Sebagian dari Masalah-Masalah Pelayanan di antara Suku-Suku yang Terabaikan

Spiritual Leadership > PEMURIDAN > Buku Panduan (Mentoring) > Belajar Bersama Mentor

Sebagian Dari Masalah-Masalah Pelayanan Di Antara Suku-Suku Yang Terabaikan

I. Kurang Berharap dan Kurang Bergantung Kepada Tuhan

Karena suku Setempat dianggap susah dijangkau, orang cenderung menyerah saja ("give up").

2. Gereja-gereja setempat tidak yakin bahwa Tuhan mau menyelamatkan orang-orang setempat. Mereka belum memperhatikan bagaimana tangan Tuhan sudah mulai bergerak untuk menyampaikan keselamatan-Nya kepada mereka.

3. Para pelayan sering berfokus pada kemampuan sendiri daripada kuasa Tuhan, sehingga ada yang merasa kecil hati, tapi ada juga yang merasa sombong.

4. Para pelayan sering tidak mengarahkan fokus jemaatnya pada Tuhan, melainkan pada dirinya sendiri. Mereka berfokus pada hamba Tuhan tersebut daripada Tuhan sendiri.

5. Para penginjil sering memulai pos baru dengan mendekati bekas jemaat gereja lain, daripada membuka di daerah yang belum pernah ada pelayanan, karena dianggap terlalu sulit memulai dari nol (tapi lihatlah strategi Paulus dalam Roma 15:20). Mereka tidak bergantung kepada Tuhan untuk memberi mereka jemaat baru.

6. Gereja tidak mengerti betapa penting bertekun dalam doa untuk setiap jemaat baru, dan meminta kuasa Tuhan untuk meluaskan pelayanannya.

7. Para gereja dan pelayan cenderung memandang masalah ekonomi jemaatnya dengan mata duniawi, sehingga tidak meminta dan tidak mengharap Tuhan campur tangan sesuai dengan hendak-Nya dan waktu-Nya sendiri. Melainkan, mereka cenderung langsung memberi uang, dan dengan demikian, jemaatnya mulai berharap pada manusia dan bukan pada Tuhan.

II. Pelayanan "Non Kontekstual" -- Tidak Berciri Khas Suku Setempat

1. Kebaktian dipimpin oleh orang yang bukan orang suku setempat.

2. Kebaktian dan pemuridan diadakan di dalam Bahasa Indonesia.

3. Kelompok yang diciptakan berciri khas seperti kelompok gereja tradisional, yaitu bersifat asing, sehingga tidak menyentuh hati orang setempat (contoh: tidak memakai kesenian daerah).

4. Petobat dari suku setempat merasa sangat kehilangan upacara adat mereka. Jarang ada gereja yang belajar bagaimana memakai kebudayaan ini supaya disesuaikan dengan Firman Tuhan. Padahal, ini merupakan suatu strategi efektif untuk membawa kesaksian kepada mereka yang belum percaya.

5. Usaha PI dan pemuridan tidak didasarkan pada suatu pengertian "pandangan dunia suku setempat." Dengan kata lain, tidak mengerti filsafat dan pola pikir mereka, dan tidak menjawab pertanyaan rohani mereka.

6. Para pelayan terbiasa memakai kosa kata Kristen yang tidak berarti bagi orang setempat, bahkan cenderung membuat mereka "alergi."

7. Keterlibatan orang asing (orang misi) terlalu kelihatan oleh jemaat baru, sampai jemaatnya terlalu mengharap dan bergantung kepada orang asing tersebut. Padahal, orang asing itu kemungkinan tidak mengerti kebudayaan setempat.

III. Kurang Berada Identitas Orang Sempat Yang Beragama Kristen

1. Sering didengar: "Masa ada orang asli di sini yang Kristen! Tidak ada, kecuali kalau mereka dibayar atau ganti agama supaya dapat nikah." Orang setempat tidak menganggap agama Kristen sebagai suatu kemungkinan pilihan untuk keluarga mereka, terutama karena mereka belum kenal dengan orang setempat yang agamanya Kristen (Tapi situasi ini sedang berubah!).

2. Walaupun sudah ada lumayan banyak yang percaya, kebanyankan mereka terasingkan di desa terpencil, sehingga tidak kelihatan oleh masyarakat.

3. Jarang ada petobat dari orang sempat yang punya posisi tinggi di dalam mata masyarakat. Hampir semua yang bertobat dari kalangan miskin, yang berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak diperhatikan dan tidak cukup berani untuk berusaha mempengaruhi masyarakat.

4. Orang setempat mempunyai konsep umat atau komunitas yang sangat kuat. Mereka tidak berani keluar dari umat ini kalau tidak ada umat baru yang cukup kuat dan mampu menyediakan keperluan keluarga mereka (lebih enak mati daripada mandiri). Jarang ada gereja yang berhasil menciptakan suasana umat ini.

5. Karena sangat sedikit gedung gereja untuk orang setempat, ini membuat orang Islam menganggap tidak berada kekristenan suku setempat. Keberadaan banyak mesjid dianggap oleh mereka sebagai suatu bukti bahwa hanya kaum Islam yang diberkati.

IV. Peninggalan Suku Bangsa Sendiri

1. Orang setempat yang bertobat biasanya dimasukkan ke dalam jemaat yang tidak berciri khas suku setempat, sehingga mereka terpaksa meninggalkan kebudayaan mereka.

2. Kebanyakan gereja tidak mengerti adanya keperluan dasar manusia menurut psikologi untuk berpegang pada identitas kebudayaan, sehingga petobat baru dipisahkan dari suku bangsanya.

3. Para petobat tidak hanya dipisahkan dari suku bangsanya oleh pihak gereja, tapi juga dari pihak suku bangsanya sendiri, yang mengusir petobat tersebut melalui pelbagi ancaman dan penganiayaan.

4. Oleh karena kebanyakan petobat baru diasingkan dari suku bangsanya, mereka tidak efektif dalam usaha menginjili sanak saudaranya dan masyarakat setempat.

5. PI biasanya ditujukan pada pribadi-pribadi dan bukan kepada kepala-kepala keluarga dan lingkungan, sehingga hanya menghasilkan beberapa jiwa yang diasingkan dari keluarganya.

V. Sedikitnya Para Pekerja Dalam Pelayanan Kepada Suku Setempat

1. Para pelayan tidak tertarik dengan pelayanan tersebut karena dianggap jarang ada buahnya.

2. Pelayanan tersebut kurang dihargai oleh banyak gereja, sehingga tidak "gengsi."

3. Mereka yang pernah melayani suku setempat sering meninggalkan mereka untuk melayani suku-suku yang lebih terbuka.

4. Karena sering timbul banyak persoalan dan frustrasi, banyak pelayan meninggalkan suku setempat.

5. Tidak cukup banyak pelayan untuk melayani semua orang percaya yang terpencil di desanya.

VI. Kepemimpinan Dan Pelatihan Yang Kurang

1. Para pelayan sering tidak mengerti pola kepemimpinan menurut kebudayaan setempat.

2. Para pelayan tidak berasal dari tingkat masyarakat yang sudah biasa dianggap layak memimpin. Kita akan membina para pelayan dalam jati diri berdasarkan Kristus dan keberanian dari Roh Kudus, supaya mereka sanggup bersaksi kepada siapa saja (Kis 4:13).

3. Kebanyakan pelayan masih muda, sehingga tidak diterima sebagai pemimpin.

4. Para pelayan dilatih untuk melaksanakan PI tetapi tidak untuk melaksanakan penggembalaan.

5. Banyak pelayan tidak pernah dilengkapi di sekolah Alkitab.

6. Kurang berada keterlibatan dan pembinaan dari para pemimpin gereja. Sebaliknya, seringkali jemaat lain melibatkan diri dengan sikap dan cara yang tidak diharap.

7. Pelayanan tidak didasarkan prinsip-prinsip, petunjuk-petunjuk dan rencana kerja yang ditentukan.

8. Para pelayan tidak dilatih memakai bahan PI / pemuridan secara efektif, dan juga tidak dilatih memimpin kelompok kecil.

9. Para pelayan sering tidak cukup kuat berdiri teguh pada saat dihadapan dengan pelbagai ancaman dan penganiayaan ataupun godaan Iblis, sehingga pelayanannya dihancurkan.

VII. Pencurian/Pemindahan Domba Dan Pencurian/Pemindahan Gembala Pos

1. Berhubung kebanyakan petobat baru dari kalangan miskin, mereka sering tidak stabil di antara jemaat karena berpindah-pindah untuk mencari keuntungan dari gereja lain.

2. Oleh karena para pemimpin gereja sering tidak mengerti keadaan orang-orang setempat ini (yang baru disebut dalam #1 di atas), mereka kadang-kadang ditipu untuk menerima dan melayani jemaat dari gereja lain. Tapi sering juga mencuri domba dengan sengaja.

3. Karena kebudayaan orang setempat berbeda dari suku lain, mereka gampang tersinggung dengan sikap atau kelakuan orang gereja yang tidak memakai kebudayaan setempat, sehingga mereka pindah jemaat. Mereka juga cenderung pindah kalau didisiplin oleh gereja.

4. Karena sedikitnya para pelayan kepada suku setempat yang efektif, sering terjadi ada gereja yang mencuri gembala pos dengan memperhatikan gembala tersebut, membujuk dia, dan membuat banyak janji, terutama lebih banyak uang untuk jemaatnya.

5. Sering terjadi ada pelayan kepada suku setempat mau pindah gereja karena merasa bosan, merasa tersinggung, atau merasa malu karena sedikit buahnya. Mereka mulai lagi di tempat baru dengan membentuk banyak cerita mengenai kehasilan mereka.

VIII. Masalah Berkaitan Dengan Ekonomi

1. Pada umumnya, orang setempat pakai sistem "patron/client" yang berarti mereka biasa mencari orang "patron" yang mampu membantu dengan keperluan kehidupan mereka. Setelah bertobat, semua bantuan itu pasti hilang dan mereka biasanya mencari lagi dari pihak gereja. Ada juga yang dikeluarkan dari perkerjaan atau warisannya diambil kembali oleh keluarga.

2. Kebanyakan gereja tidak mempunyai strategi pembagian uang yang efektif, sehingga jemaat suku setempatnya gampang menjadi terfokus pada uang.

3. Karena jemaat suku setempat selalu mencari bantuan ekonomi, jemaat umum biasanya cepat kesal, atau ada juga yang memberi uang, tetapi tidak memperhatikan strategi dan cara memberi yang sudah ditentukan oleh pemimpin gereja.

4. Gereja sering menghadapi kesulitan mencari dan menciptakan lowongan kerja untuk menolong jemaat suku setempat.

5. Gereja cenderung memakai cara tradisional yang terlalu bebas memberi uang kepada jemaat baru, sehingga jemaat tersebut mulai memfokus pada berkat uang daripada berkat rohani. Dengan demikian, mereka yang biasanya mampu menghadapi kesulitan ekonomi, mulai mengeluh dan mengharap bantuan dari beberapa gereja.

6. Karena Gereja biasa membagi uang, sangat sering ada yang "bertobat" dengan motivasi yang salah. Untuk mereka yang motivasinya benar, selalu dituduh oleh pihak Islam bahwa mereka hanya ganti agama untuk mencari uang.

7. Sering ada pelayan kepada suku setempat yang menerima uang dari lebih dari satu gereja, tanpa pengetahuan gereja-gereja tersebut.

IX. Halangan Dan Tekanan Dari Luar

1. Pos baru sering dilawan oleh masyarakat setempat, sehingga susah mencari tempat beribadah.

2. Para pelayan sering diancam oleh masyarakat setempat, sehingga posnya ditutup sama sekali.

3. Para petobat yang tidak kuat sering dipaksa kembali pada agama semula oleh keluarganya.

4. Karena iman yang tidak kuat dan karena sedikitnya kenalan mereka yang Kristen, pemuda suku setempat sering menikah dengan orang dari agama lain, sehingga dipaksa masuk agama itu.

5. Oleh karena jarang ada pelayanan yang tertuju pada remaja dan pemuda suku setempat, mereka ternyata terlalu dipengaruhi oleh hal duniawi atau agama lain yang depegang temannya.

X. Pelbagai Prasangka

1. Banyak gereja tidak peduli dan tidak mau memperhatikan orang setempat.

2. Prasangka terhadap orang Islam membuat jemaat gereja tidak mau melayani mereka.

3. Pelayan dari suku setempat biasanya merasa tidak direspek oleh jemaat umum.

4. Gereja biasanya bergabung jemaat suku setempat dengan jemaat umum, dan seharusnya boleh begitu. Tapi jemaat suku setempat selalu merasa tidak dikasihi dan tidak direspek oleh jemaat lain tersebut, sehingga sedikit demi sedikit semua jemaat suku setempat mundur.

Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 
AttachmentSize
pelayanan_suku.doc58 KB

Komentar