustahil tanpa keraguan atau keluhan.

Namun tunggulah satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun kemudian situasinya berubah. Kewajiban-kewajiban lain menuntut perhatian. Gangguan berlipat. Getar-getarnya sirna, begitu pula apinya. Dibutuhkan usaha untuk memikirkan satu sama lain. Kita perlu diingatkan untuk menyayangi satu sama lain. Banyak hubungan yang dimulai dengan baik tumbuh dengan layu dan letih, lalu berakhir dengan buruk.

Mengapa sulit untuk mempertahankan tindakan, untuk menjaga momentum, untuk mempertahankan kecepatan langkah? Mengapa sulit untuk mengakhiri apa yang kita mulai?

Saya berdoa kiranya kita dijumpai di antara sedikit orang yang tetap bertahan sampai akhir dan berakhir dengan baik.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Saya tidak memiliki semua jawabannya, tetapi saya memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu. Saya merenungkan seluruh persoalan mengenai hal mengakhiri, yaitu bagaimana kita membawa sesuatu pada suatu akhir, untuk suatu akhir yang baik. Penutupan adalah bagian dari hidup yang sama banyaknya dengan perubahan. Setiap kali terjadi perubahan, biasanya ada beberapa bentuk penutupan.

Tentu saja, masing-masing perubahan mengikutsertakan awal yang baru seperti ketika seorang siswa mengakhiri sekolah, atau ketika sebuah pasangan menikah tetapi masing-masing permulaan didahului oleh suatu akhir. Bagaimana kita mengakhiri satu babak sama pentingnya dengan bagaimana kita memulai babak berikutnya.

Akhir yang buruk merupakan hasil dari perencanaan yang buruk dan ketidaksabaran. Kita begitu bersemangat untuk bergerak ke hal berikutnya sehingga kita gagal untuk menutup hal terakhir yang kita lakukan. Orang-orang yang bergerak dalam usaha perencana-acara tahu bahwa pengorganisasian suatu acara hanyalah bagian dari pekerjaan mereka. Setelah acara, ada pembubaran. Semua yang berantakan harus dibenahi sebelum acara itu dianggap selesai.

Banyak dari kita yang menghabiskan pikiran dan energi untuk merencanakan sesuatu, tetapi kelelahan saat akan menyelesaikannya. Sepasang suami istri mungkin menghabiskan banyak usaha dalam mengatur acara pernikahan mereka, tetapi akhirnya mereka lalai mengirimkan ucapan terima kasih yang bersifat pribadi kepada orang-orang yang sudah menolong setelah acara pernikahan itu selesai. Begitu pula, kita bisa saja tergesa-gesa beranjak dari satu hal ke hal lainnya sehingga kita meninggalkan jejak berupa tugas yang tidak selesai.

Gaya hidup seperti itu meluber sampai pada relasi kita dengan orang lain dan dengan Allah. Dengan orang lain, kita meninggalkan luka yang belum sembuh, kewajiban yang tidak terpenuhi, dan janji yang terlupakan. Anak-anak yang sudah besar meninggalkan rumah dengan suatu sikap perpisahan yang kurang baik dengan orang tua mereka. Jemaat meninggalkan gereja dengan perpisahan yang kurang baik dengan pendeta mereka. Pada suatu hari, jika kita tidak hati-hati, kita meninggalkan dunia dengan akhir yang tidak baik dengan Sang Pencipta.

Hanya Satu dari Tiga

Saya menjadi tertarik pada masalah penyelesaian ketika saya menghadiri sebuah seminar di Fuller Theological Seminary di Pasadena, California, pada musim panas 1995. Dr. J. Robert Clinton, Professor of Leadership di Fuller, sekaligus pengarang buku The Making of a Leader [1], melakukan studi yang mendalam mengenai para pemimpin di Alkitab.

Penemuannya agak mengusik. Menurutnya, "Sedikit pemimpin yang berakhir dengan baik. Dari informasi yang ada, kurang dari tiga puluh persen pemimpin yang berakhir baik [2]." Dengan kata lain, dua dari tiga pemimpin di Alkitab tidak berakhir dengan baik.

Siapa yang berakhir dengan baik, dan siapa yang tidak? Nuh disebut "seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya (Kejadian 6:9)." Namun, pada penjelasan akhir tentang dia, dia mabuk karena anggur, dan terbaring telanjang di tendanya (Kejadian 9:21).

Salomo memulai dengan baik. Dia memulai pemerintahannya dengan memohon kebijaksanaan kepada Allah. Permintaannya dipenuhi: "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat (1 Raja-raja 10:23)." Akan tetapi kita membaca bahwa "Sebab pada waktu Salomo sudah tua, istri-istrinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga dia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya....(1 Raja-raja 11:4)."

Saul adalah seorang pemimpin yang termasyur. Dia digambarkan sebagai "seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorang pun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas dia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya (1 Samuel 9:2)." Dia menutup hidupnya sebagai orang buangan yang ditolak oleh Allah dan bangsanya. Kerajaannya diambil darinya. Hari-hari terakhirnya dia habiskan dengan menjadi penyendiri yang putus asa, mencari penghiburan dari tukang tenung.

Di Perjanjian Baru, Demas disebutkan tiga kali. Pertama kali, dia disebutkan sebagai rekan kerja dari Rasul Paulus (Filemon 1:24). Kedua kalinya dia hanya disebutkan begitu saja (Kolose 4:14). Ketiga kalinya, Paulus berkata, "karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku ...(2 Timotius 4:10).

Di luar Alkitab, di antara para kenalan kita, kita mengenal orang yang telah memulai dengan baik, dan berakhir dengan buruk. Beberapa orang menjadi kecewa dengan iman dan berpaling lagi pada dunia. Beberapa orang menjadi asyik dengan karier dan uang mereka, dan kehilangan fokus pada Allah. Beberapa orang melejit naik tetapi kemudian jatuh oleh skandal, penyalahgunaan keuangan, atau hancurnya pernikahan.

Perkataan dari orang yang menyelesaikan dengan baik.

Syukurlah ada pengecualian. Di Alkitab, Yosua adalah sebuah pengecualian. Kata-kata terakhirnya kepada bangsa Israel adalah seperti berikut: "Maka sekarang, sebentar lagi aku akan menempuh jalan segala yang fana. Sebab itu insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, bahwa satu pun dari segala yang baik yang telah dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, tidak ada yang tidak dipenuhi. Semuanya telah digenapi bagimu. Tidak ada satu pun yang tidak dipenuhi (Yosua 23:14).

Yosua mengakhiri hidupnya dan bekerja dengan suatu penegasan akan kesetiaan Allah. Setiap janji Allah kepadanya dan kepada bangsanya telah dipenuhi. Apa yang dia rencanakan untuk dia lakukan, dia lakukan dengan kesetiaan Allah, terselesaikan. Tidakkah kita ingin mengakhiri hidup kita dengan kesaksian itu dari bibir kita?

Orang yang lainnya adalah Yusuf. Dia memulai dengan buruk. Ketika masih muda, dia tidak dewasa dan sombong. Saudara-saudaranya menangkapnya dan menjualnya sebagai budak kepada orang Mesir. Sebagai budak, dia dituduh oleh istri tuannya telah memperkosanya. Tuannya memasukkannya ke dalam penjara. Di sana dia menolong orang yang berjanji membantunya, tetapi orang itu lupa kepadanya. Yusuf dijual oleh kakak-kakaknya, dituduh oleh istri tuannya, dan dilupakan oleh teman yang dia tolong.

Tidak banyak orang yang posisinya lebih buruk daripada Yusuf. Dia memulai dengan buruk. Dia mengalami peristiwa buruk secara beruntun. Namun, dia berakhir dengan baik. Dia bangkit untuk menjadi Perdana Menteri Mesir, orang kedua yang berkuasa di negeri itu. Akhirnya, dia tidak menyimpan niat buruk kepada semua orang yang telah bersikap buruk kepadanya.

Kata-kata terakhir yang kita dengar dari Yusuf di dalam Alkitab adalah kata-katanya kepada saudara-saudaranya, "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar (Kejadian 50:19-20)." Sama seperti Yosua memberi kesaksian akan kesetiaan Allah, Yusuf memberi kesaksian akan kedaulatan Allah. Keduanya berakhir dengan baik.

Di Perjanjian Baru, kita juga menemukan beberapa orang yang berakhir dengan baik. Yohanes yang disebut juga Markus memulai saat dia masih muda, penuh semangat untuk melayani Allah. Dia menjadi sukarelawan untuk sebuah misi dengan Paulus dan Barnabas untuk menyampaikan Injil kepada orang-orang di Asia Kecil. Namun, ketika mereka tiba di Asia Kecil, dia tidak berani dan pulang.

Paulus sangat marah sehingga dia menolak untuk mengajak Markus pada misi keduanya dengan Barnabas. Karena ini, Paulus dan Barnabas berpisah. Di mata Paulus, Markus adalah orang yang melarikan diri dan pembuat onar. Namun, Markus membuat akhir yang bagus. Dari penjara Paulus menulis, "Jemputlah Markus dan bawalah dia kemari, karena pelayanannya berguna bagiku (2 Timotius 4:11)." Paulus yang telah menganggap Markus tidak berguna, telah mengundang dia. Markus akhirnya menulis salah satu Injil. Dia memulai dengan buruk, tetapi menutup dengan baik.

Paulus sendiri juga memulai dengan buruk. Dia memulai sebagai pemimpin agama yang sombong, seorang Farisi, tidak bercela di matanya sendiri. Dia menganiaya dan menghancurkan gereja, mengejar orang-orang Kristen ke kota-kota asing dan menjebloskan mereka ke dalam penjara.

Namun, Yesus menjumpainya di jalan menuju Damsyik, dan mengubah dia. Paulus menjadi salah satu rasul terbesar Yesus, menyebarkan Injil dari Yerusalem sampai Roma, ibu kota Kekaisaran Romawi. Ia menutup hidupnya dengan kata-kata yang agung: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Timotius 4:7)." Kata-kata Paulus ini adalah kata-kata klasik dari seorang yang mencapai garis akhir dengan baik.

Banyak dari kita mungkin tidak menganggap diri kita dalam kategori para pemimpin seperti Yosua atau Paulus. Namun, kita ingin berakhir dengan baik. Kita mungkin memulai atau tidak memulai dengan balk dalam hidup kristiani. Kita mungkin atau mungkin tidak, pada saat ini, berjalan bersama Tuhan dengan baik. Namun, yang penting adalah Bagaimana kita mengakhirinya? Bagaimana kita membawa hidup kita sampai pada akhirnya?

Akhir Permainan Dimulai Sekarang

Izinkan saya membuat dua poin penting mengenai akhir yang baik. Pertama, bagaimana kita berakhir pada akhirnya tergantung pada apa yang kita lakukan sekarang. Kita tidak menunggu sampai akhir untuk berusaha mengakhiri dengan baik. Kita mulai sekarang. Untuk berakhir dengan baik pada akhirnya, kita harus mulai untuk berakhir dengan baik sekarang.

Seorang anak lelaki ingin tahu mengapa kakeknya membaca Alkitab setiap hari. Pada suatu hari dia bertanya kepada ibunya, "Ma, mengapa Kakek sering membaca Alkitab?"

"Yah," jawab ibunya, "dia tidak banyak membacanya ketika masih muda; sekarang dia mengebut membacanya untuk ujian akhir." Kita tidak ingin menunggu sampai akhir untuk berusaha berakhir dengan baik. Kita harus mulai sekarang.

Kedua, untuk mengakhiri hidup kita dengan baik, kita harus mengakhiri masing-masing babak, kehidupan kita dengan baik. Kehidupan dijalani satu hari setiap saat, satu babak dalam satu waktu. Untuk mengakhiri hidup dengan baik, kita harus mengakhiri masing-masing babak kehidupan dengan baik. Mengambil seluruh hidup mungkin terlalu banyak. Kita dapat mengambil satu babak, satu fuse, satu tahap pada satu waktu.

Seperti permainan catur, setiap langkah yang kita buat mempunyai konsekuensi untuk akhir permainan. Akhir permainan ditentukan, bukan pada akhirnya, tetapi pada setiap langkah yang Anda lakukan sebelum berakhir. Bagaimana kita menutup babak terakhir hidup kita ditentukan oleh bagaimana kita mengakhiri masing-masing babak sebelum babak yang terakhir. Untuk mengakhiri seluruh hidup kita dengan baik, kita harus mengakhiri setiap babak hidup kita dengan baik.

Jika statistik mengenai akhir yang buruk dalam Alkitab berlaku pada masa kini, maka hanya sedikit yang akan berakhir dengan baik. Saya akan selalu ingat bagaimana sang profesor meminta kami - kira-kira ada tiga puluh orang di kelas kami untuk melihat sekeliling kami dan merefleksikan kenyataan bahwa hanya sepuluh dari kami yang akan berakhir dengan baik. Seperti murid-murid Yesus pada perjamuan terakhir, kita merenungkan pertanyaan siapa yang akan mengkhianati Tuhan, "Bukan aku, ya Tuhan? (Matius 26:22)" Tidak, kita tidak ingin menjadi orang yang mengalami kemunduran. Saya berdoa kiranya kita dijumpai di antara sedikit orang yang tetap bertahan sampai akhir dan berakhir dengan baik. Namun, hal ini tidak akan terjadi tanpa perencanaan ke depan, fokus, dan kerja keras.

Saat saya menulis ini, saya teringat mengenai pembuatan film animasi yang diangkat ke layar lebar tentang karakter Wallace dan Gromit. The Curse of the Were -- Rabbit menceritakan suatu cerita tentang binatang misterius yang merusak tanaman pangan dan meneror orang. Disutradarai oleh Nick Park, menggunakan model dari tanah liat dan animasi stop-motion, film itu membutuhkan waktu lima tahun bagi tiga puluh pembuat animasi untuk membuatnya. Film itu berdurasi 85 menit, yang berarti bahwa setiap lima detik dari film itu membutuhkan waktu tujuh hari untuk memproduksinya.

Film itu memang bagus untuk ditonton, tetapi lebih dari itu, pembuatan film itu mau tak mau membuat kita terkesan dengan usaha yang sangat saksama untuk membuatnya. Setiap minggu kerja diterjemahkan dalam hanya lima detik pada layar lebar. Berakhir dengan baik membutuhkan konsentrasi yang sama dari usaha seperti itu. Pada suatu hari kita akan melangkah keluar dari dunia ini, dan masuk ke dalam hadirat Pencipta kita dan Allah. Langkah terakhir itu hanya membutuhkan beberapa detik, tetapi apakah kita berakhir dengan baik atau buruk harganya adalah investasi seumur hidup.

Download Audio: Hanya Sedikit yang Berakhir dengan Baik

Referensi:
[1] The Making of a Leader : Recognizing the Lessons and Stage of Leadership Development (Singapora: Navpress, 1998)
[2] J. Robert Clinton : "Listen Up, Leaders!" (Barnabas Publishers Reprints, 1991)

Diambil dari:
Judul buku : Finishing Well
Judul asli buku : Finishing Well, Closing Life's Significant Chapters
Judul artikel : Hanya Sedikit yang Berakhir dengan Baik
Penulis : David W. F Wong
Alih Bahasa : C. Krismariana
Penerbit : Yayasan Haggai Indonesia, Jakarta 2009
Halaman : 1 - 9
Kategori Bahan Indo Lead: 

Komentar